Pradesain istana negara yang tampak seperti garuda menimbulkan pro dan kontra karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip bangunan ramah lingkungan. Pemerintah membuka ruang diskusi untuk itu.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ibu kota negara baru di Kalimantan Timur diimajinasikan sebagai kota yang hijau, rendah emisi karbon, dan paling layak huni di dunia. Kota hutan atau forest city itu nantinya didominasi ruang terbuka hijau. Penduduk bisa berjalan kaki keliling kota atau memakai transportasi modern yang ramah lingkungan. Bisakah itu terwujud?
Gagasan kota yang melebur dengan alam muncul di konsep Nagari Rimba Nusa. Nagari Rimba Nusa yang digarap arsitek Sofian Sibarani dan tim memenangi sayembara gagasan desain ibu kota negara pada Desember 2019. Sayembara yang diadakan pemerintah itu diikuti 755 peserta.
Nagari Rimba Nusa mengedepankan perencanaan ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka biru (RTB). RTH dan RTB nantinya mewadahi habitat flora dan fauna yang terbagi atas zona hutan alami (natural forest) dan zona RTH binaan atau taman kota (Kompas, 6/4/2021).
Di lanskap Nagari Rimba Nusa, ada istana negara beratap lancip yang sekilas seperti rumah gadang khas Sumatera Barat. Kabarnya, bentuk atap tersebut hasil adopsi berbagai bentuk rumah adat.
Di bangunan yang seperti patung, ada bagian-bagian yang tidak akan berguna sebagai ruangan. Ini berakibat ke penggunaan bahan baku yang berlebihan. Di sisi lain, bangunan jadi mahal.
Namun, pada April 2021, Presiden Joko Widodo mengunggah pradesain istana negara di tiga akun media sosialnya. Pradesain karya pematung Nyoman Nuarta ini tidak hanya menuai pro dan kontra. Komitmen desain ramah lingkungan pun dipertanyakan.
Pradesain istana negara dinilai tidak mencerminkan prinsip bangunan ramah lingkungan. Sekretaris Jenderal Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Ariko Andikabina menyoroti bentuk, fungsi, dan material bangunan yang akan digunakan.
”Di bangunan yang seperti patung, ada bagian-bagian yang tidak akan berguna sebagai ruangan. Ini berakibat ke penggunaan bahan baku yang berlebihan. Di sisi lain, bangunan jadi mahal,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (21/4/2021).
Wacana penggunaan kaca pada bangunan turut disorot karena isu keamanan. Material kaca dinilai tidak tepat karena bisa menampilkan aktivitas penghuni dalam bangunan, termasuk presiden.
Pradesain istana negara, apabila berfungsi sebagai tengara (landmark), juga dinilai tidak tepat. Ini karena tengara umumnya menyediakan ruang interaksi publik. ”Ketika jadi istana negara, ada protokol yang harus dipatuhi. Aksesnya akan terbatas karena berbagai pertimbangan, salah satunya keamanan,” ujar Ariko.
Secara makro, pradesain istana negara dinilai tidak harmonis dengan lanskap hijau yang direncanakan. Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Hendricus Andy Simarmata mengatakan, mendesain kota hijau harus dimulai dengan pemetaan, baru infrastruktur.
”Pastikan mana yang boleh dan tidak boleh dibangun di lanskap itu. Pikirkan di mana tempat air jika terjadi cuaca ekstrem, habitat satwa dan vegetasi yang perlu dilindungi, tempat risiko bencana, hingga lokasi deposit mineral,” kata Andy, Kamis.
Adapun luas wilayah IKN 256.142,74 hektar dengan persentase RTH 75 persen. Sebanyak 65 persen di antaranya akan jadi kawasan lindung, sementara 10 persen lainnya kawasan produksi pangan.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan, kota inti IKN seluas 56.000 hektar. Sebanyak 50 persen akan jadi RTH.
Andy menambahkan, hutan Indonesia punya biodiversitas yang baik. Itu sebabnya membangun kota yang terintegrasi dengan hutan saja tidak cukup. Habitat satwa dan fauna perlu diperhatikan agar jadi bagian dari forest city tidak tersegregasi.
”IKN jadi contoh bagaimana kota seharusnya dimulai dan dibangun. Ini tantangan yang besar,” katanya.
Ruang diskusi terbuka
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata, Minggu (25/4/2021), mengatakan, pradesain istana negara merupakan penyesuaian dari desain kawasan IKN sebelumnya. Pemerintah terbuka menerima komentar dan masukan dari publik.
”Kami sudah siapkan KPI (key performance indicator) untuk memastikan IKN sebagai kota hutan dengan empat konsep: sustainable, green, beautiful¸ dan smart. (Pradesain) seharusnya sesuai dengan KPI, yakni 100 persen ramah lingkungan,” ucap Rudy. ”Presiden sudah bilang ini desain awal. Silakan lengkapi dan komentari. Pintu diskusi sudah ada,” tambahnya.
Pastikan mana yang boleh dan tidak boleh dibangun di lanskap itu. Pikirkan di mana tempat air jika terjadi cuaca ekstrem, habitat satwa dan vegetasi yang perlu dilindungi, tempat risiko bencana, hingga lokasi deposit mineral.
Ibu kota negara dimimpikan sebagai kota yang bersinergi dengan hutan. Pembangunan diharapkan menimbulkan dampak seminimal mungkin ke alam. Pemerintah berencana menghijaukan kembali kawasan ibu kota negara yang kini tutupan hutannya 30-40 persen. Jutaan bibit tanaman telah disiapkan.
Selain itu, bangunan-bangunan di ibu kota negara diproyeksikan sebagai bangunan ramah lingkungan yang hemat energi. Ibu kota negara diharapkan jadi referensi dunia, seperti Liuzhou, China. Arab Saudi juga berencana membangun kota nol karbon yang disebut The Line, yakni kota pejalan kaki yang menggunakan energi bersih.
Bangunan hijau
Pembangunan rendah emisi—bahkan nol karbon—sepatutnya jadi perhatian. Sebab, dunia menargetkan semua bangunan baru menghasilkan nol emisi pada 2030. Pada 2050, ditargetkan semua bangunan baru dan lama nol emisi.
Berdasarkan data Global Footprint Network, bangunan menyumbang 39 persen karbon dioksida. Sebanyak 28 persen di antaranya dari operasional gedung dan 11 persen sisanya dari material dan konstruksi bangunan.
Adapun bangunan mengonsumsi 35 persen energi dan 12 persen air. Bangunan juga menghasilkan 25 persen sampah dan 39 persen gas rumah kaca.
Chairperson Green Building Council Indonesia (GBCI) Iwan Prijanto mengatakan, agar hemat energi, bangunan di ibu kota negara bisa menggunakan ventilasi alami. Ketiadaan penyejuk ruangan atau AC (air conditioner) bisa menghemat energi hingga 60 persen. Bangunan juga bisa menggunakan material yang berasal dari hutan tanaman lestari (sustainable plantation forestry).
Di Indonesia, contoh bangunan rendah emisi ada di kawasan BSD Green Office Park (GOP), Tangerang. GOP mengantongi sertifikat bangunan hijau dari Building and Construction Authority. Bangunan-bangunan tidak boleh melebihi lima lantai agar aliran angin di dalam kawasan terjaga (Kompas.id, 26/7/2018).
”Bangunan nol emisi sangat mungkin dilakukan di Indonesia. IKN bisa jadi contoh bagaimana bangunan dan hutan diselaraskan untuk menurunkan emisi karbon. Kami siap mendampingi atau memberi masukan lebih lanjut,” tutur Iwan.
Kota hutan yang asri memang masih dalam rencana, tetapi bukan berarti imajinasi itu tidak bisa dicapai. Semua demi kehidupan masa depan yang lebih baik.