Pensiunan ”Gatal” dan Pemulung Cantik Duta Bank Sampah Cirendeu
Bank sampah mendatangkan penghasilan, tak hanya lingkungan bersih. Inisiatif warga memunculkan hal tak terduga sebelumnya, seperti di Cirendeu, Tangerang Selatan.
Membicarakan sampah, pilihan yang biasanya ada di masyarakat hanya dua, dibakar atau dibuang ke tempat pembuangan akhir. Namun, selalu ada orang-orang ”ekstra kerjaan” yang mau menginisiasi bank-bank sampah demi memastikan lingkungan tempat tinggal mereka bersih dan nyaman.
Mari kita lihat Bank Sampah Sampurna yang terletak di RT 003 RW 008 Kelurahan Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Bank sampah ini berdiri pada 2014 atas inisiatif ”lima sekawan” pensiunan yang mencari cara memanfaatkan waktu secara produktif ketika tidak ada lagi rutinitas kantoran.
”Awalnya saya ’gatal’ mencari kegiatan harian setelah pensiun. Kan, bosan kalau diam di rumah saja. Akhirnya mengobrol sama tetangga-tetangga yang juga pensiunan, ternyata kita berlima sama-sama jengah dengan banyaknya sampah di sekitar rumah,” kata Wakidi, pensiunan pegawai negeri Perusahaan Listrik Negara saat ditemui di Cirendeu, Sabtu (27/3/2021).
Baca Juga: Peran Bank Sampah Dikedepankan
Wakidi bersama empat temannya, Paiman, Nurjanah, Abdul Kholik, dan Suparno, yang semuanya adalah pensiunan pegawai negeri ataupun karyawan swasta, akhirnya sepakat mencoba mendirikan bank sampah. Pengurus, pemungut sampah, dan nasabah awalnya adalah mereka berlima.
RW 018 memiliki tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di sebuah tanah kosong. Warga biasanya asal melempar kantong plastik berisi berbagai sampah campuran dan meninggalkannya.
Menurut Wakidi yang kini menjadi Ketua Bank Sampah Sampurna sekaligus Ketua Perkumpulan Bank Sampah Tangerang Selatan (Perbas Tangsel), sampah-sampah itu tidak diangkut secara teratur sehingga menumpuk selama berbulan-bulan. Warga yang kesal biasanya membakar sampah itu dan asapnya menguar ke mana-mana.
”Kami berlima setiap pagi akhirnya memunguti sampah di jalanan, got, sampai ke bawah ke pinggir bantaran kanal Situ Gintung. Kami diketawain tetangga. Katanya, tua-tua kok mulung, kayak enggak ada kerjaan. Namun, kita justru makin semangat,” tutur Wakidi.
Beberapa nasabah saldo tabungannya jutaan rupiah karena mereka telaten menyetor sampah dan jarang mengambil uangnya.
Awalnya warga melihat perilaku kelima orang lansia ini dengan pandangan aneh. Apalagi, setelah mengumpulkan sampah, lima sekawan ini tak segan-segan berjongkok memisahkan botol plastik dari tutupnya, mengupas merek-merek dari kemasan, dan menumpuk kardus-kardus dengan rapi. Benar-benar bukan perilaku yang lazim bagi mereka yang sebelumnya bekerja kantoran.
Wakidi dan kawan-kawan kemudian mencari pengepul sampah yang mau membeli hasil dari pemilahan itu. Pengepul lalu mendatangi rumah Wakidi. Kegiatan penimbangan saat itu masih dilakukan di garasi miliknya. Proses penimbangan ini kemudian dilihat para tetangga.
Baca Juga: Kebijakan Pengelolaan Sampah Tangsel yang Tak Selesaikan Masalah
Mereka kaget karena ternyata sampah-sampah yang selama ini berceceran kalau dikumpulkan, dipilah, dan dirapikan ternyata laku dijual. Sejak saat itu, warga mulai berdatangan untuk didaftarkan sebagai nasabah.
Pandangan mereka terhadap sampah pun berubah. Tidak lagi asal masuk tong, warga mulai mengumpulkan sampah di rumah masing-masing. Bahkan, warga musiman, yang biasanya tidak menetap untuk jangka waktu lama, seperti tukang sayur keliling dan buruh serabutan, juga ikut menjadi nasabah.
Pemulung cantik
Kisah mirip terjadi di RT 003 RW 018 Kelurahan Pondok Benda, Pamulang. Irma Yunita yang awalnya bekerja di perusahaan swasta memutuskan pensiun dini demi fokus mengurus keluarga. Ia menyelesaikan semua urusan rumah tangga sebelum makan siang, setelah itu kebingungan karena tidak ada kegiatan. Ia pun curhat kepada salah satu temannya yang mengenalkannya kepada konsep bank sampah.
”Saya lalu minta kepada pengurus RT, RW, dan kelurahan supaya ada sosialisasi. Mereka menolong mendatangkan fasilitator dari Dinas Lingkungan Hidup Tangsel. Waktu kami diberi penyuluhan, ternyata banyak warga yang tertarik, apalagi ibu-ibu kader posyandu dan PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga),” tuturnya.
Baca Juga: Kota Tangerang Selatan yang Terus Bergulat dengan Sampah
Pada 2019, Bank Sampah Kresna 18 resmi berdiri dengan pengurus sebelas orang. Mereka menimbang sampah dua kali sebulan, tetapi juga memberi layanan jemput sampah bagi nasabah yang sakit. Irma dan kawan-kawan biasanya menarik gerobak untuk mengambil sampah di rumah nasabah tersebut.
”Kami diteriaki ’pemulung cantik’ oleh warga. Enggak apa-apa karena kita juga enggak kesal. Saya dan teman-teman menganggap ini salah satu sosialisasi tentang bank sampah karena di tengah jalan pasti ada orang yang bertanya,” ucapnya sambil tertawa-tawa.
Perubahan paling drastis justru tampak di anak-anak. Jika biasanya mereka jajan dan membuang bungkus makanan sembarangan, mereka sekarang justru aktif memungut kantong plastik bekas kemasan, sedotan, dan gelas minuman dari jalanan. Sampah itu mereka bawa pulang dan diberikan kepada orangtua untuk dipilah.
Sebelum pandemi Covid-19, anak-anak bahkan membawa sampah dari sekolah pulang agar dikumpulkan di rumah.
Daya tarik
Salah satu daya tarik bank sampah ialah nilai ekonominya. Nilai ini ditentukan oleh pengepul, tetapi umumnya bersama.
Satu kilogram sampah aluminium berharga Rp 8.000, sampah kawat tembaga yang sudah dikupas nilainya Rp 50.000, botol minuman yang sudah bersih dari tutup dan mereknya bernilai Rp 3.000, bahkan sedotan plastik beserta bungkus sekali pakai jika dikumpulkan berharga Rp 250.
”Bagi warga ini sangat membantu memberi uang tambahan. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit,” kata Paiman, salah satu pengurus Bank Sampah Sampurna.
Uang dari penjualan sampah disimpan bendahara. Setiap nasabah memiliki buku tabungan yang dipegang pengurus. Buku tabungan ini dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Tangsel dan diberikan secara cuma-cuma kepada bank sampah yang terdaftar di Dinas Lingkungan Hidup Tangsel, selain itu mereka juga difasilitasi dengan diberi timbangan digital dan gerobak.
Menurut Paiman, setiap selesai menimbang, nasabah menyetor mulai dari Rp 5.000 sampai Rp 300.000. Tidak ada batasan minimal setoran. Pengambilan uang dari bank sampah juga terserah nasabah selama mereka menyisakan saldo paling sedikit Rp 2.000.
Lihat Juga: Menabung di Bank Sampah
Keberadaan bank sampah ini mendidik warga agar gemar menabung. Warga berpenghasilan tidak tetap umumnya tidak menabung di bank umum karena persyaratan minimal saldo Rp 100.000. Pengambilannya juga harus kelipatan Rp 50.000. Bank sampah menjadi institusi yang bisa menampung nasabah jenis ini.
”Mustahil bagi orang yang setiap menyetor hanya Rp 6.000, Rp 7.500, atau jumlah-jumlah ganjil yang tidak diterima bank. Waktu mengambil pun ada nasabah yang hanya mengambil Rp 3.800 atau Rp 12.000 untuk membeli sayur atau kebutuhan rumah tangga lainnya,” kata Paiman.
Beberapa nasabah saldo tabungannya berjumlah jutaan rupiah karena mereka telaten menyetor sampah dan jarang mengambil uangnya. Biasanya mereka baru mengambil uang sebelum hari raya dan senang sekali karena jumlah saldonya bisa mencapai Rp 2 juta, bahkan Rp 3 juta.
Demikian pula di Bank Sampah Kresna 18, tabungan dari hasil mengumpulkan sampah itu sangat membantu nasabah, seperti pengalaman Iin Dwi Lestari. Suaminya kehilangan pekerjaan karena hotel tempatnya bekerja gulung tikar akibat pandemi Covid-19. Iin mengambil tabungannya di bank sampah sebagai modal memulai usaha makanan sarapan dan membiayai suaminya mendaftar sebagai pengojek daring.
”Waktu suami awal-awal ngojek, uang untuk beli paket datanya, ya, dari tabungan di bank sampah itu,” ujarnya.
Siti Kumala Agus, Ketua Bank Sampah Daffodil, di Perumahan BATAN Indah, Setu, ingin membawa bank sampah ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu koperasi. Syarat keanggotaannya adalah menjadi nasabah di bank sampah tersebut. Iuran wajib anggota koperasi bisa dibayar dalam bentuk sampah yang telah dipilah.
”Anggota koperasi bisa meminjam uang dan pelunasan ataupun cicilannya bisa dibayar dalam bentuk sampah sesuai jumlah tunai yang dipinjam,” katanya.
Baca Juga: Sampah Rumah Tangga Tangsel Menumpuk di Pinggir Jalan Pasca-Lebaran