Antisipasi Kesemrawutan, Satgas Kota Bogor Rekayasa Lalu Lintas di Pasar Kebon Kembang
Tidak ingin seperti peristiwa kerumunan di Pasar Tanah Abang, Satgas Kota Bogor berlakukan rekayasa lalin. Sayangnya jumlah petugas tak sebanding dengan jumlah pengunjung. Prokes pun tak maksimal terawasi.
Oleh
AGUIDO ADRI
·6 menit baca
BOGOR, KOMPAS – Satuan tugas penanganan Covid-19 Kota Bogor menerapkan rekayasa arus lalu lintas dari dan menuju Pasar Kebon Kembang atau Pasar Anyar, Bogor Tengah. Rekayasa lalu lintas ini untuk mengantisipasi kesemrawutan akibat tingginya trafik kunjungan warga ke pasar menjelang Idul Fitri.
Wali kota Bogor Bima Arya mengatakan, Pasar Kebon Kembang setiap menjelang Lebaran selalu ramai pengunjung. Hal itu menjadi antensi pemerintah, bukan saja soal kesemrawutan dan kebersihan, tetapi lebih dalam lagi terkait upaya mencegah naiknya kasus lonjakan Covid-19.
“Kota Bogor kemarin mencatatkan angka terendah sepanjang masa pandemi, satu hari hanya 13 kasus, relatif terkendali. Namun, secara nasional ada indikasi Covid-19 naik. Untuk itu perlu ada upaya untuk menekan lonjakan kasus. Kami berlakukan rekayasa lalu lintas untuk antisipasi kesemrawutan” kata Bima, Rabu (5/5/2021).
Jika pasar penuh, mal penuh, sangat mungkin kami melakukan kebijakan untuk menutup sementara
Kelalaiaan, abai, dan lengah, kata Bima, menyebabkan kasus Covid-19 berpotensi naik. Kerumunan warga, mobilitas warga di mal dan pasar perlu diantisipasi dengan kebijakan dan pengawasan agar warga taat mengikutinya.
Bima mengimbau warga untuk mempertimbangkan atau berpikir lagi apabila ingin pergi atau mengunjungi tempat umum.
“Karena kami akan menerapkan kebijakan yang sangat ketat. Jika pasar penuh, mal penuh, sangat mungkin kami melakukan kebijakan untuk menutup sementara. Termasuk di pasar ini. Kita mulai antisipasi sampai dinyatakan selesainya masa-masa penuh kesiagaan,” tutur Bima.
Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro menjelaskan, ada beberapa langkah Satgas Covid-19 Kota Bogor dalam menerapkan rekayasa terbatas arus lalu lintas dari dan menuju Pasar Kebon Kembang.
Akses menuju Pasar Kebon Kembang, hanya ada dua arus melalui Jalan Dewi Sartika dan Jalan Sawo Jajar. Kemudian untuk akses keluar hanya satu melalui Jalan Pengadilan. Apabila Jalan Dewi Sartika dalam situasi padat maka hanya boleh dilalui oleh angkutan umum dan taksi atau ojek daring. Untuk kendaraan pribadi akan dibatasi.
Ia menambahkan, dari pagi sampai dengan pukul 12.00, bisa diakses kendaraan pribadi. Namun, setelah pukul 12.00-18.00 untuk kendaraan umum.
“Namun, itu sifatnya situasional apabila dibutuhkan atau sangat padat. Ingat ini adalah gedung bangunan, area tertutup, sehingga kami membatasi betul agar tidak berdesakan di area dalam,” kata Susatyo.
Selanjutnya, terkait dengan pengawasan protokol kesehatan akan dibuat checkpoint di dalam maupun luar gedung pasar. “Sehingga sistemnya kalau dalam gedung Blok A sampai dengan Blok F ini penuh, maka akan menghubungi tim yang ada di luar, kami akan melakukan kesiagaan,” kata Susatyo.
Untuk angkutan perkotaan (angkot), lanjut Susatyo, aturan kapasitas maksimal penumpang 50 persen sehingga tidak ada yang ngetem sampai penumpang penuh. Jika sudah terisi lima penumpang, maka harus jalan agar tidak terjadi antrean juga.
Rekayasa lalu lintas ini juga berdampak pada sistem bongkar muat yang hanya diperbolehkan pada pukul 00.00-09.00. Di luar jam tersebut, truk atau angkutan lainnya tidak boleh bongkar muat karena akan memenuhi arus jalan.
“Dan yang terakhir, ini juga penting. Selain dimensi ekonomi dan kesehatan, kami juga perlu memperhatikan dimensi keselamatan masyarakat apabila terjadi kondisi darurat. Maka setiap ruas jalan di area Kebon Kembang ini harus bisa dilalui kendaraan darurat seperti damkar, ambulance dan lain sebagainya,” kata Susatyo.
Apabila ada parkiran atau pun lapak-lapak yang menutup ruas jalan sehingga tidak bisa dilalui oleh kendaraan operasional darurat maka petugas akan membongkar. untuk alasan keselamatan.
“Sekali lagi ini kita bertaruh untuk keselamatan masyarakat. Kita tidak ingin ada kejadian darurat. Namun, kita harus bisa mengevakuasi secara cepat sehingga mohon kebijakan ini bisa dimaklumi,” kata Susatyo.
Lewat kebijakan ini, Satgas Covid-19 Kota Bogor berusaha agar pasar dan roda perekonomian bergerak, tetapi yang datang berkunjung juga bisa selamat kesehatannya.
Tak patuh
Hingga pukul 14.30, susana Pasar Kebon Kembang ramai dikunjungi warga yang berbelanja kebutuhan harian dan Lebaran. Meski, sudah tersedia blok-blok atau lapak untuk berjualan, banyak pedagang musiman membuka lapak di tepi badan jalan (pasar kaget).
Sejumlah petugas gabungan seperti polisi dan dinas perhubungan mengatur arus lalu lintas menghalau kendaraan yang hendak masuk ke area pasar. Tampak pula petugas Satuan Polisi Pamong Praja berjalan keliling pasar untuk mengawasi protokol kesehatan warga.
Beberapa warga yang tak mengenakan masker mendapat teguran dari petugas. Namun, jumlah petugas tidak sebanding dengan banyaknya pengunjung. Tanpa pengawasan langsung oleh petugas banyak warga yang bebas tidak mengenakan masker.
Aria Ramdhan (37), warga Bubulak, Bogor Barat, datang ke Pasar Kebon Kembang bersama istrinya dan anaknya (5) yang tak mengenakan masker. Aria pun hanya mengenakan masker di dagunya. Hanya istrinya saja yang menggunakan masker.
Aria tak takut tertular dan berani membawa istri dan anaknya ke dalam kerumunan massa, karena merasa situasi pandemi sudah aman dan tidak membahayakan.
“Aman kok, kan, saat ini pandemi sudah landai, orang-orang sudah beraktivitas bebas. Saya sudah vaksin juga. Mau sampai kapan dikurung di rumah terus. Ini sudah aman. Ya, masa anak saya tinggal sendiri di rumah, saya bawa dong,” kata Aria.
Ratna Tiasih (40), warga Tanah Sareal, Bogor Tengah, juga datang bersama anak perempuan (7), tanpa mengenakan pasar.
“Belanjanya sekarang biar enggak terlalu ramai. Ini saya beli kurma, pakaian, dan barang-barang dapur. Ya, biasakan tiap tahun pasti ramai. Mau bagaimana? Kita kan butuh belanja kebutuhan untuk lebaran nanti. Enggak boleh dilarang dong,” kata Ratna dengan nada tinggi.
Ini kan situasi beda (pandemi), jadi, ya, kita sesuaikan juga situasinya. Kami tak beli apa-apa kecuali kebutuhan harian dapur, tetap bisa merayakan lebaran kok, masih bisa shalat kok (Rudi)
Teja (45), warga Menteng, Bogor Barat, mengatakan, pemerintah tidak bisa melarang atau memaksa warga untuk tidak keluar rumah karena alasan pandemi atau menekan potensi penularan. Warga butuh belanja karena musim saat ini banyak diskon. Kesempatan itu tentu dimanfaatkan betul oleh warga.
Rudi (56), warga Panaragan Kidul, Bogor Tengah, mengaku tak habis pikir dengan sejumlah warga yang masih keluyuran bebas tanpa protokol kesehatan ketat apalagi sampai menimbulkan kerumunan.
“Lonjakan kasus hanya tinggal tunggu waktu saja. Siap-siap rumah sakit penuh. Jika ini terjadi kerugian besar untuk kita karena tidak patuh aturan dan prokes. Merasa bahwa yang dilakukan tidak bahaya untuk diri dan keluarga, itu kacau. Ini kapan kita bisa bebas jika prokes tak patuh? konsekuesi kenaikan kasus harus ditanggung semua pihak. Kita seperti tak pernah belajar,” kata Rudi kesal.
Menurut Rudi, kebutuhan hari raya bukan suatu hal mendesak sehingga tak perlu pergi ke pasar untuk belanja dan menimbulkan keramaian.
“Kenapa harus membahayakan diri, keluarga, dan lingkungan sekitar untuk sebuah pakaian baru? Ini kan situasi beda (pandemi), jadi, ya, kita sesuaikan juga situasinya. Kami tak beli apa-apa kecuali kebutuhan harian dapur, tetap bisa merayakan lebaran kok, masih bisa shalat kok,” tutur Rudi.