Jalan Kesembuhan Tanah Abang
Para pembeli yang berdatangan menjelang Lebaran 2021 menjadi penyambung hidup bagi para pedagang di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Jelang Lebaran tahun lalu, pandemi memaksa mereka menutup kios dan lapak.
JAKARTA, KOMPAS — Kedigdayaan Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat meredup di hampir sepanjang 2020. Penutupan pasar akibat hawar Covid-19 jadi biangnya. Tahun ini, perekonomian pasar tekstil terbesar se-Asia Tenggara tersebut punya kesempatan untuk pulih meski masih terhuyung-huyung. Berduyun-duyunnya pembeli menjelang Lebaran 2021 jadi jalan kesembuhan.
Suasana menjelang Idul Fitri begitu kental di Blok A, B, dan F Pasar Tanah Abang, dalam pantauan Kompas, sepekan terakhir. Warga berduyun-duyun berkeliling mencari sandang yang diidamkan bakal dipakai pada hari raya.
Sejumlah penjual menghelat dagangannya sampai memakan sebagian akses berjalan kaki. Saat seorang pembeli berhenti untuk mengamati pakaian yang digantung di kios, arus lalu lintas pejalan kaki di belakangnya pun sedikit tersendat. Mereka mesti bergegas menyalip agar tidak berpapasan dengan arus pembeli yang berlawanan arah.
Para pemborong menyewa jasa kuli untuk memanggul bungkusan besar baju yang sudah dibeli. Mereka yang ingin menghemat pengeluaran untuk jasa porter memilih menali tas keresek belanjaan dan menyeretnya sambil melihat-lihat lagi pakaian di deretan kios.
Pemandangan Tanah Abang ini seperti sudah tidak ada pandemi. Penanda masa wabah hanyalah masker yang menutupi mulut dan dagu para pembeli serta pedagang. Pembeli juga meriuhkan lapak-lapak sandang di Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM) Tanah Abang). Asih (30), misalnya, berkeliling mencari baju lagi bersama suami dan dua anaknya. ”Ini cari baju koko, terus kerudung,” ucapnya saat ditemui pada Rabu (28/4/2021) di suatu kios di Pasar Tanah Abang.
Asih sudah menenteng keresek berisi baju gamis. Dibukanya Tanah Abang menjelang Lebaran 2021 ini jadi kesempatan bagi dia untuk mencari baju yang lebih murah. Di dekat rumah mereka di kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi, sepotong baju gamis lebih mahal Rp 20.000 dibandingkan di Tanah Abang.
Pemandangan Tanah Abang ini seperti sudah tidak ada pandemi. Penanda masa wabah hanyalah masker yang menutupi mulut dan dagu para pembeli serta pedagang. Pembeli juga meriuhkan lapak-lapak sandang di Jembatan Penyeberangan Multiguna.
Mereka berempat rela berboncengan sepeda motor dari Cikarang demi ”menunaikan” tradisi belanja menuju hari raya. Rasa penasaran Asih terhadap kabar murah meriahnya harga busana di Tanah Abang mengalahkan rasa takutnya terhadap virus korona penyebab Covid-19.
Ada pula konsumen yang menyambangi Tanah Abang untuk menjual kembali baju-baju yang dibelinya, seperti Meliana (32). Ia menawarkan pakaian secara daring, terutama baju koko. ”Aku hitungannya seminggu sekali ke sini, tergantung ada pesanan,” ujarnya.
Meliana bersiap pulang ke Palmerah, Jakarta Barat, setelah mendapatkan 15 potong baju koko dari kios langganannya. Dari harga 110.000 per pakaian, ia bakal menjualnya Rp 130.000 per potong. Omzet dari dagang daring sekitar Rp 2 juta per minggu.
Kedatangan Asih, Meliana, dan para pembeli lainnya menjadi penyambung hidup bagi para pedagang di kawasan Tanah Abang yang sempat terempas wabah. Pada 2020, Perumda Pasar Jaya terpaksa menutup kios dan lapak nonpangan di pasar tersebut demi menekan kemunculan kerumunan yang bisa menggencarkan penularan Covid-19.
Lihat juga: Mulai Jumat, Blok A, Blok B, dan Blok F Pasar Tanah Abang Tutup Sementara
Pedagang di Blok A Central Tanah Abang, Jamilus (50), baru bisa menawarkan gamis-gamis yang didatangkannya dari usaha konfeksi di Bandung tahun ini. Sedianya, gamis-gamis itu dijual untuk menyambut Idul Fitri 1441 H, akhir Mei tahun lalu.
Namun, keramaian di Tanah Abang akhir-akhir ini belum semenggairahkan sebelum pandemi. ”Dulu sehari rata-rata terjual 20 kodi (satu kodi berarti 20 potong), sekarang satu kodi dua hari,” kata Jamilus.
Sebelum wabah, pelanggan dari luar Jawa jadi andalan bagi Jamilus. Mereka, antara l,ain, datang dari Aceh; Makassar, Sulawesi Selatan; Surabaya, Jawa Timur; Manado Sulawesi Utara; Ambon, Maluku, dan ada pula yang dari Malaysia langsung bertandang ke kios Jamilus.
Menurut Jamilus, mereka kebanyakan hendak menjual lagi secara grosiran di daerah masing-masing. Setiap orang bisa membeli sampai 6.000 potong gamis, tetapi itu dulu.
Kini banyak yang mengurungkan niatnya bepergian lintas provinsi. Selain karena virus masih mengancam, biaya membengkak dengan adanya kewajiban tes Covid-19 sebelum naik angkutan.
Jamilus pun sekarang lebih menyandarkan harapan kepada pembeli-pembeli asal Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang lebih sensitif terhadap tren mode serta harga. Ia mesti memotong harga jual agar gamis-gamisnya segera laku. Contohnya, gamis yang biasanya dilepas dengan harga Rp 300.000 kini dijual seharga Rp 270.000 per potong. Yang tadinya Rp 250.000 menjadi Rp 235.000 per potong.
Senada dengan Jamilus, pemilik toko New Shaqeena di Blok F, Neneng Ratikah (49), mengeluhkan makin rumitnya bepergian selama wabah Covid-19. Sebab, 80 persen pelanggannya datang dari Makassar.
Tanpa menyebut nominalnya, Neneng menyatakan, omzet penjualan pakaian syar’i di tokonya terjun 70 persen dibandingkan sebelum pandemi. ’Dulu, tiga bulan pas mau puasa, alhamdulillah (pendapatan) per harinya,” tuturnya.
Namun, menyerah bukanlah pilihan bagi Jamilus dan Neneng. Seperti orang sakit yang mesti melawan penderitaan untuk sembuh, masa sekarang merupakan masa perjuangan bagi para pedagang Tanah Abang.
Pandemi juga memaksa sejumlah penjual untuk belajar memperluas cakupan pasar menggunakan teknologi internet. Neneng, misalnya, mendayagunakan akun Instagram @newshaqeena serta menempatkan foto dan video pakaian syar’i beragam warna dan motif di sana. ”Kalau online, awalnya pembeli mungkin ragu karena sering tertipu. Saya bilang, saya ada toko ada alamatnya, dan saya foto (produk) apa adanya, tidak direkayasa,” ujarnya.
Baca juga: Dua Ramadhan Tersulit bagi Grosir Pakaian di Tanah Abang
Untuk meningkatkan kemampuan pemasarannya, Neneng rajin mengikuti beragam pelatihan penjualan produk secara daring. Alhasil, terdapat pemesan asal Malaysia dan Singapura yang sudah mengulang pemesanan baju secara daring setelah terpikat dengan iklan produk-produk New Shaqeena di Instagram.
Inilah rupa perjuangan di Pasar Tanah Abang. Lebaran 2021 jadi jalan kesembuhan kesejahteraan pedagang di sana seusai ambruk akibat korona tahun lalu. Namun, di satu sisi situasi Tanah Abang yang ramai tersebut memicu kontroversi. Pasalnya, penjual dan pembeli yang berdesak-desakan, dan hampir tanpa jarak sebagaimana terlihat dalam sepekan terakhir, memunculkan kekhawatiran akan risiko penularan Covid-19.
Antisipasi lemah
Kendati demikian, fenomena ini bukan sepenuhnya kesalahan penjual atau pembeli. Antisipasi pemerintah daerah yang lemah dalam mencegah kerumunan orang di Pasar Tanah Abang, antara lain, menjadi salah satu penyebab terjadi kerumunan tersebut.
Hal ini pun menjadi perhatian dari wakil rakyat. Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim, mengatakan, membeludaknya pengunjung Pasar Tanah Abang beberapa hari ini juga terjadi di banyak daerah.
”Saya menerima laporan seminggu terakhir terjadi peningkatan aktivitas belanja masyarakat, di pasar-pasar, mal, dan swalayan di banyak daerah dalam rangka belanja kebutuhan Lebaran,” katanya yang ditugasi dalam komisi yang membawahi isu-isu pemerintahan daerah dan pemilu tersebut.
Terhadap fenomena ini, Luqman mengatakan, di satu sisi dirinya gembira karena ada tanda-tanda geliat dan kekuatan daya tahan ekonomi rakyat. Jauh beda dengan waktu yang sama jelang Lebaran tahun lalu yang sepi, nyaris tanpa aktivitas ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Akan tetapi, pada saat yang sama, fenomena keramaian tempat-tempat perbelanjaan saat ini mengkhawatirkan lantaran berpotensi terjadi pelanggaran protokol kesehatan secara masif di banyak tempat. Jika sampai tak terkendali, wakil rakyat dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah itu khawatir pascalebaran akan terjadi lonjakan tinggi penyebaran Covid-19 di Tanah Air.
Menyaksikan fakta-fakta keramaian ini, Luqman
meminta kepada seluruh pemerintah daerah bersama Satgas Covid-19 agar mengawasi dan memastikan tidak terjadi penumpukan manusia di pusat-pusat perbelanjaan menjelang dan pasca-Lebaran.
Saya memohon kepada semua kepala daerah untuk melaksanakan keputusan pemerintah pusat mengenai larangan mudik Lebaran tahun ini. Jangan main-main dengan ancaman penyebaran Covid-19. Jelaskan kepada rakyat di daerahnya masing-masing agar terus bersabar dan menaati protokol kesehatan pada kegiatan apa pun sehari-hari.
Kalau rakyat bersabar dan mengikuti protokol kesehatan, lanjut Luqman, hal itu akan menjadi sumbangan besar bagi percepatan pengendalian Covid-19.
”Saya memohon kepada Presiden Jokowi dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno agar mempertimbangkan kembali kebijakan pembukaan tempat-tempat wisata pada saat libur Lebaran. Lebih jelasnya, saya minta agar semua tempat wisata ditutup penuh selama masa libur Lebaran (6-17 Mei 2021),” ucapnya.
Luqman pesimistis pemerintah memiliki cukup aparat untuk menjaga tempat-tempat wisata. Pemerintah perlu juga memastikan tidak terjadi pelanggaran protokol kesehatan (prokes) secara masif apabila tempat wisata itu dibolehkan buka selama libur Lebaran.
”Setelah libur Lebaran selesai, silakan jika pemerintah akan membuka kembali tempat-tempat wisata, selama memiliki keyakinan mampu memastikan protokol kesehatan dapat berlaku dengan ketat di sana. Mencegah jauh lebih baik daripada lepas kendali dan terjadi tsunami Covid-19,” katanya.