Uji coba pembelajaran tatap muka di Jakarta dimulai hari ini. Orangtua murid dan publik diminta mengawal pelaksanaannya dengan menyalurkan aspirasi di kanal pengaduan resmi.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar/Helena F Nababan/Sekar Gandhawangi/Stefanus Ato/Aguido Adri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Uji coba pembelajaran tatap muka atau PTM di Ibu Kota akan berlangsung mulai hari ini, Rabu (7/4/2021) hingga 29 April. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana, dalam keterangan tertulis, Selasa (6/4/2021), menjelaskan, Dinas Pendidikan DKI Jakarta bekerja sama dengan sejumlah pihak dalam menyiapkan rencana pembelajaran tersebut.
”Prioritas kita semua adalah kesehatan dan keamanan peserta didik,” ujarnya.
Dalam penerapan uji coba PTM ada beberapa ketentuan teknis yang mesti dipatuhi. Durasi belajar siswa di sekolah terbatas 3-4 jam dalam satu hari.
Prioritas kita semua adalah kesehatan dan keamanan peserta didik.
Jumlah hari tatap muka terbatas adalah satu hari dalam satu minggu untuk satu jenjang kelas dengan jumlah peserta didik yang terbatas dengan maksimal 50 persen dari daya tampung per kelas. Bangku belajar juga diatur dengan jarak 1,5 meter antarsiswa.
Teknis pelaksanaan PTM, pada hari Senin yang belajar tatap muka SD kelas IV, SMP kelas VII, dan SMA kelas X. Siswa kelas I, II, III, dan PAUD belajar dari rumah. Untuk Selasa, semua ruangan disemprot disinfektan.
Rabu yang mengikuti PTM siswa SD kelas V, SMP VIII, dan SMA kelas XI. Kemudian, Kamis disinfektan lagi. Pada Jumat, giliran siswa SD kelas VI, SMP kelas IX, SMA kelas XII yang ikut PTM. Ketentuan lain yang mesti diterapkan adalah materi pembelajaran saat PTM hanya materi esensial.
Satuan pendidikan yang melaksanakan uji coba, kata Nahdiana, dipastikan telah divaksin dan mengikuti pelatihan pembelajaran campuran.
Masyarakat diimbau berpartisipasi dalam mengawasi uji coba PTM dengan melapor melalui kanal aduan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta pada layanan call center 081287671339 atau 081287671340 dan Posko Dinas Pendidikan Jalan Gatot Soebroto Nomor Kav 40-41, Kuningan, Jakarta Selatan.
Belum diberi izin
Di luar 85 sekolah yang dinyatakan dapat mengikuti uji coba PTM, ada 15 sekolah lain yang sudah lolos penilaian untuk mengikuti PTM, tetapi belum mendapat izin dari Disdik DKI. Salah satunya SMAN 97 Jakarta di Brigif, Jakarta Selatan.
”Kami sudah dinyatakan lulus kelayakan PTM. Akan tetapi, kami masih harus menunggu waktu pelaksanaannya dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 97 Jakarta Ruslan.
Kriteria kelayakan melakukan PTM ialah sekolah telah mengisi daftar periksa dan menyerahkannya kepada Disdik DKI yang memverifikasi lapangan. Guru dan tenaga pendidikan sudah mendapat vaksinasi Covid-19. Orangtua murid juga harus merestui PTM.
Selain itu, juga kesiapan sarana dan prasarana sekolah untuk pencegahan penularan virus korona jenis baru, seperti ada tempat cuci tangan lengkap, masker, termometer, dan satuan tugas anti-Covid-19.
Ruslan mengungkapkan, pihak sekolah melakukan dua kali survei kepada 1.006 orangtua dan wali murid secara daring. Dalam survei pertama, 672 orangtua setuju PTM. Survei kedua, hanya 348 orangtua yang menyetujui PTM.
”Tidak apa-apa. Kami tidak memaksa. PTM tetap dilaksanakan hanya untuk orangtua yang sudah siap secara mental dan sarana prasarana. PJJ (pembelajaran jarak jauh) tetap dilaksanakan. Mengikuti PTM ini sepenuhnya pilihan anak dan orangtua,” ujar Ruslan.
Menurut rencana, lama pelajaran akan dikurangi. Apabila satu jam pelajaran biasanya 45 menit, untuk PTM ini berkurang menjadi 25-30 menit. Murid akan berada di sekolah selama 180 menit atau tiga mata pelajaran setiap hari. Pada saat yang sama, kelas daring tetap dilaksanakan bagi para murid yang memilih tetap berada di rumah atau belum mendapat jadwal PTM ke sekolah.
”Kami dorong setiap murid diantar jemput oleh orangtua. Jika tidak bisa, disarankan memesan ojek daring. Selama pemesanan dan menunggu jemputan dilakukan di tempat khusus yang diawasi anggota satgas. Akan kami pastikan anak tidak keluyuran sepulang sekolah,” ujar Ruslan.
Tidak mau divaksin
Pada Maret lalu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melakukan survei terhadap 2.406 guru se-Indonesia. Terungkap ada 8,17 persen guru tidak mau divaksin. ”Angka ini kecil, tapi jangan dianggap remeh,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo.
Menurut survei itu, guru-guru tidak mau mengikuti imunisasi Covid-19 karena khawatir dengan efek samping vaksin. Namun, 22,11 persen dari guru yang menolak divaksin itu mengutarakan alasannya karena pemberitaan negatif terkait dengan imunisasi dan vaksin. Sisanya mengaku tidak takut virus korona jenis baru dan merasa diri mereka tidak akan tertular sehingga menganggap vaksinasi tidak perlu mereka dilakukan.
”Disdik dan pemerintah daerah harus memastikan setiap guru memperoleh informasi akurat mengenai vaksinasi. Jika gurunya tidak terlindungi, sukar memastikan sekolah siap untuk PTM,” ujarnya.
Seruan serupa muncul dari kawasan di sekitar Jakarta meskipun kebijakan PTM yang diambil berbeda-beda. Di Kota Bekasi, Jawa Barat, PTM dilaporkan telah dilakukan di 181 SD dan SMP. Hal serupa terjadi di Kabupaten Bogor. Namun, Kota Bogor masih belum menyelenggarakan PTM dalam waktu dekat.
”Kita belum berani menggelar sekolah tatap muka. Masih ada guru yang belum divaksin,” kata Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim.