Rekayasa Perjalanan KRL di Tanah Abang Sebaiknya Hanya di Akhir Pekan
Rekayasa perjalanan dengan peniadaan layanan KRL pukul 15.00-19.00 dari Stasiun Tanah Abang membuat para penumpang reguler terdampak. Layanan sebaiknya kembali normal dan pengelola pasar membuat penyesuaian jadwal pasar.
Oleh
Helena F Nababan
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peniadaan layanan kereta komuter pada pukul 15.00-19.00 membuat penumpang reguler KRL untuk rute tujuan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, kerepotan dan harus mengeluarkan ongkos lebih banyak untuk berganti moda angkutan lain. PT KRL Commuter Jabodetabek dan pengelola Stasiun Tanah Abang pun didorong mengembalikan jadwal layanan ke jadwal semula pada hari kerja. Pengaturan diperketat disarankan hanya dilakukan pada akhir pekan untuk mengurai kepadatan penumpang.
Wietasari (30), karyawan swasta yang bekerja di Pasar Baru, Jakarta Pusat, dan ditemui di Stasiun Tanah Abang, mempertanyakan pengaturan peniadaan layanan pada jam-jam itu. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang menyiapkan armada bus gratis ke stasiun-stasiun pemberhentian alternatif. Namun, Wieta melihat ongkos menuju ke stasiun pemberangkatan alternatif tetap menguras ongkos.
”Dari Pasar Baru saya biasanya naik Transjakarta menuju Stasiun Tanah Abang, langsung naik KRL menuju Stasiun Pondok Ranji. Dari Pondok Ranji ke rumah, ada angkot,” kata Wieta.
Dengan peniadaan itu, ia harus mencari angkutan alternatif ke Stasiun Palmerah dari Pasar Baru. ”Selain ongkos lebih mahal, waktu tempuh lebih lama. Itu baru waktu menuju Stasiun Palmerah,” katanya.
Menuju ke Tangerang Selatan, kata Wieta, juga ada MRT. Namun, dari Stasiun Lebak Bulus ke rumah, diakui Wieta, masih cukup jauh. ”Ongkos bisa dua kali lipat kalau naik MRT dibandingkan kalau naik KRL untuk turun di Pondok Ranji. Belum lagi macet di Deplu,” keluhnya.
Annisa (29), warga Depok, juga mengeluhkan hal yang sama. Meski masih pandemi, kantor tempat ia bekerja sudah memintanya masuk ke kantor. Ia mengandalkan KRL dari Depok menuju kantornya di Jalan Abdul Muis.
”Kalau naik bus gratis yang katanya disiapkan, saya malas berkerumun di bus bersama pengunjung pasar. Jadi, saya naik ojek daring dari kantor ke Stasiun Gondangdia yang lebih lancar dibandingkan saya ke Stasiun Karet yang lebih ribet jalannya. Ongkos jauh lebih mahal jadinya,” katanya.
Yayat Supriatna, pengamat tata kota, menilai, pengaturan peniadaan layanan KRL itu merupakan persoalan besar terkait skenario pengelolaan pasar dan perjalanan komuter. Menurut Yayat, ada skenario yang persiapannya tidak matang karena tidak memperhitungkan jam pasar ditutup dan jam pulang kerja. ”Ini ada benturan, yang jadi korban adalah pekerja komuter,” katanya.
Untuk itu, sebelum menerapkan kebijakan peniadaan jam layanan KRL, seharusnya ada perhitungan detail berapa banyak kontribusi penumpang yang hanya mau berbelanja pada total penumpang di Stasiun Tanah Abang, juga penumpang reguler. Lalu, juga ada pemetaan pola perilaku penumpang. Dengan demikian, akan ketahuan, pada hari apa saja penumpang musiman berbelanja dan puncak kepadatan pada hari apa saja.
”Sayangnya, pengaturan peniadaan jam layanan itu tidak memperhatikan penumpang pada hari kerja, Senin-Jumat. Kemudian, kepadatan yang terjadi pada Sabtu dan Minggu lalu disamaratakan dengan hari biasa. Implikasinya pada pekerja yang akhirnya terpaksa tidak mendapat layanan,” ujar Yayat.
Yayat melihat, untuk pengaturan kepadatan dan kerumunan di Stasiun Tanah Abang akibat banyaknya warga yang berbelanja di Pasar Tanah Abang, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan sesaat tanpa skenario hari libur dan hari biasa. ”Seharusnya dibedakan, saat Sabtu-Minggu dan hari biasa saat orang tidak belanja,” ujar Yayat.
Belum lagi, dengan penyediaan bus gratis, yang terjadi adalah memunculkan kepadatan dan kerumunan di stasiun alternatif yang merupakan pemberhentian terakhir. Sebagai simpul transportasi, kata Yayat, Stasiun Tanah Abang memiliki feeder atau kendaraan pengumpan yang sangat baik dan jumlahnya banyak. Sementara di stasiun lain tidak banyak.
”Transportasi feeder atau pengumpan di stasiun lain tidak sebaik feeder ke Tanah Abang. Feeder ke Tanah Abang sudah banyak, melayani pergerakan lokal di dalam wilayah Jakarta atau perkantoran sehingga ketika ada pemindahan ke stasiun lain tidak begitu maksimal walau gratis,” katanya.
Untuk itu, Yayat menyarankan, sebaiknya jam operasional KRL pada hari biasa atau hari kerja dibuka. Sementara untuk akhir pekan dilakukan pengaturan dengan ditambahkan pengawasan di area Tanah Abang.
Pengelola pasar Tanah Abang, disebut Yayat, juga harus melakukan penyesuaian operasi. Di antaranya menetapkan kios ganjil genap, mengurangi beban pasar dengan menerapkan buka tutup, memperpanjang jam buka pasar sampai malam, hingga mengembangkan pasar-pasar pusat belanja yang ada dengan dilengkapi sarana transportasi umum yang baik supaya masyarakat punya pilihan.
Upaya-upaya itu diharapkan bisa mengatur jumlah pembeli hingga 50 persen sehingga pola perjalanan masyarakat akan berubah, akan ada pembatasan. Pengaturan di pasar akan menghindarkan tubrukan dengan penumpang pada jam pulang kerja.
Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, menjelaskan, dari evaluasi yang dilakukan Dishub DKI dari hari pertama rekayasa perjalanan dengan adanya peniadaan jam layanan KRL pada pukul 15.00-19.00 di Stasiun Tanah Abang, merupakan upaya untuk memecah kepadatan di stasiun tersebut. Penumpang dibuat tidak menumpuk di Stasiun Tanah Abang saja, tetapi disebar, dibagi ke lima stasiun, seperti Stasiun Karet, Stasiun Palmerah, Stasiun Duri, Stasiun Angke, dan Stasiun Gondangdia.
Adapun dari evaluasi pada rekayasa perjalanan hari pertama, Syafrin mengungkapkan, sebelum pukul 19.00 sempat terjadi antrean di depan Stasiun Tanah Abang. Itu adalah antrean para pekerja yang akan pulang. Mereka antre menunggu waktu dibukanya stasiun pada pukul 19.00.
”Tetapi, dari hasil pemantauan kami, tidak terjadi kepadatan yang drastis seperti sebelumnya. Artinya, keseluruhannya berjalan cukup baik sehingga untuk hari ini penerapan penutupan Stasiun Tanah Abang tetap pada pukul 15.00-19.00,” kata Syafrin.
Erni Sylvianne Purba, VP Corporate Communications PT Kereta Api Indonesia Commuter (PT KAI Commuter), melalui keterangan tertulis, menyatakan, berdasarkan evaluasi terhadap pelaksanaan penyesuaian layanan pada hari pertama Senin (3/5/2021), mulai Selasa (4/5/2021) pengguna KRL akan diizinkan transit atau berganti kereta di Stasiun Tanah Abang. Meski begitu, Stasiun Tanah Abang tetap tidak melayani pengguna yang hendak keluar ataupun masuk stasiun pada pukul 15.00-19.00.
Mulai Selasa (4/5/2021) pengguna KRL akan diizinkan transit atau berganti kereta di Stasiun Tanah Abang. Meski begitu, Stasiun Tanah Abang tetap tidak melayani pengguna yang hendak keluar ataupun masuk stasiun pada pukul 15.00-19.00.
Pada jam sibuk pagi dan sore hari, petugas melakukan penyekatan di stasiun padat. Misalnya, di Stasiun Palmerah yang merupakan satu dari lima stasiun alternatif karena ada rekayasa perjalanan, untuk keberangkatan sore hingga malam dilakukan penyekatan yang dibagi dalam beberapa zona.
Penyekatan bertujuan untuk menghitung jumlah pengguna yang naik KRL sesuai kuota setiap stasiun. Penyekatan di Stasiun Palmerah dibagi dalam beberapa zona, yaitu saat pengguna akan masuk stasiun, di hall tengah stasiun, hingga ujung di depan pos kesehatan untuk selanjutnya diarahkan menuju peron satu.
Sebagai dampak ditutupnya Stasiun Tanah Abang, kuota pengguna yang dapat naik ke setiap rangkaian KRL dari Stasiun Palmerah juga bertambah. Tambahan kuota diambil dari Stasiun Tanah Abang yang sementara tidak melayani pengguna.
Secara keseluruhan, untuk penumpang KRL pada Senin hingga pukul 21.00, jumlah pengguna KRL di seluruh stasiun mencapai 455.627 orang atau bertambah 7 persen dibandingkan dengan Senin (26/4/2021) pekan lalu di waktu yang sama yang sebanyak 423.623 orang. Untuk penumpang di Stasiun Tanah Abang tercatat volume pengguna mencapai 31.325 orang.