Pelapor Kantongi Bukti Rekaman Dugaan Korupsi di Damkar Depok
Pelapor kasus dugaan korupsi di Damkar Kota Depok akan segera menyerahkan alat bukti dugaan korupsi ke aparat penegak hukum. Sementara, Damkar Depok memastikan patuh mengikuti proses hukum yang berlaku.
Oleh
STEFANUS ATO/AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sandi Butar Butar (31), anggota Dinas Pemadaman Kebakaran Kota Depok, Jawa Barat, siap memberikan keterangan lagi terkait dugaan korupsi di kantor tempat ia bekerja. Ia memiliki bukti rekaman percakapan ancaman pemecatan, rekaman permintaan maaf, hingga percakapan intimidasi dari pejabat di Dinas Pemadaman Kebakaran Kota Depok.
"Pernyataan dari pejabat Damkar bilang tidak ada ancaman pemecatan, tetapi saya ada buktinya. Dari situ saya dapat surat teguran pertama. Saya tidak pernah melakukan tindakan indisipliner. Saya cinta pekerjaan ini," kata Sandi, Minggu (18/4/2021) di Depok.
Sandi kepada Kompas, memberikan salah satu bukti rekaman percakapan singkat berdurasi 55 detik terkait obrolan pemecatannya. Dalam rekaman diketahui, Bendahara Damkar Depok, Acep, dan Komandan Regu, Leo, terdengar seperti mempertanyakan keputusan salah satu pejabat yang akan memecat Sandi. Asep dan Leo mempertanyakan keputusan pemecatan lantaran mereka menilai Sandi tidak melanggar serta selalu melaksanakan tugas di lapangan.
Bukti lainnya yang sudah ia kumpulkan, antara lain pesan WhatsApp berupa upaya intimidasi kepada teman-teman sesama anggota Damkar untuk tidak membela Sandi. Jika ada yang membela Sandi, mereka terancam dipecat. Ia juga mengklaim memiliki bukti rekaman permintaan maaf salah satu pejabat yang mengakui kesalahannya terkait iuran BPJS.
"Kalau takdir, saya percaya, saya mengungkap kebenaran dan fakta di lapangan seperti itu. Alat-alat bukti ini akan saya sampaikan ke Kemendagri juga," ucap Sandi.
Ia kukuh membongkar kasus dugaan korupsi di tempatnya bekerja, lantaran ia menilai kualitas sepatu pakaian dinas lapangan (PDL) tidak sesuai standar. Standar dimaksud, antara lain tidak dilengkapi besi pengaman pada ujung sepatu dan mudah rusak saat dipakai bertugas.
Kualitas sepatu PDL tidak sebanding dengan harga pagu anggaran sepatu sebesar Rp 850.000. Dari hasil pengecekan, harga sepatu dengan merek dan kualitas yang sama hanya sekitar Rp 400.000. Selain sepatu, ada sejumlah perlengkapan kerja lain yang seharusnya disiapkan kantor, seperti tongkat untuk menangkap ular yang justru dibuat sendiri oleh anggota.
Dugaan korupsi lainnya yang juga disuarakan ialah pengurangan insentif penanganan Covid-19. Insentif yang harus diperoleh sebesar Rp 1,8 juta dipotong menjadi hanya Rp 850.000.
Klarifikasi Damkar
Kepala Dinas Damkar Kota Depok Gandara Budiana mengatakan, terkait dugaan korupsi pengadaan sepatu pakaian dinas lapangan (PDL) dan pemotongan insentif di lingkungan Damkar Depok, pihaknya kooperatif mengikuti aturan. Tiga hari berturut-turut, para pejabat dari Damkar Depok sudah datang ke Polres Kota Depok untuk dimintai keterangan.
”Kami juga tetap siap bersikap kooperatif terhadap inspektorat dan aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti kejelasan dari kasus ini,” kata Gandara dalam siaran pers yang diterima Kompas, Minggu (18/4/2021), di Jakarta.
Gandara mengatakan, terkait sepatu perlu dibedakan. Sebab, ada berbagai jenis sepatu dengan penggunaan berbeda, mulai dari sepatu PDL, sepatu yang dipakai untuk keseharian, sepatu untuk pelaksanaan apel, hingga ada sepatu untuk kegiatan lapangan lainnya.
”Ada juga APD (alat pelindung diri) untuk kelengkapan pemadaman di lapangan. APD itu, mulai dari pelindung kepala, baju tahan panas, hingga sepatu khusus pemadam kebakaran atau sepatu harviks,” katanya.
Ia menambahkan, terkait iuran BPJS, pembayaran dilakukan secara kolektif, baik itu untuk BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Sementara itu, penerimaan honor berdasarkan bukti yang dimiliki, yakni Rp 1,7 juta. Uang itu sudah diserahkan ke komandan regu untuk kegiatan tiga bulan.
”Sampai saat ini juga tidak ada pemecatan atau permintaan mundur apapun yang dikeluarkan ke saudara Sandi. Proses klarifikasi juga sedang dilakukan oleh pihak internal dan aparat penegak hukum,” kata Gandara.
Sebelumnya, Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tumpak Haposan Simanjuntak mengatakan, Kemendagri membentuk tim khusus dan melibatkan Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil), yang di dalamnya terdapat Direktorat Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran.
Ditjen Bina Adwil dilibatkan, karena direktorat tersebut paling memahami standardisasi sarana prasarana di Dinas Damkar, sekaligus pegelolaan sumber daya manusianya. ”Nah, yang mau kami dalami, laporan dugaan korupsi sarana prasarananya itu seperti apa, dan pemotongan honor yang dilaporkan tidak wajar itu juga seperti apa,” ujar Tumpak.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok Herlangga Wisnu Murdianto mengatakan, setelah menerima laporan dan keterangan dari Sandi, pihaknya terus mengumpulkan keterangan dari anggota dinas damkar. Hingga saat ini sudah ada sembilan orang dipanggil untuk dimintai keterangan.
Herlangga mengatakan, Kejari Depok, secara spesifik menangani kasus pengadaan sepatu pakaian dinas lapangan (PDL) pada 2018. Dari laporan dan alat bukti dari Sandi, pengadaan sepatu PDL dinilai tidak sesuai standar dan diduga jauh di bawah pagu anggaran.
”Ini masih kami dalami, masih tahap awal. Pemeriksaan ini akan menjadi kunci ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian. Kami belum bisa hitung potensi kerugiannya. Namun, memang ini menggunakan anggaran dinas damkar pada anggaran tahun 2018,” kata Herlangga.
Tak hanya Kejaksaan Negeri Depok, Penyidik Tindak Pidana Korupsi Polres Depok juga memanggil sejumlah pejabat Dinas Damkar Kota Depok, di antaranya Kepala Bidang Penanggulangan Bencana Denny Romulo dan Kepala Bidang Pengendalian dan Operasi Welman Naipospos. Kasat Reskrim Polres Metro Depok Ajun Komisaris Besar I Made Bayu Sutha mengatakan, pihaknya masih mendalami dan meminta klarifikasi terkait dugaan korupsi insentif penanggulangan Covid-19.
”Masih kami dalami dulu. Sekarang tahapnya proses klarifikasi,” kata Bayu.