Vaksinasi Covid-19 Bukan Dasar Pelonggaran Kegiatan Masyarakat
Pelonggaran kegiatan masyarakat hanya bisa dilakukan jika angka persentase kasus positif maksimal 5-8 persen, sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia.
Oleh
Helena F Nababan dan Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat pelonggaran untuk sejumlah kegiatan masyarakat selama bulan puasa, salah satunya memperpanjang jam operasional rumah makan. Namun, epidemiolog mengingatkan, vaksinasi yang tengah berjalan tidak bisa menjadi dasar pertimbangan pelonggaran karena pemprov tetap harus mencermati angka positivity rate atau persentase kasus positif dan memperketat pelaksanaan protokol kesehatan.
Pemprov DKI melalui Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 434 Tahun 2021 tentang perubahan atas Keputusan Gubernur Nomor 405 Tahun 2021 tentang perpanjangan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro menjelaskan, pelonggaran dilakukan untuk mendukung aktivitas masyarakat dalam menjalankan ibadah dan kegiatan masyarakat pada kegiatan restoran.
Ahmad Riza Patria, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Selasa (13/4/2021) di Balai Kota DKI Jakarta, menjelaskan, sejumlah pelonggaran yang diperbolehkan dilakukan di antaranya melakukan ibadah tetapi dengan tetap memperhatikan kapasitas sesuai ketentuan, yaitu 50 persen. Kemudian untuk kegiatan restoran, makan atau minum di tempat dibolehkan tetapi paling banyak 50 persen dari kapasitas.
Dalam Kepgub No 434 tersebut juga diatur jam operasional restoran dan rumah makan dibuka lebih lama sehingga warga bisa makan di tempat hingga pukul 22.30. Lalu restoran dapat beroperasi kembali pada pukul 02.00-04.30 untuk melayani kebutuhan sahur. Untuk layanan makanan dibawa pulang atau hantaran bisa beroperasi selama 24 jam.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin menambahkan, pihaknya mendukung kebijakan tersebut dengan pengawasan dan penindakan. ”Makanya patroli kita geser dari siang hari ke malam hari mulai pukul 19.00 hingga waktu sahur,” katanya.
Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, melalui akun media sosial Instagram-nya menyampaikan, sejumlah pelonggaran yang diperbolehkan selama bulan puasa karena ada pertimbangannya. Pertimbangan yang dimaksud, di antaranya, kasus aktif melandai menjadi 6.000-7.000 kasus aktif setelah pernah mencapai 26.000 kasus aktif.
Kemudian untuk vaksinasi kelompok prioritas, khususnya warga lanjut usia (lansia), saat ini untuk penerima dosis 1 sudah dilakukan kepada 526.687 orang atau 57,8 persen dari target sasaran 911.631 orang. Dosis 2 sudah diberikan kepada 177.883 orang atau 19,5 persen dari target sasaran. Untuk kelompok orang lansia itu, kata Anies, ditargetkan bisa mencapai 90-95 persen dari sasaran sebelum Idul Fitri.
Untuk mencapai target itu, DKI di antaranya mengambil kebijakan memberdayakan kader dasawisma di rukun warga dan rukun tetangga (RW/RT), jemput bola guna memastikan semua warga lansia berkartu tanda penduduk Jakarta bisa diantar ke puskesmas tiap wilayah untuk mendapatkan vaksin Covid-19.
Layanan antar jemput itu resmi dilakukan pada 9 April. Akan tetapi, di Puskesmas Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, inisiatif tersebut sudah berjalan sejak Maret ketika program vaksinasi bagi penduduk lansia mulai dicanangkan.
Kepala Puskesmas Kecamatan Cilandak Maryati Kasiman mengungkapkan bahwa di wilayah itu ada 17.782 lansia sasaran vaksinasi Covid-19. ”Untuk dosis pertama sudah tervaksin 11.214 lansia atau 63 persen dari jumlah keseluruhan,” katanya kemarin. Adapun lansia yang telah memperoleh vaksinasi tahap kedua baru 5.713 orang atau 14,84 persen.
Belum tuntas
Dicky Budiman, ahli epidemiologi dari Griffith University, Australia, mengingatkan Pemprov DKI Jakarta, saat ini Jakarta memang tengah menyelenggarakan vaksinasi. Namun, target vaksinasi pada kelompok prioritas belum selesai, bahkan untuk kelompok prioritas yang berisiko seperti lansia belum tuntas.
Secara nasional, lansia yang mendapatkan dosis pertama baru 8 persen. ”Kecil sekali. Yang perlu diingat, warga lansia ini berkontribusi besar dalam kasus infeksi ataupun kematian,” katanya.
Jadi, lanjut Dicky, yang harus diperhatikan adalah vaksinasi tidak bisa menjadi dasar pelonggaran. Yang menjadi dasar pelonggaran, adalah positivity rate atau persentase angka positif. Apabila menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) positivity rate aman ada di 5 persen ke bawah atau setidaknya 5-8 persen.
”Di kisaran itu boleh. Tetapi bukan vaksinasi. Pelonggaran itu harus dilihat dari positivity rate sebetulnya. Itu yang benar,” kata Dicky.
Melihat data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, pada 12 April 2021 positivity rate DKI Jakarta ada di 8,8 persen. Tanggal 11 April 2021 ada di 9,2 persen, tanggal 10 April 2021 ada di 9,0 persen, tanggal 9 April 2021 ada di 9,7 persen, tanggal 8 April 2021 di 10 persen, tanggal 7 April 2021 di 9,8 persen, dan tanggal 6 April 2021 di 9,8 persen.
Dengan pertimbangan itu, Dicky menegaskan, sebelum kebijakan pelonggaran dilakukan, Pemprov DKI harus bisa memastikan tidak akan terjadi kerumunan karena itu akan mengurangi risiko.
Harus dipastikan kapasitas orang yang boleh makan dan batasan lama waktu di restoran. Kalau makan di tempat itu bagusnya tidak lebih dari satu jam.
Supaya tidak muncul kerumunan, menurut Dicky, pengelola rumah makan bersama Pemprov DKI harus bisa mengatur lama antrean makanan mulai dari pemesanan yang bisa diatur secara daring hingga pengambilan di tempat tidak lebih dari 15 menit.
”Itu dimungkinkan dan bisa asal dia pesan dulu, pesan secara daring. Jadi dari dia datang dan ambil itu tidak boleh lebih dari 15 menit itu yang harus dipastikan,” kata Dicky.
Selama 15 menit itu juga tidak boleh ada antrean. Hal lainnya adalah kapasitas tempat dan durasi makan. ”Harus dipastikan kapasitas orang yang boleh makan dan batasan lama waktu di restoran. Kalau makan di tempat itu bagusnya tidak lebih dari satu jam,” kata Dicky.