Polisi Kembali Tangkap Pelolos WN India di Bandara Soekarno-Hatta
Data terkini polisi, ada 11 orang terlibat dalam pelolosan WN India dari karantina. Sebanyak empat orang adalah warga Indonesia dan tujuh lainnya WN India.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Aparat Kepolisian Resor Kota Bandara Soekarno-Hatta kembali menangkap 11 tersangka yang terlibat dalam kasus pelolosan warga negara India agar tak menjalani karantina saat masuk Indonesia. Kepolisian menyebut ada celah dalam proses mengangkut penumpang pesawat ke lokasi karantina.
Dari 11 orang yang ditangkap, sebanyak empat orang merupakan warga negara Indonesia (WNI) dan tujuh lainnya adalah warga negara India. Keempat orang WNI tersebut berperan sebagai joki yang membantu meloloskan delapan orang yang baru tiba di Indonesia dari India pada 21 April 2021 di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang, Banten. Mereka kerap beraktivitas di Bandara Soetta dan memiliki akses keluar-masuk di lingkungan bandara.
Sementara dari tujuh WN India yang ditangkap, lima orang dijadikan tersangka karena menghindari kewajiban karantina dan dua lainnya berperan membantu empat tersangka WNI tersebut dalam menjalankan aksinya.
”Dua orang WN India yang perannya membantu ini masih kami cari keberadaannya. Kami berkolaborasi dengan imigrasi untuk mengejar yang dua lagi,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, Rabu (28/4/2021), saat konferensi pers pengungkapan kasus di Markas Polresta Bandara Soetta.
Adapun modus operandinya, Yusri mengatakan, tersangka memasukkan data nama WN India yang baru tiba ke hotel yang dirujuk menjadi lokasi karantina. Setelah nama WN India tersebut tercantum di daftar hotel, tersangka tidak membawa WN India itu naik bus yang telah disiapkan untuk kemudian dibawa ke hotel, tetapi mengarahkannya ke taksi atau mobil pribadi untuk menghindari karantina. Para tersangka mematok tarif antara Rp 6 juta hingga Rp 7,5 juta kepada WN India yang mereka loloskan.
Yusri mengecam perbuatan para tersangka karena dinilai bisa membahayakan orang lain. Ia menyebut para pelaku memanfaatkan kebijakan wajib karantina bagi orang dari India yang tiba ke Indonesia untuk mengambil keuntungan pribadi.
”Pelaku-pelaku ini mencari keuntungan tanpa memikirkan dampak perbuatannya. Kita tak tahu bisa jadi ada varian (virus) baru di sana. Jangan sampai Indonesia mengalami gelombang kedua Covid-19,” kata Yusri.
Terkait varian virus, Guru Besar Kedokteran Universitas Airlangga Djoko Santoso berpendapat, di India terdapat varian double mutant yang berasal dari dua mutasi virus menakutkan, yaitu E484K dari Afrika Selatan dan L452R dari Amerika Serikat. Kedua varian itu memiliki mekanisme untuk tak terdeteksi antibodi manusia.
Kedua mutasi itu disebutkan dapat menurunan efek netralisasi antibodi secara signifikan dan apabila digabungkan bisa lebih tak terkendali. ”Strain India ini harus dihindari secara disiplin oleh negara-negara lain dengan cara mengunci migrasi warga yang berkunjung dari India,” kata Djoko.
Yusri mengakui ada kelemahan dalam mekanisme pengawasan orang yang baru tiba dari India di Bandara Soetta. Kelemahan itu antara lain tidak adanya pengecekan kembali terhadap jumlah penumpang yang turun dari pesawat dan yang tiba di hotel karantina. Celah itu, menurut Yusri, dimanfaatkan para tersangka untuk menghindari kewajiban karantina.
”Ini akan kita benahi semuanya. Mudah-mudahan ini jadi pembelajaran kita,” katanya.
Sebelum pengungkapan oleh aparat Polresta Bandara Soetta, Polda Metro Jaya juga menangkap tersangka pelolos orang yang baru tiba dari India di Bandara Soetta. Tersangka berinisial S dan RW. Mereka ditangkap setelah membantu JS yang baru tiba dari India ke Indonesia tanpa menjalani kewajiban karantina selama 14 hari. S dan RW diketahui kerap beraktivitas di Bandara Soekarno-Hatta bahkan sudah mengenal sejumlah orang di sana.