Kalah Jadi Abu, Menang Jadi Arang
Uang dari hasil kejahatan belum tentu berbuah baik. Justru kesengsaraan mengintai di sana, baik bagi diri pelaku maupun orang-orang tercinta di sekitarnya.
Bekerja dalam pusaran kejahatan dengan nilai perputaran uang yang tinggi tidak serta merta membuat anggota jaringan mafia tanah hidup mapan. Baik secara finansial maupun sosial, mereka terpinggirkan.
”Dia tidak meninggalkan apa-apa buat saya dan keluarga,” ujar Sarah (38), istri RH (40). Jejak RH terendus aparat saat membongkar sejumlah kasus mafia tanah. RH berulang kali menjadi notaris palsu atau staf notaris palsu. Kini, RH mendekam di Rutan Kelas I Cipinang.
Ditemui di rumahnya, Senin (19/4/2021), Sarah sesekali menahan isak tangis saat menceritakan suami dan keluarganya. Sejak dibawa polisi sekitar setahun lalu, ia tinggal bersama dua anaknya yang masih bersekolah. Beban bertambah berat lantaran si bungsu yang berusia lima tahun mengalami gangguan paru-paru yang mengharuskan berobat rutin ke dokter.
Pendapatan keluarga ini merosot drastis setelah Sarah melepaskan pekerjaannya sebagai pekerja di kawasan industri Jababeka. Keputusan itu diambil bukan karena Sarah mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik atau karena ia akan memulai usaha. Jauh dari itu, ia memilih menyingkir dari perusahaan itu lantaran tak tahan dengan omongan miring dari rekan sekerja soal suaminya yang ditahan.
Kini, tanpa pendapatan bulanan, dia bergantung dari bantuan keluarga besarnya. ”Saya sampai jual-jual barang yang ada di rumah. Semua demi bisa hidup saja,” ujarnya sambil menyeka air mata.
Sarah bukan berasal dari keluarga yang mampu. Rumahnya berada di Kampung Dukuh, Keluruhan Ciledug, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, sekitar 24 kilometer dari Cikarang, ibu kota kabupaten. Jalan di perkampungan itu hanya selebar sekitar 2 meter dan jauh dari pusat keramaian.
Tak hanya soal ekonomi yang mengganjalnya saat ini. Sarah juga kesulitan menjelaskan keadaan RH kepada anak-anaknya. Entah sudah berapa kali ia berdusta kepada anak-anak dengan menyebutkan bahwa ayah mereka tengah bekerja di luar kota. Jawaban itu selalu diulang Sarah manakala sang anak merengek karena rindu ingin bersua ayahnya.
”Sanksi sosial ini berat. Saya sampai berantem sama saudara sendiri. Mereka bilang ke anak saya, ayah kamu tuh enggak kerja, tapi dipenjara. Tapi saya bilang, ayah itu kerja. Tidak mudah kasih jawaban ke anak,” ujar Sarah.
Baca juga:
- Mafia Tanah Menggurita di Jakarta
- Siasat Kilat Ubah Hak Milik
- Mereka Rawan Terseret Pusaran Mafia Tanah
- Dari Stroke sampai Meninggal
- Jangan Lepaskan Sertifikat Tanah Anda
- Identitas Palsu Muluskan Langkah Mafia Tanah
- Tanah-tanah Incaran Mafia
- Menangkal Praktik Mafia Tanah di Sekitar Kita
- Sindikat Sikat Sertifikat Tanah
Dalam jaringan mafia tanah, RH bukanlah otak kejahatan. Ia hanya diminta berpura-pura menjadi notaris atau staf notaris. Nama notaris yang dicatutnya adalah nama notaris yang sudah pensiun.
Sebelum notaris asli itu pensiun, RH pernah bekerja sebagai kurir dan staf administrasi sekitar tahun 2008. Saat itu, RH dibawa oleh pamannya, Yudi, yang menjadi notaris pengganti di tempat tersebut selama sekitar setahun. Ketika bekerja di kantor notaris itulah, RH diperkirakan mempelajari seluk-beluk pengalihan nama kepemilikan dalam sertifikat tanah.
Sanksi sosial ini berat. Saya sampai berantem sama saudara sendiri. Mereka bilang ke anak saya, ayah kamu tuh enggak kerja, tapi dipenjara. Tapi saya bilang, ayah itu kerja.
Honor yang diperoleh RH pun sebetulnya tak seberapa. Menurut berkas putusan pengadilan, RH hanya mendapatkan upah Rp 10 juta saat menjalankan aksi di satu kasus.
Punya peran lebih besar di jaringan mafia tanah bukan berarti bisa hidup lebih baik. Derus (51) memainkan peran cukup signifikan di komplotannya. Ia bertugas memalsukan sertifikat tanah milik korban. Karena kemampuannya itu, jasa Derus dimanfaatkan oleh jaringan AS dan jaringan DR.
Akan tetapi, keterlibatan Derus dalam jaringan mafia tidak diketahui oleh tetangganya sebelum ia ditangkap. Keahlian sebagai pemalsu sertifikat juga tidak tenar di tempatnya bermukim, yakni di kawasan Vila Nusa Indah, Kelurahan Bojong Kulur, Kabupaten Bogor.
Di perumahan yang sudah dihuni bersama keluarga selama 22 tahun itu, Derus sebenarnya tergolong berkecukupan.
”Rumahnya itu sebenarnya dua kapling yang disatukan. Yang satu dibeli dari tetangganya yang pindah, kira-kira 10 tahun lalu, deh. Satu rumah luas tanahnya 72 meter persegi,” papar Yulia, yang sebelumnya tetangga Derus, Senin (19/4/2021).
Rumah yang berjarak 31 kilometer dari Cibinong, ibu kota Kabupaten Bogor, itu kini telah beralih kepemilikan. Tak lama sebelum Derus ditangkap polisi, rumah itu sudah dijual lantaran keluarga ini terlilit utang.
Istri dan anak-anak Derus juga sudah pindah. Yulia yang sebelumnya akrab dengan istri Derus bahkan tidak tahu ke mana keluarga itu pindah. ”Nomor teleponnya juga sudah ganti,” ucapnya.
Di kalangan tetangganya, Derus dikenal sebagai warga yang aktif, bahkan dia pernah menjadi pengurus RT selama satu periode selama tiga tahun. Kepada tetangga, Derus mengatakan bahwa ia bekerja di kantor notaris milik kakaknya. ”Dia orangnya aktif. Royal juga kalau diminta sumbangan lingkungan. Pas ada kejadian itu (Derus tertangkap), kami kaget juga,” ujar Yulia.
Otak berbagai kasus
Apa yang terjadi pada RH dan Derus rupanya juga terjadi pada pelaku dengan level otak atau dalang dalam jaringan mafia tanah, yakni DR. Sebelum meringkuk di Rutan Kelas 1 Pondok Bambu, wanita 59 tahun ini menjadi otak berbagai kasus mafia tanah.
Dari penelusuran melalui berkas putusan pengadilan, DR terlibat setidaknya dalam enam kasus perkara rumah dan properti. Semua rumah yang disasar bernilai belasan hingga puluhan miliar rupiah. Setiap kali menggadaikan sertifikat tanah rumah mewah itu, DR dan komplotan bisa meraup miliaran rupiah.
Setelah membidani berbagai kasus mafia tanah, DR semestinya memperoleh banyak uang. Nyatanya, sebelum diringkus polisi, DR bahkan tak punya rumah pribadi. Sebuah alamat di Ciputat disebut DR dalam sebuah berkas perkara.
Junior B Gregorius, kuasa hukum DR, mengatakan, rumah itu hanya disewa DR. DR juga pernah mengajak Greg bertemu di sebuah mal di Cilandak. ”Ia sewa juga apartemen di sekitar mal itu,” katanya.
Memiliki rumah tampaknya bukan prioritas bagi DR. Ia lebih memilih menghabiskan uang miliaran yang didapat dari mengagunkan sertifikat milik orang lain.
Ia juga sering meminjamkan uang ke orang-orang di sekitarnya, tetapi nama peminjam tak pernah diingatnya. ”Dia menikmati hasil penipuannya sekitar 10 persen saja. Yang lain dibagi ke yang andil. Siapa saja yang minta—kalau dia pas ada duit—dikasih. Pernah dia dapat Rp 30 miliar, habis enggak sampai satu minggu di dia,” papar Greg.
Pada kartu tanda penduduk DR tertera alamat perumahan mewah di Kelurahan Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan. Saat didatangi, rumah bercat putih-biru muda itu memiliki dua lantai dengan sebuah garasi di rubanah. Tanaman mengelilingi sekitar halaman yang tak berpagar itu. Di tempat itu, orangtua dan saudara kandung DR masih tinggal.
Semestinya, DR bisa hidup berkecukupan bersama keluarga intinya itu. Sang ayah pernah menjabat sebagai direktur sebuah BUMN karya di tahun 1980-an. Namun, kasus di sekitar DR membuatnya diusir dari rumah. Nama DR pun tak lagi dikenal di rumah itu. Salah seorang penjaga rumah mengatakan, di rumah itu tidak ada yang bernama DR dan dia pun tidak mengenal nama itu.
Greg membenarkan bahwa alamat itu adalah rumah keluarga DR. ”Dia sudah lama tidak tinggal di situ. Diusir oleh keluarganya,” ujarnya.
Begitulah hasil kejahatan justru berbuah kesengsaraan, baik bagi diri pelaku maupun orang-orang tercinta di sekitarnya.