Warga mencarter mobil secara kolektif untuk mudik lebih awal atau sebelum adanya pelarangan pada periode 6-17 Mei 2021. Hal ini mereka anggap lebih aman dari pengawasan yang berkaitan dengan pandemi Covid-19.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga mencarter minibus secara kolektif demi melengkapi rencana mudik lebih awal, sebelum tiba waktunya larangan mudik selama 6-17 Mei 2021. Mereka juga sengaja mencarter untuk menghindari penyekatan, upaya pemerintah untuk mengendalikan penularan Covid-19.
Kekhawatiran warga terkait dengan penyekatan ini karena belakangan pemerintah menerbitkan kebijakan pengetatan persyaratan pelaku perjalanan mulai 22 April-5 Mei dan 18 Mei-24 Mei 2021 melalui Adendum Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Covid-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Sejumlah warga di Jakarta telah mencarter mobil untuk rencana mudik mereka sejak Senin (26/4/2021). Sebagian besar mereka mencarter minibus secara kolektif untuk tujuan beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Awalnya saya dapat info dari teman ada sopir minibus yang akan ke Surabaya. Saya pikir, kan, tanggal (3 Mei) segitu bus sama kereta sudah padat. Mau enggak mau, keluarga mesti naik angkutan lain yang kira-kira aman dan enggak dicegat polisi. (Abdoel Rohim)
Abdoel Rohim (52), pedagang nasi goreng di Pasar Baru, Jakarta Pusat, mengatakan, ia bersama istri dan dua anaknya telah mencarter kursi untuk mudik ke Surabaya, Jawa Timur, pada 3 Mei 2021. Kesempatan ini dia dapat dari teman sesama pedagang bahwa sejumlah sopir menyewakan kursi angkutan mereka untuk tujuan tertentu.
Untuk total empat orang, Abdoel merogoh kocek senilai Rp 960.000. Tarif itu menurut dia sesuai untuk perjalanan darat serta jadwal yang diinginkan.
”Awalnya saya dapat info dari teman ada sopir minibus yang akan ke Surabaya. Saya pikir, kan, tanggal (3 Mei) segitu bus sama kereta sudah padat. Mau enggak mau, keluarga mesti naik angkutan lain yang kira-kira aman dan enggak dicegat polisi,” tutur Abdoel.
Pilihan untuk mencarter jasa minibus itu juga atas dasar kecemasan warga kalau ada pengawasan ketat di jalan. Abdoel bersama sekitar delapan penumpang lain dijanjikan aman dari potensi putar balik saat ada pemeriksaan.
Sejauh ini, Abdoel berkeras untuk tidak melakukan tes Covid-19 apa pun. Ia meyakini tidak ada pemeriksaan surat keterangan negatif Covid-19, seperti di kereta dan pesawat, selama ia menempuh perjalanan mudiknya dengan menumpangi bus atau minibus yang dicarter.
Oki Dwicahyo (28), warga Cengkareng, Jakarta Barat, juga mudik dengan jasa minibus ke Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Dia mendapat tawaran tarif Rp 200.000 dari sopir. Namun, keberangkatan minibus itu masih menunggu agar kuota kursi penuh seluruhnya.
Oki dijanjikan berangkat paling lambat pada 4 Mei 2021 apabila kuota kursi tidak juga penuh. Meskipun Oki juga meragukan kepastian keberangkatan minibus tersebut, dia tetap menunggu jadwal keberangkatan untuk mudik dari sopir.
”Sebenarnya sudah lumayan banget, sih, dapat tawaran pulang karena kayaknya sopir itu sekalian pulang ke kampungnya juga. Tapi, sejak dijanjikan kemarin, belum ada kepastian berangkat tanggal berapa. Saya takutnya terlalu mepet,” ucap Oki.
Rencana warga mencarter minibus ini pun diakui sebagian sopir di Jakarta. Pihak sopir mengaku mengambil kesempatan ini untuk menjemput penumpang sekaligus ia pulang ke kampung halaman. Sebagian dari mereka pun mendapat uang yang lumayan di tengah lesunya bisnis transportasi.
Ade Tyo (32), seorang sopir minibus di Tomang, Jakarta Barat, telah melayani perjalanan pergi-pulang Jakarta-Tegal, Jawa Tengah. Dari tiap perjalanan, dia mendapat sedikitnya sepuluh penumpang dengan tarif tiap penumpang Rp 200.000.
Dia menyatakan dari melayani perjalanan itu dapat memperoleh omzet Rp 4 juta selama Ramadhan ini. Namun, diakui Ade, omzet Rp 4 juta itu tergolong kecil jika dibandingkan dengan sebelum pandemi. Oleh karena itu, saat ini ia sedang menyiapkan kembali perjalanan Jakarta-Tegal dan berharap bisa mendatangkan omzet lagi.
”Saat Ramadhan sebelum pandemi, minimal saya bisa dapat Rp 8 juta. Kalaupun ini saya masih tambah satu perjalanan sekali lagi, sekalian mudik. Omzet segitu saja belum tentu dapat,” ujarnya.
Meskipun demikian, Ade masih bersyukur masih bisa memperoleh pendapatan. Ia memaklumi pendapatan berapa pun yang diperoleh karena pandemi telah membuat semua bisnis transportasi darat jadi lesu.
Rencana warga untuk mudik dengan mencarter bus sebelum tanggal 6 Mei ini kemungkinan bakal terdampak pengetatan aturan pembatasan mobilitas di Jakarta dan wilayah penyangga sekitar.
Pengetatan aturan perjalanan baik darat, laut, maupun udara itu ada dalam Adendum Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang peniadaan mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah. Dalam adendum itu disebutkan pengetatan persyaratan pelaku perjalanan tercatat mulai 22 April-5 Mei dan 18 Mei-24 Mei 2021.
Aturan baru mensyaratkan pengawasan ketat dari aparat terkait dengan pemeriksaan surat keterangan bebas Covid-19 yang mesti dimiliki pemudik. Adapun surat keterangan bebas Covid-19 dari tes antigen dan tes usap PCR diubah ketentuannya. Surat tes yang sebelumnya berlaku 3x24 jam, kini hanya berlaku 1x24 jam.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo sebelumnya menegaskan, peniadaan larangan mudik tetap akan dimulai 6 Mei sampai 17 Mei 2021. Adapun untuk menyikapi Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021, Polda Metro Jaya bakal menggelar tes usap antigen gratis dengan sistem lantatur atau drive thru bagi warga di tempat istirahat Km 19 Tol Jakarta Cikampek pada 1-5 Mei 2021.
”Tanggal 6-17 Mei kami mulai operasi peniadaan mudik. Operasi itu dilakukan di 31 titik penyekatan yang melibatkan sekitar 1.350 personel polisi satuan lalu lintas,” ucap Sambodo (Kompas, 26/4/2021).
Menanggapi adanya sebagian warga yang mulai mencarter minibus untuk mudik, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menuturkan, bisnis transportasi darat akan terus mencari celah untuk pemberangkatan sebelum masa pelarangan mudik. Hal tersebut implikasi dari kerugian bisnis transportasi sejak awal pandemi pada tahun lalu.
”Menurut saya, kalau ingin tegas, ya, tegas sekalian. Semua moda jangan diperbolehkan untuk beroperasi sekaligus. Jangan hanya moda transportasi darat saja,” katanya.