Pemudik Abaikan Kewajiban Karantina Setibanya di Kampung Halaman
Pemudik yang tiba di kampung halaman dari Jakarta sejak pekan lalu mengabaikan kewajiban karantina mandiri di masa pandemi Covid-19. Hal ini berisiko membuat penularan virus penyebab Covid-19 menjadi lebih luas.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian pemudik yang telah tiba di kampung halaman dari Jakarta sejak pekan lalu tak melaksanakan kewajiban karantina mandiri. Tak dipatuhinya kewajiban karantina ini dikhawatirkan membawa risiko penularan Covid-19 pada keluarga pemudik serta kerabat yang lebih luas.
Sejumlah pemudik dari Jakarta yang sudah berada di kampung halaman, Jumat (30/4/2021), mengaku tidak mengetahui adanya kewajiban karantina mandiri setelah sampai di rumah sanak saudara mereka. Padahal, kewajiban karantina mandiri tercantum dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2021. Pada poin ke-14 instruksi itu disebutkan masyarakat wajib melakukan karantina mandiri selama 5 x 24 jam dengan biaya sendiri jika tidak memiliki dokumen administrasi perjalanan.
Sugeng (52), contohnya, yang mudik bersama istri dan dua anaknya bebas melenggang naik bus tanpa surat keterangan negatif Covid-19 pada Selasa (20/4/2021). Setibanya di kampung halaman di Pagar Alam, Sumatera Selatan, Rabu (21/4/2021), hingga saat ini, dia tak melakukan karantina mandiri dan langsung berkumpul dengan sanak saudara di rumah orangtuanya.
Sugeng (52), contohnya, yang mudik bersama istri dan dua anaknya, bebas melenggang naik bus tanpa surat keterangan negatif Covid-19 pada Selasa (20/4/2021). Setibanya di kampung halaman di Pagar Alam, Sumatera Selatan, Rabu (21/4/2021), hingga saat ini, dia tak melakukan karantina mandiri dan langsung berkumpul dengan sanak saudara di rumah orangtuanya.
Sugeng mengakui, tindakannya mudik sebelum periode larangan mudik dan tidak melaksanakan karantina setibanya di kampung halaman itu bisa menimbulkan risiko penularan Covid-19. Untuk mengurangi risiko tersebut, dia pun memilih tidak bepergian yang terlalu jauh selain di lingkungan sekitar rumah orangtua.
”Sejauh ini, saya belum tahu ada kebijakan untuk karantina mandiri setelah bepergian seperti itu. Namun, saya memang tidak sering bepergian dan tidak bepergian terlalu jauh. Paling cuma pergi buat belanja ke pasar saja,” jelas Sugeng saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.
Doni Mulyadi (25), pemudik lainnya, juga sampai ke kampung halaman di Pagar Alam tanpa surat keterangan tes antigen. Dia tidak melakukan karantina mandiri dan beberapa hari ini sempat bepergian ke rumah saudara untuk silaturahmi.
Ia mengaku tidak tahu ada kebijakan karantina mandiri dari pemerintah daerah setempat. Meski begitu, Doni percaya dirinya sudah menerapkan protokol kesehatan secara ketat bersama keluarga.
”Saya sadar banget kalau pandemi sekarang ini masih bahaya. Makanya, saya juga enggak bepergian terlalu jauh. Sepekan terakhir pun saya cuma ke rumah saudara, bukan pergi jalan-jalan atau berkumpul,” tuturnya.
Adib (37), pemudik yang menuju Ngawi, Jawa Timur, pada pekan kemarin juga tidak melakukan karantina mandiri. Dia bersama istri yang masih punya anggota keluarga lansia sempat bersilaturahmi ke kerabatnya di Ngawi untuk mengirim makanan.
Selain itu, pada momen Lebaran nanti, Adib bersama saudara-saudaranya berencana berkumpul di rumah orangtua. Di kampung halamannya, dia mengakui kedisiplinan warga mengenakan masker lebih kendur dibandingkan di Jakarta.
”Kami sebisa mungkin menjaga diri saja agar tidak ketularan. Mudah-mudahan bisa pulang ke Depok, Jawa Barat, juga tanpa terpapar Covid-19,” ujarnya.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Doni Monardo sebelumnya mewanti-wanti para pemudik yang tidak memiliki kelengkapan dokumen bepergian agar melakukan karantina mandiri. Sebab, mudik dapat meningkatkan laju penyebaran kasus Covid-19 (Kompas, 29/4/2021).
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, menjelaskan, orang yang mudik tanpa menjalani tes antigen atau tes usap Covid-19 berisiko sebagai pasien positif tanpa gejala. Kondisi positif tanpa gejala ini belakangan juga banyak ditemukan pada orang meski ia sudah divaksinasi.
Tri menyebutkan, celah tersebut dapat menularkan virus penyebab Covid-19 pada orang-orang tercinta. Kalaupun orang itu tidak bepergian lalu menetap di rumah, minimal penularan terjadi pada orang terdekat. Hal itu berisiko memunculkan penularan di kluster keluarga.
Kurangnya pengetahuan pemudik terkait kewajiban karantina mandiri disebabkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah. Sebaiknya sosialisasi terkait protokol bepergian itu digencarkan lagi. (Tri Yunis Miko)
Karena itu, dia menduga penularan Covid-19 nantinya akan banyak ditemukan pada kluster keluarga seusai masa mudik Lebaran. ”Sekalipun orang-orang mudik dan di rumah saja, ada kemungkinan terjadi kluster penularan pada anggota keluarga,” ucapnya.
Di sisi lain, lanjut Tri, kurangnya pengetahuan pemudik terkait kewajiban karantina mandiri disebabkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah. Tri mengatakan, sebaiknya sosialisasi terkait protokol bepergian itu digencarkan lagi.
Sebelumnya, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) DKI Jakarta Baequni mengingatkan, protokol kesehatan masih menjadi senjata utama penangkal Covid-19. Protokol memakai masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak sedikitnya mencegah penularan virus yang berasal dari droplet atau percikan saat batuk dan bersin.
”Saat ini ada kecenderungan kepatuhan protokol kesehatan makin turun. Ini artinya masyarakat harus diingatkan lagi agar menjaga diri dan keluarga dari paparan Covid-19. Apalagi orang mudik berisiko menularkan kepada saudara di kampung halaman,” ujarnya, Kamis (29/4/2021).