Tiga Tantangan Konstruksi Bawah Tanah MRT Rute Glodok-Kota
Seluruh proyek merupakan konstruksi bawah tanah yang akan mulai dibangun pada September 2021 selama 72 bulan. Nilai proyeknya Rp 6 triliun.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Alat berat dioperasikan saat pengerjaan proyek moda raya terpadu (MRT) fase 2 di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (11/1/2021). Proyek pembangunan MRT Jakarta fase 2 membentang sepanjang 11,8 kilometer dari kawasan Bundaran HI hingga Ancol Barat.
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan konstruksi moda raya terpadu atau MRT paket kontrak rute Glodok-Kota dipastikan dibangun tahun ini, yang semuanya berada di bawah tanah. Setidaknya ada tiga tantangan teknis yang harus dihadapi tim, di antaranya penurunan muka tanah.
Tantangan lain, ruang yang sempit dan banyaknya bangunan cagar budaya yang harus tetap terlindungi. Untuk itu, pada pembangunan paket kontrak CP 203 ini, MRT Jakarta akan memasang sensor khusus pada bangunan-bangunan cagar budaya.
”Pemasangan sensor untuk memantau bangunan cagar budaya selama masa konstruksi dan mencegah kerusakan akibat konstruksi,” kata Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar dalam penandatanganan paket kontrak (contract package/CP) 203 Glodok-Kota, Selasa (20/4/2021), di area Kota Tua.
Terowongan akan dibuat di kedalaman lebih dari 20 meter dan stasiun akan dibuat berlantai tiga. (Silvia Halim)
Saat ini, proses konstruksi paket kontrak 201 fase 2A MRT Jakarta dari Bundaran HI-Harmoni masih berjalan. PT MRT Jakarta memastikan konstruksi berikutnya segera dikerjakan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Bus Transjakarta melintas di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (21/3/2021). Untuk mendukung proyek MRT Jakarta fase 2A paket kontrak 201 (CP201) Bundaran HI-Harmoni, PT MRT Jakarta akan melakukan rekayasa lalu lintas lanjutan untuk menjaga kelancaran arus lalu lintas selama proses konstruksi berlangsung.
Paket konrak CP 203 akan dikerjakan kontraktor terpilih PT Sumitomo Mitsui Construction Company dan Hutama Karya. Sama halnya pembangunan fase-fase sebelumnya, pendanaan bersumber dari pinjaman Pemerintah Jepang, sedangkan pembangunan mensyaratkan adanya joint operation antara kontraktor Jepang dan Indonesia.
Paket kontrak 203 ini akan mengerjakan dua stasiun, yakni Glodok dan Kota, beserta terowongan bawah tanah dari Mangga Besar hingga Kota sepanjang 1,4 kilometer. ”Total nilai kontrak Rp 6 triliun,” kata William.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim menjelaskan, sesuai jadwal kerja, paket CP 203 yang seluruhnya berbentuk konstruksi bawah tanah itu akan mulai dikerjakan pada September 2021 dan berlangsung selama 72 bulan. Pengerjaan baru bisa dilakukan pada September 2021 karena setelah tanda tangan kontrak ini baru dilakukan berbagai persiapan di lapangan, di antaranya investigasi tanah, utilitas, dan mobilisasi alat kerja.
Untuk fase 2A, CP 203 menjadi bagian dari segmen 2, bersama-sama dengan CP 202 yang saat ini masih berproses penunjukan langsung untuk mendapatkan kontraktor. Sementara segmen 1 fase 2A adalah CP 201 Bundaran HI-Monas yang saat ini sedang berlangsung proses konstruksinya. ”Target operasi CP 203 bersama CP 202 pada Agustus 2027,” kata Silvia.
Ia menambahkan, sensor-sensor itu bekerja secara realtime dan akan dipasang di sejumlah gedung yang memang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, misalnya di gedung Candra Naya, Gedung Pancoran Tea House, Museum Mandiri, Stasiun KCI Kota, Museum BI, juga gedung Kantor Mandiri.
”Sementara itu, sejumlah gedung yang dipasangi sensor, untuk jumlah keseluruhan akan dicek dulu,” kata Silvia.
Sensor itu nanti akan terhubung ke sistem alarm MRT Jakarta, bahkan sampai ke gawai jajaran para direksi dan kontraktor. ”Jadi, kalau ada alarm karena ada bangunan yang kena, kami langsung tahu. Artinya, ada pergerakan yang lebih dari batas dampak yang kami tetapkan atas sebuah cagar budaya,” katanya.
Kompas
Tampak depan bangunan Gedung Candra Naya di kawasan Glodok, Jakarta Barat, Selasa (27/1/2015).
Melalui alarm itu akan dilihat terlebih dahulu pergerakan yang terjadi. Bila masih dalam batas aman, konstruksi tidak perlu berhenti. Apabila sudah mendekati batas aman, konstruksi akan dihentikan untuk dicek.
Selain sensor, kata Silvia, MRT Jakarta juga melakukan langkah mitigasi lainnya atas cagar budaya pada CP 203. Sama seperti yang sudah diakukan untuk CP 201 untuk penanganan obyek cagar budaya, MRT Jakarta melakukan tes atau trial pit berupa penggalian untuk menginvestigasi potensi obyek cagar budaya di area galian sebelum mulai masa penggalian.
Untuk keseluruhan mitigasi atas cagar budaya itu, tim MRT Jakarta didampingi tim sidang pemugaran (TSP) dan tim ahli cagar budaya (TACB) Pemprov DKI Jakarta.
Kompas/Yuniadhi Agung
Tangga masuk MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu (11/4/2021).
Lalu, langkah lainnya untuk mengatasi tantangan cagar budaya, desain stasiun dan terowongan dibuat lebih dalam, yaitu untuk menghindari potensi hambatan di kedalaman yang sempit.
Menurut William, itu merupakan salah satu keunikan dalam membangun CP 203. Lainnya, untuk Stasiun Kota, pintu masuknya akan dibuat terbenam (sunken entrance) karena untuk membuat view dari seluruh situs cagar budaya yang ada di kota tua menjadi kelihatan. Kemudian, MRT akan membangun jalur pejalan kaki di sepanjang jalan pintu besar.
Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji dalam penandatanganan kontrak itu menyatakan, pembangunan MRT merupakan salah satu wujud kerja sama Jepang-Indonesia yang sudah berlangsung lama. Melalui pembangunan MRT Jakarta, Jepang bukan hanya berkontribusi pada pendanaan, melainkan juga pada transfer teknologi dan pengetahuan.
Melihat antusiasme masyarakat Jakarta akan fase 1 yang baru saja berulang tahun komersial yang kedua pada 24 Maret lalu, Kenji berharap pembangunan fase 2 akan lancar. Sebab, ia melihat MRT sudah menjadi alat transportasi penting bagi warga Jakarta dan turut mengubah gaya hidup masyarakat Jakarta.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang hadir dalam acara itu, mengingatkan pentingnya integrasi antarmoda angkutan umum. Integrasi bukan saja untuk menyambungkan antarpenduduk, melainkan juga memudahkan kegiatan perekonomian. MRT, katanya, menjadi alat menumbuhkan budaya, menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baru, dan kedisiplinan baru.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Bus Transjakarta melintas di jalur umum Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, karena jalur khusus bus rapid transit (BRT) Transjakarta sedang berlangsung pengerjaan proyek moda raya terpadu (MRT) fase 2, Senin (11/1/2021).
Integrasi antarmoda
Terkait integrasi, William menambahkan, pintu masuk MRT di kawasan Kota Tua akan terhubung langsung dengan underpass atau terowongan yang sekarang menghubungkan halte Transjakarta. Nantinya akan ada pintu masuk yang muncul di depan Plaza Beos, tepatnya di depan Stasiun Jakarta Kota.
”Underpass itu akan di-updgrade sehubungan dengan pembangunan stasiun MRT,” jelas William.
Stasiun Kota dan Stasiun Glodok akan juga terhubung langsung dengan Halte Transjakarta sehingga akan terjadi integrasi yang baik antara MRT, KCI, dan Transjakarta di kawasan Kota. Rencana pembangunan MRT di Kota juga telah diintegrasikan dengan rencana revitalisasi kawasan Kota Tua. Jalan Pintu Besar Selatan akan dioperasikan hanya untuk pedestarian dan jalur Transjakarta sehingga akan menjadi bagian dari low emission zone Kota Tua.
Adapun pembangunan MRT fase 2 ini mengusung konsep urban regeneration, yaitu mengubah paradigma pembangunan dari car oriented development menjadi transit oriented development. ”Untuk itu, kami akan mengintegrasikan pembangunan transportasi MRT dengan pembangunan TOD mulai dari Thamrin, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, sampai ke Kota,” katanya.