Pemkab Bogor Batasi Jam Operasional Bisnis Kuliner
Di Kabupaten Bogor, pelaku usaha kuliner boleh beroperasi pukul 16.00-21.00 dan pada waktu sahur pukul 02.00-04.30. Sementara di Kota Bogor tidak ada pembatasan jam operasional dengan syarat protokol kesehatan ketat.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengeluarkan aturan jam operasional bagi pelaku kuliner selama bulan Ramadhan. para pelaku usaha kuliner dan pengunjung dimbau tetap menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Aturan jam operasional itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) No 451.13/227-Kesra tentang Panduan Kegiatan Masyarakat Selama Bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Dalam surat edaran tersebut diatur pembatasan kegiatan masyarakat, mulai dari ibadah hingga aturan jam operasional.
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, warung Tegal, rumah makan, dan restoran diizinkan buka mulai pukul 16.00 untuk persiapan buka puasa hingga pukul 21.00. Sementara untuk waktu sahur, jam buka mulai dari pukul 02.00 hingga 04.30. Pada jam-jam itu, pengunjung tetap dibatasi maksimal 50 persen dari daya tampung yang tersedia.
”Untuk melayani orang yang tidak berpuasa, tempat usaha kuliner bisa melalui pesan antar. Sementara itu, mal, tempat kebugaran, dan fitness bisa beroperasi seperti biasanya dari pukul 10.00-21.00 dengan pembatasan kunjungan dan protokol kesehatan,” kata Ade, Selasa (14/4/2021).
Selain itu, tempat hiburan seperti karaoke, spa, dan tempat pijat tidak diizinkan beroperasi selama bulan Ramadhan. Untuk semua jenis usaha, lanjut Ade, petugas dari kepolisian, TNI, satpol PP, hingga aparatur tingkat kelurahan akan ikut mengawasi dan menjaga ketertiban umum, terutama protokol kesehatan.
”Tentunya akan ada sanksi, sesuai ketentuan dan aturan. Di bulan puasa, kita bersama saling menjaga, tetap aman, produktif, berpikir positif, bahu-membahu, dan tolong-menolong. Meringankan beban sesama, juga tetap menjaga protokol kesehatan,” katanya.
Tetap diawasi
Di Kota Bogor tidak ada aturan pembatasan jam operasional usaha kuliner. Namun, Pemerintah Kota Bogor tetap akan mengawasi sejumlah titik keramaian dan rumah makan agar tetap ketat menjalankan protokol kesehatan.
Dalam Surat Edaran Wali Kota Bogor Nomor 061/1789 – Huk.HAM tentang Pelaksanaan Kegiatan Ibadah Budalan Ramadhan dan Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah/2021 Masehi di Kota Bogor, kegiatan berbuka puasa bersama harus mematuhi aturan pembatasan 50 persen.
Dalam aturan itu, selama satu minggu setelah Idul Fitri, pemilik atau pengelola tempat hiburan malam, seperti tempat biliar dan karaoke, panti pijat, diskotek, dan acara-acara seperti live music di hotel, kafe, restoran, mal, dan tempat hiburan lain, harus menutup usahanya.
Sementara itu, pelaku usaha kuliner diizinkan beroperasi selama ibadah puasa berlangsung dengan syarat menutup tempat usaha menggunakan tirai. Batas maksimal pengunjung adalah 50 persen.
”Tidak ada pembatasan secara khusus untuk tempat usaha kuliner. Masih boleh buka selama aturan penerapan protokol kesehatan ketat. Sama seperti di aturan PSBMK, kami juga awasi tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan keramaian. Ada petugas yang akan mengawasi itu. Kami tetap mengimbau warga agar berbuka dan sahur bersama keluarga saja,” kata Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim.
Kepala Polres Kota Bogor Komisaris Besar Susatyo Purnomo Condro mengatakan, pada masa pandemi yang belum reda, pihaknya berkomitmen dan siap bersinergi dengan Pemerintah Kota Bogor, TNI, hingga para ulama untuk bersama menjaga keamanan, mengantisipasi gangguan ketertiban masyarakat, dan menegakkan kepatuhan protokol kesehatan pada bulan Ramadhan.
Menurut Susatyo, pihaknya sudah memetakan sejumlah titik yang berpotensi menimbulkan keramaian, terutama saat menjelang berbuka puasa, shalat Tarawih, dan sahur. Titik-titik itu antara lain Jembatan Merah, Bogor Nirwana Residence, Jalan Pandu Raya, dan area publik lain. Selain itu, berdasarkan data yang dihimpun dari kepolisian, ada 450 masjid di Kota Bogor. Sebanyak 147 masjid memiliki anggota jemaah cukup banyak.
”Dalam Operasi Kurma 2021, kami menerjunkan 200 personel khusus yang berkolaborasi dengan marbot dan dewan kemakmuran masjid (DKM) untuk menerapkan protokol kesehatan saat ibadah dan aktivitas lain. Sebanyak 300 personel untuk tim pemburu PPKM dan tim crowd free road. Kami juga mendirikan enam pos jaga. Total kami menerjunkan 800 personel untuk mengawasi sejumlah titik area yang berpotensi menimbulkan keramaian serta mengawasi ketertiban masyarakat dan protokol kesehatan berjalan ketat,” papar Susatyo.
Di tengah euforia bulan Ramadhan, lanjutnya, warga perlu menahan diri untuk tidak banyak beraktivitas, terutama menghindari kumpul-kumpul yang menimbulkan keramaian. Selain itu, bulan Ramadhan biasanya selalu dihiasi dengan tawuran dan konvoi bermotor saat sahur. Oleh karena itu, antisipasi dan pengawasan ketat protokol kesehatan dan ketertiban harus dilakukan, tidak hanya oleh kepolisian, TNI, satpol PP, dan aparatur pemerintah, tetapi juga semua elemen, termasuk ulama.
Menurut Susatyo, meski penggunaan masker sudah tertib dan menjadi kebiasaan baru, masih banyak pula warga yang merasa situasi sudah normal sehingga mengabaikan keselamatan diri dan lingkungan keluarga dengan tidak menerapkan protokol kesehatan ketat. Padahal, situasi belum aman sepenuhnya dan ancaman penyebaran Covid-19 masih tinggi.
”Jangan sampai kita kembali ke zona merah. Kita ingin merayakan Ramadhan dan Lebaran di rumah bersama keluarga, kita tidak ingin merayakannya di rumah sakit. Kita semua saling menjaga. Saya berharap keterlibatan para ulama bisa memberikan imbauan dan pesan kepada jemaah untuk tetap menjalankan protokol kesehatan. Biasanya jika melalui pendekatan ulama, warga atau jemaah akan ikut, mau mendengarkan. Kami juga akan berusaha untuk tetap menjaga kondusivitas Kota Bogor,” katanya.