JAKARTA, KOMPAS — Salah satu hal terpenting mencegah menjadi korban mafia tanah adalah dengan tidak membiarkan sertifikat tanah berpindah tangan kepada pihak lain dengan alasan apa pun. Saat dipegang pihak lain, sertifikat rawan digandakan atau dibalik nama menjadi milik orang lain tanpa sepengetahuan pemilik asli. Sertifikat palsu itulah yang kemudian dimanfaatkan pelaku mafia tanah untuk meraup keuntungan pribadi.
Pelaku mafia tanah yang berpura-pura sebagai pembeli biasanya meminjam sertifikat tanah dengan alasan mengecek keaslian sertifikat itu di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) daerah setempat. Langkah ini lumrah karena pembeli memang perlu memastikan keabsahan sertifikat. Begitu pula dengan notaris yang akan membuat akta terkait pembelian properti ini.
Biasanya para pelaku itu juga memberikan uang muka ratusan juta hingga miliar rupiah untuk meyakinkan pemilik rumah bahwa mereka adalah pembeli serius. Uang muka ini juga menanamkan kepercayaan dari pemilik sehingga mereka bersedia memberikan sertifikat tanah kepada para pelaku.
Sertifikat tanah digandakan atau dibalik nama menjadi nama orang lain tanpa sepengetahuan pemilik rumah. Sertifikat palsu diserahkan ke pemilik. Adapun pelaku lalu memanfaatkan sertifikat asli untuk keuntungan pribadinya, baik dengan cara digadaikan ke lembaga keuangan maupun menjual rumah itu dengan mengaku sebagai pemilik rumah.
Kasus teranyar menimpa Zurni Hasjim Djalal pada rumahnya di Cilandak, Jakarta Selatan. Setelah uang muka diberikan, sertifikat tanah miliknya diambil oleh mafia tanah. Setelah nama di sertifikat berubah, sindikat ini menggandakan sertifikat di koperasi.
Sertifikat yang dimanfaatkan oleh mafia tanah juga menimpa Indra saat hendak menjual rumahnya di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, pada 2019. Setelah terjadi kesepakatan jual beli, para pelaku yang berpura-pura menjadi pembeli meminta fotokopi sertifikat tanah. Berbekal salinan sertifikat itu, komplotan ini membuat sertifikat palsu yang bentuk fisiknya amat menyerupai sertifikat asli.
Pelaku mafia tanah yang berpura-pura sebagai pembeli biasanya meminjam sertifikat tanah dengan alasan mengecek keaslian sertifikat itu di kantor Badan Pertanahan Nasional daerah setempat.
Pertukaran antara sertifikat asli dan yang palsu ini terjadi setelah proses pengecekan sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Salah satu anggota komplotan ini meminjam sertifikat dengan alasan akan difotokopi di sekitar lokasi itu. Sejak saat itulah pihak Indra memegang sertifikat palsu.
Rumah itu pun dijual lagi ke pihak lain tanpa sepengetahuan Indra.
Guru Besar Ilmu Pertanahan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Nurhasan Ismail menjelaskan, salah satu upaya agar tidak menjadi korban mafia tanah adalah tidak mudah meminjamkan sertifikat tanah ke pihak lain.
”Jangan mudah meminjamkan sertifikat tanah kepada orang lain. Entah dengan iming-iming mau dibeli atau tidak. Sebab, bagaimanapun, dokumen kepemilikan tanah ini tetap menjadi obyek dari jaringan mafia ini,” ujar Nurhasan yang dihubungi, Minggu (18/4/2021).
Hal senada dikatakan Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Taufiqulhadi. ”Jangan perlihatkan sertifikat kepada orang lain karena bisa disalahgunakan,” ujarnya.
Menurut Kepala Subdirektorat Harta Benda Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Dwiasi Wiyatputera, apabila dalam proses jual beli rumah, baik pembeli maupun penjual ingin mengecek keaslian sertifikat, proses itu bisa dilakukan bersama tanpa meminjamkan sertifikat.
”Solusinya, bersama-sama mengecek dengan datang ke notaris pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan BPN. Itu akan mencegah kejahatan mafia,” ujar Dwiasi.
Ia menjelaskan, blangko sertifikat yang asli memiliki ciri khusus yang hanya diketahui petugas BPN. Selain itu, petugas BPN juga memiliki kemampuan untuk mengecek keaslian sertifikat tersebut.
”Jika itu palsu, nanti akan diberi cap, bukan produk BPN,” terang Dwiasi.
Sekretaris Umum Ikatan Notaris Indonesia (INI) Tri Firdaus Akbarsyah menjelaskan, peran notaris menjadi penting karena mereka juga harus memastikan keabsahan sertifikat yang akan digunakan dalam proses jual-beli. Karena itu, notaris wajib memastikan sertifikat itu asli, bukan palsu, sebelum proses pembuatan akta.
Untuk itu, sebelum membuat dokumen di notaris, ada baiknya penjual dan pembeli mengecek identitas notaris di situs INI. Jangan sampai dokumen sepenting sertifikat tanah jatuh ke tangan notaris palsu. ”Hanya ada satu asosiasi profesi notaris di Indonesia, yaitu INI. Setiap notaris yang resmi tercatat di sini,” ujar Tri yang ditemui di kantornya, Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan, Senin (26/4/2021).
Langkah pencegahan lainnya adalah pihak pembeli, penjual, dan notaris juga bisa bersama-sama mengecek keaslian sertifikat ke BPN.
Sementara untuk mencegah penipuan figur palsu, INI tengah menjajaki kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri agar setiap notaris mempunyai mesin pembaca KTP. Mesin itu bisa mendeteksi KTP asli dengan yang palsu karena identitas KTP akan dicocokkan dengan pemilik lewat sidik jari.
”Dengan alat ini, figur palsu bisa terlacak. Ini bisa mencegah modus mafia tanah,” ujar Tri.
Kalau Anda punya tanah, kuasailah tanah itu secara terus-menerus. Bikinlah pagar atau pasang plang kepemilikan. Tidak cukup hanya menyuruh orang berjaga, karena dia bisa saja lama-lama berbalik untuk menjual tanah itu.
Jangan ditelantarkan
Selain menjaga agar sertifikat tidak berpindah tangan, tips lain agar tidak menjadi korban mafia tanah adalah tidak menelantarkan aset tanah atau rumah. ”Kalau punya tanah, ya benar-benar dimanfaatkan, jangan dibiarkan kosong,” ujar Nurhasan.
Dalam berbagai kasus mafia tanah, tanah atau bangunan yang terbengkalai selama bertahun-tahun menjadi incaran mafia tanah untuk diambil alih kepemilikannya.
Hal senada disampaikan Taufiqulhadi. ”Kalau Anda punya tanah, kuasailah tanah itu secara terus-menerus. Bikinlah pagar atau pasang plang kepemilikan. Tidak cukup hanya menyuruh orang berjaga, karena dia bisa saja lama-lama berbalik untuk menjual tanah itu,” ujarnya.
Pelaku mafia tanah juga sering kali berperan sebagai broker jual beli rumah. Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (Arebi) Lukas Bong mengakui, hal itu meresahkan broker resmi yang bekerja sesuai aturan dan kode etik.
Untuk mencegah agar tidak terperangkap oleh mafia tanah yang mengaku sebagai broker, Lukas menganjurkan pembeli mengecek identitas broker tersebut. Ia menjelaskan, staf broker yang resmi bekerja di perusahaan resmi yang tercatat sebagai anggota asosiasi dan punya alamat yang jelas. Sementara broker abal-abal tidak memiliki itu. Calon pengguna jasa broker—baik penjual maupun pembeli—bisa mengecek identitas broker itu di Arebi sebagai antisipasi adanya mafia tanah yang berpura-pura sebagai broker.
”Saat transaksi juga, pasti menggunakan rekening perusahaan tempatnya bekerja, bukan rekening pribadi broker itu. Kami taat hukum dan taat pajak,” kata Lukas.
Dino Patti Djalal, putra Zurni, mengungkapkan, banyak orang tidak sadar, sertifikat itu bernilai seperti halnya uang. Bahkan, menurut dia, sertifikat lebih bermanfaat ketimbang emas.
”Sertifikat rumah itu bernilai. Misalkan harga rumahnya Rp 30 miliar. Kalau itu emas batangan, butuh berapa kilogram hingga Rp 30 miliar? Kalau sertifikat, hanya satu kertas. Nah, banyak orang yang tidak sadar kasih sertifikat ke orang lain, seperti ibu saya,” ujar Dino.