Temui Kepala Staf Kepresidenan, Buruh Minta Pemberlakuan Upah Minimum Sektoral Kota
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima sejumlah perwakilan serikat buruh di kantornya, Jakarta. Perwakilan buruh mengajukan sejumlah tuntutan, salah satunya pemberlakuan kembali upah minimum sektoral kabupaten/kota.
Oleh
Nina Susilo
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan kembali upah minimum sektoral kabupaten/kota ataupun perlindungan dari sistem kontrak dan kerja lepas masih menjadi tuntutan buruh dalam peringatan Hari Buruh Internasional 2021. Kendati tak mengerahkan massa dalam jumlah banyak, buruh menyampaikan aspirasinya melalui aksi teatrikal serta menyerahkan petisi kepada Mahkamah Konstitusi dan Presiden.
Mewakili Presiden, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima perwakilan serikat buruh di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha, Jakarta, Sabtu (1/5/2021). Hadir dalam pertemuan itu, perwakilan dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Dari kelompok buruh ada Ketua KSPSI Andi Gani Nena Wea dan Ketua KSPI Said Iqbal.
Said Iqbal menjelaskan, buruh, baik sebagai serikat maupun perorangan, telah mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja kepada Mahkamah Konstitusi. Sembari mengawal proses ini, buruh tetap menyuarakan pasal-pasal dalam aturan ini yang merugikan buruh.
Pertama, upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) yang dihilangkan. ”Hal ini menimbulkan rasa ketidakadilan dan ketidakpastian pendapatan pada buruh. UMSK diharap tetap ada dan layak (nilainya),” tutur Iqbal.
UMSK diperlukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar bersama investasi, konsumsi masyarakat yang didukung daya beli yang kuat perlu dijaga oleh pemerintah.
Selain itu, pembukaan model sistem kerja lepas (outsourcing) untuk semua jenis pekerjaan dan seumur hidup juga dinilai tidak melindungi pekerja. Sistem kontrak yang bisa dilakukan berulang-ulang oleh perusahaan tanpa batasan, seperti di aturan sebelumnya juga merusak rasa keadilan buruh. Buruh tak lagi berkesempatan untuk menjadi karyawan tetap.
”Kaum buruh mendukung Presiden Jokowi memastikan investasi datang lebih banyak dengan menghancurkan hambatan dan perizinan-perizinan yang menghambat. Tapi, hak-hak buruh harus tetap dilindungi,” tutur Iqbal.
Selain itu, aturan lain yang juga merugikan buruh dalam UU Cipta Kerja adalah pengurangan nilai pesangon. Jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang akan diberikan pemerintah, menurut Iqbal, akan sulit diimplementasikan.
Sebab, JKP akan diberikan dua tahun berturut-turut. Namun, jika sistem kerja lepas dan kontrak tanpa batasan diberlakukan, pengusaha bisa dengan mudah memecat karyawannya. Akibatnya, JKP diyakini tidak terjadi.
”Kami aksi sekadar mengingatkan, apalagi penolakan omnibus law (Cipta Kerja) ini semakin luas,” tambahnya.
Aksi May Day 2021 ini, tambah Andi Gani, dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan dan massa terbatas. Sebab, buruh memahami pandemi Covid-19 dan berempati dengan kesulitan yang dihadapi pemerintah serta masyarakat.
Moeldoko berjanji akan menyampaikan aspirasi buruh kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Dia juga memastikan pemerintah tidak akan mengabaikan kesejahteraan buruh dalam pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja.