Sejumlah warga mempercepat mudik karena adanya larangan bepergian ke luar kota pada periode 6-17 Mei mendatang. Pekan pertama Ramadhan ini, mereka sudah menyegerakan mudik.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga beranjak mudik dari Jakarta pada pekan pertama puasa Ramadhan tahun 2021 ini. Mudik dilakukan warga lebih cepat sebagai respons adanya pelarangan mudik pada periode 6-17 Mei mendatang.
Larangan mudik sebelumnya tertuang dalam Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah selama 6-17 Mei. Pemerintah melarang penggunaan atau pengoperasian sarana transportasi selama periode yang telah ditentukan untuk seluruh moda, meliputi darat, laut, udara, maupun perkeretapian.
Pada Minggu (18/4/2021), sejumlah warga telah merencanakan kepulangan dengan moda bus ke sejumlah tujuan. Nurkatiyah (49), misalnya, telah menunggu bus di gerai perusahaan otobus (PO) Rosalia Indah bilangan Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur. Dia hendak menuju Klaten, Jawa Tengah, dengan jadwal bus tepat pukul 13.00.
Kepergian Nurkatiyah pada hari itu lebih cepat dibandingkan dengan rencana sebelumnya. Dia mulanya ingin berangkat pada pekan terakhir di bulan Ramadhan. Namun, karena adanya pelarangan mudik serta kondisi anaknya yang sedang hamil, rencana mudik menjadi lebih cepat.
”Saya akhirnya putuskan buat segera berangkat (mudik). Takutnya nanti kalau ditunda-tunda, saya enggak bisa menemani anak yang sudah hamil besar di kampung. Yang penting sampai Klaten dulu, nanti saja pikirkan balik ke Jakarta gimana,” ujar ibu yang tinggal di Jakarta Timur ini.
Adib (37), warga Depok, Jawa Barat, pun berangkat dari gerai PO yang sama untuk tujuan Ngawi, Jawa Timur. Dia bersama istri dan anaknya lebih awal pulang ke kampung halaman demi menjenguk orangtua. Rencana mudik kali ini lebih cepat karena khawatir adanya pelarangan mudik.
Karena kondisi itu, Adib terpaksa menutup lapak usaha bakso sementara waktu. ”Kami pulang lebih awal dan kembali ke Jakarta lebih awal. Sudah ada larangan mudik, ya, mau enggak mau kami ikuti saja tanggal yang berlaku itu,” ucapnya.
Kami pulang lebih awal dan kembali ke Jakarta lebih awal. Sudah ada larangan mudik, ya, mau enggak mau kami ikuti saja tanggal yang berlaku itu.
Calon pemudik juga menunggu di perhentian bus kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Sebagian mereka mengincar berbagai jurusan bus, baik ke Jawa Barat maupun ke Jawa Tengah.
Alinurdin (42) pada siang itu menunggu bus jurusan Sumedang, Jawa Barat. Dia yang mempunyai usaha warung lotek akhirnya memilih menutup usaha sementara waktu untuk mudik lebih cepat.
”Dari Pasar Rebo bisa dapat bus yang langsung ke arah Sumedang. Dagangan juga lagi enggak terlalu ramai, saya akhirnya berencana pulang saja,” kata Ali.
Rudy (54), pekerja lepas bidang pariwisata, juga mengejar jadwal bus menuju Solo pada sore ini. Dia setelah itu berencana menyambung rute ke Denpasar, Bali, kampung halamannya.
”Saya tunggu (di Pasar Rebo) supaya cepat dapat bus. Rencana akan menetap di Bali lama karena usaha perjalanan pariwisata lagi lesu,” ucapnya.
Pekerja informal
Sebagian pekerja yang mulai mudik pada pekan ini didominasi kalangan pekerja informal. Pengamat transportasi dari Univesritas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, memandang pekerja informal memang kerap mudik lebih awal. Dengan adanya kebijakan larangan mudik, besar kemungkinan mereka akan menyegerakan mudik.
Kondisi tersebut mestinya diantisipasi dengan pemantauan protokol kesehatan ketat sejak dari keberangakatan. Selama kerumunan bisa dicegah, mestinya transportasi masih akan aman.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan menuturkan, pekerja informal akan sangat sulit diawasi, terutama karena jumlahnya sangat banyak dan mereka memanfaatkan berbagai moda transportasi lain.
Shafruhan mencemaskan antrean pemudik yang membeludak di luar periode larangan mudik. ”Keberangkatan pekerja informal itu yang mesti diwaspadai bakal tidak terkontrol,” ucapnya.