KPK Awasi Operator Air Bersih, Dewan Dorong DKI Kelola Mandiri Air Perpipaan
Masa depan pengelolaan air bersih perpipaan di Ibu Kota masih belum terang benar. KPK meminta agar pengelolaan transparan dan berbasis demi kemaslahatan masyarakat.
Oleh
Helena F Nababan / Prayogi Dwi Sulistyo
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua tahun menjelang masa perjanjian kerja sama antara PAM Jaya dan operator swasta pengelola air, Ketua DPRD DKI Jakarta dan Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta mendorong agar PAM Jaya mengelola sendiri tata kelola dan pelayanan air di DKI Jakarta. Dorongan itu ditegaskan menyusul adanya rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi agar Pemprov DKI Jakarta membatalkan rencana perpanjangan kerjasama antara PT Aetra Air Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta karena berpotensi menimbulkan kecurangan.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, Sabtu (24/04/2021) menegaskan, PAM Jaya harus menuntaskan kerja sama dengan dua mitra swasta pengelola air. Setelah itu, sebaiknya PAM Jaya mengelola mandiri air bersih di Ibu Kota.
Abdul Aziz, Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta, juga menyatakan hal yang sama. ”Kalau memang PAM Jaya mampu mengerjakan sendiri, mengapa tidak? Mengapa harus melibatkan pihak asing?” tegasnya.
Seperti diketahui, untuk pengelolaan dan pelayanan air bersih di DKI Jakarta, dikelola sepenuhnya oleh dua mitra swasta PAM Jaya, yaitu PT PAM Lyionnase Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra). PAM Jaya hanya berfungsi sebagai pengawas.
Kami berkepentingan agar dalam perikatan perjanjian itu tidak ada potensi korupsi. Kami ingin perikatan perjanjian ini semata-mata untuk kepentingan bisnis dan kemaslahatan bersama. Jangan sampai ada keuangan negara atau daerah yang dirugikan. (Aminudin)
Pelayanan operasional air bersih di Jakarta oleh dua mitra swasta itu, sesuai perjanjian Kerjasama (PKS), dimulai sejak 1 Februari 1998 dan berlangsung 25 tahun atau akan berakhir pada 2023 mendatang.
Baik Prasetio ataupun Abdul Aziz menegaskan, meski mendorong sebagai pengelola mandiri, dewan terbuka pada kemungkinan. Khususnya apabila saat PAM Jaya mengelola sendiri tidak memiliki atau belum mumpuni di satu teknologi, maka lelang untuk masuknya investor lain terbuka.
”Semua bisa ikut, tidak hanya Aetra,” kata Abdul Aziz.
Abdul Aziz mengingatkan, kalaupun itu terjadi, proses dan pengelolaan mesti transparan, akuntabel, dan bisa dipertanggungjawabkan dengan publik.
Sikap itu dinyatakan setelah dewan mendengar adanya rekomendasi KPK terkait tata kelola air Jakarta. Khususnya rencana perpanjangan kontrak kerjasama PAM Jaya dengan Aetra.
Pemprov DKI sendiri diketahui menerbitkan Keputusan Gubernur No.891 Tahun 2020. Kepgub tersebut berisi tentang Persetujuan Adendum Perjanjian Kerjasama Antara Perusahaan Air Minum Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dengan Perseroan Terbatas Aetra Air Jakarta.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria dalam wawancara 12 April 2021 menjelaskan, pemerintah masih mempelajari adendum (perubahan) atas perjanjian kerja sama swastanisasi air Jakarta, antara PT PAM Jaya dengan PT AETRA. ”Jadi sedang dipelajari. Ada rekomendasi juga dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” katanya.
KPK memantau
KPK dalam rilis resmi, Kamis (22/4/2021), menyatakan, KPK melalui fungsi Koordinasi dan Supervisi (Korsup) memantau rencana perpanjangan kontrak Perjanjian Kerja Sama (PKS) pengelolaan air minum di wilayah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta antara PAM Jaya dan PT Aetra Air Jakarta untuk mencegah potensi fraud atau penipuan.
”Kami berkepentingan agar dalam perikatan perjanjian itu tidak ada potensi korupsi. Kami ingin perikatan perjanjian ini semata-mata untuk kepentingan bisnis dan kemaslahatan bersama. Jangan sampai ada keuangan negara atau daerah yang dirugikan,” kata Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK Aminudin dalam rapat koordinasi pembahasan rencana perpanjangan PKS antara PAM Jaya dengan salah satu mitra swastanya itu. Adapun rapat koordinasi itu berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 21 April 2021.
KPK, lanjut Aminudin, berharap tidak ada pihak-pihak tertentu yang berusaha mengambil keuntungan dari momen perpanjangan kontrak kerja sama antara PAM Jaya dan PT Aetra tersebut. Itu dijelaskan karena berdasarkan masukan Perwakilan BPKP Provinsi DKI Jakarta, KPK menemukan adanya potensi kecurangan atau fraud yang dapat mengakibatkan timbulnya kerugian pada PAM Jaya.
Beberapa potensi kecurangan itu adalah ruang lingkup pekerjaan dalam kontrak berubah lebih dari 50 persen. Selain itu, rencana perpanjangan durasi kontrak untuk 25 tahun ke depan, sementara kontrak saat ini baru akan berakhir pada 2023.
KPK juga mendapatkan data bahwa mitra swasta terkait relatif tak berkinerja baik di sisi hilir, yaitu terjadinya tingkat kebocoran pipa yang berimbas pada cakupan layanan ke penduduk menjadi rendah. Metode take or pay dengan kondisi hilir yang bermasalah berpotensi merugikan PAM Jaya karena berkewajiban membayar 100 persen produksi air dari mitra swasta. Padahal, penyaluran air efektif hanya 57,46 persen.
Rekomendasi
Penanggung Jawab Wilayah DKI Jakarta pada Direktorat Korsup Wilayah II KPK Hendra Teja melalui rilis resmi KPK tersebut merekomendasikan supaya Pemprov DKI Jakarta membatalkan rencana perpanjangan PKS antara PAM Jaya dan PT Aetra Air Jakarta. Pihaknya mengusulkan agar Gubernur DKI Jakarta mencabut izin prinsip persetujuan perpanjangan PKS tersebut.
”Jadi, kami sarankan Pemprov DKI Jakarta menunggu PKS ini selesai pada Februari 2023, kemudian menyerahkan pengelolaannya kepada PAM Jaya. Lalu, Pemprov DKI Jakarta mencabut SK Gubernur Nomor 25 Tahun 2003 yang membatasi tugas PAM Jaya hanya sebagai pengawas mitra swasta. Aturan ini tak sesuai dengan Perda DKI Nomor 13 tahun 1992,” kata Hendra.
Selain itu, lanjut Hendra, KPK mendorong adanya pembenahan di sektor hilir. Pembenahan yang dimaksud, yaitu terkait pipa penyaluran air minum ke penduduk untuk mengurangi kerugian yang diderita PAM Jaya atas pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang sebelumnya dikelola oleh PT Aetra Air Jakarta.
Menanggapi rekomendasi itu, Ahmad Riza di Balai Kota DKI Jakarta menyatakan, pemerintah akan mempelajari dan mengkajinya. ”Prinsipnya Pemprov DKI Jakarta ingin memastikan bahwa kebutuhan air minum bagi masyarakat terjaga dan terjamin,” katanya.
Prinsipnya Pemprov DKI Jakarta ingin memastikan bahwa kebutuhan air minum bagi masyarakat terjaga dan terjamin. (Ahmad Riza)
Terpisah, melalui penjelasan tertulisnya, Jumat (23/04/2021), Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo menjelaskan, terkait rekomendasi tersebut, yang perlu dipahami, rencana Addendum ini adalah untuk mempercepat akses layanan air minum perpipaan dan pengambilalihan pengelolaan SPAM DKI Jakarta oleh PAM JAYA, dimana PAM JAYA di-driving seat atau memimpin dalam pengelolaan SPAM DKI Jakarta.
”Sebagai BUMD DKI Jakarta, PAM JAYA tentunya dalam menentukan response atas rekomendasi KPK menjadi bagian dari response Pemprov DKI Jakarta,” katanya.
Sebagaimana disampaikan oleh Sekda DKI Jakarta dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, rekomendasi KPK -juga rekomendasi dari BPKP dan rekomendasi Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta—bertujuan untuk menyediakan layanan terbaik kepada masyarakat. Berangkat dari tujuan tersebut dan berpedoman pada tata kelola yang baik, maka rekomendasi-rekomendasi tersebut menjadi pedoman dalam kajian dan menentukan langkah-langkah selanjutnya.
Adapun PAM Jaya sendiri, dijelaskan Hernowo, sudah melakukan persiapan menjadi pengelola mandiri. Sejumlah persiapan yang sudah dan sedang dilakukan oleh PAM JAYA, di antaranya menyusun milestone masa transisi mencakup masalah asset, sumber daya manusia, teknologi, aspek keuangan, business proses; membentuk tim transformasi organisasi; dan melakukan capacity building organisasi PAM JAYA.
PAM Jaya juga sudah melakukan pendataan aset kerja sama, pemetaan organisasi dan kebutuhan SDM, serta membuat peta jalan transformasi organisasi.