Pemindahan ibu kota negara berpeluang menggeser arus kapital dan sumber daya manusia di wilayah timur Indonesia. Namun, seberapa kuat keterkaitan pergeseran tersebut dengan perbaikan ekonom dan kesejateraan masyarakat?
Oleh
BIMA BASKARA
·4 menit baca
Hasil pembangunan sosial-ekonomi selama ini menunjukkan ketimpangan nyata antara kawasan barat dan timur Indonesia. Hingga tahun lalu, Pulau Jawa dan Sumatera masih menjadi magnet pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi dua pulau tersebut dalam pembentukan produk domestik bruto mencapai 80,11 persen.
Tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah barat juga lebih baik ketimbang kawasan timur Indonesia. Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai salah satu indikator kesejahteraan menunjukkan kondisi tersebut tahun lalu.
Dari 21 provinsi di barat Indonesia, dua di antaranya mencatat angka IPM kategori sedang (60-69) dan selebihnya termasuk tinggi (70-79). Besaran IPM di DKI Jakarta bahkan masuk dalam kategori sangat tinggi (di atas 80) sepanjang 2020.
Kondisi sebaliknya dialami kawasan timur Indonesia. Dari total 13 provinsi di kawasan timur, hanya ada empat provinsi yang mencatat IPM kategori tinggi. Besaran IPM sembilan provinsi lainnya ada di kategori sedang, terendah adalah Papua.
Capaian pertumbuhan ekonomi dan IPM yang lebih rendah di kawasan timur, menandakan pentingnya membangun kawasan timur dengan berfokus pada faktor-faktor yang efektif mendorong pertumbuhan ekonomi. Fakta ini semakin relevan jika melihat korelasi antara dua variabel tersebut.
Hasil analisis korelasi sederhana menunjukkan kecondongan tingkat keeratan pertumbuhan ekonomi dan IPM yang berbeda di dua kawasan Indonesia. Dua variabel tersebut menunjukkan korelasi lemah di wilayah barat, tetapi korelasinya erat di timur Indonesia.
Faktor pendorong
Ada sejumlah faktor yang dapat menjelaskan keterkaitan di balik pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Salah satunya, pengaruh populasi penduduk.
Analisis dari korelasi sederhana juga menunjukkan hubungan kuat antara kepadatan penduduk dan kesejahteraan di dua kawasan Indonesia. Bagi kawasan timur, meningkatnya kepadatan penduduk dapat meningkatkan kesejahteraan melalui perbaikan di beberapa sektor.
Pertama, kepadatan penduduk dapat meningkatkan kebutuhan masyarakat. Hal itu akan diikuti dengan tumbuhnya sektor ekonomi produktif, membuka lapangan kerja, dan akhirnya meningkatkan pendapatan penduduk ataupun kesejahteraan.
Kedua, kepadatan penduduk dapat meningkatkan sarana penunjang kualitas hidup. Fasilitas pendidikan dan kesehatan sebagai indikator lain pembentuk IPM juga akan tumbuh untuk menjawab kebutuhan tersebut.
Pemindahan ibu kota dapat saja memperbaiki tingkat kesejahteraan di timur Indonesia melalui dorongan migrasi yang menambah kepadatan penduduk. Namun, migrasi penduduk tanpa diimbangi dengan kualitas juga berpotensi memunculkan problem kesejahteraan ke depan. Peta kemiskinan telah menunjukkan 86 persen dari total 12,04 juta penduduk miskin perkotaan ada di Jawa dan Sumatera sebagai akibat migrasi penduduk.
Keterkaitan pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan dapat juga dilihat sebagai rangkaian akumulasi modal. Dalam konteks ini, kegiatan investasi idealnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan.
Namun, analisis korelasi antara penanaman modal asing (PMA) dan IPM di dua kawasan Indonesia belum menunjukkan hasil signifikan. Variabel PMA dan IPM di timur Indonesia bahkan menunjukkan korelasi sangat lemah.
Karakteristik PMA yang sebagian lebih bersifat padat modal boleh jadi mengakibatkan lemahnya korelasi tersebut. Contohnya, investasi sektor pertambangan nikel dan tembaga yang cukup dominan di sejumlah wilayah Sulawesi dan Maluku-Papua dalam dua tahun belakangan. Sektor tersebut belum tentu efektif menyerap banyak tenaga kerja sehingga tidak berkorelasi langsung dengan perbaikan pendapatan per kapita masyarakat.
Analisis korelasi antara penanaman modal asing (PMA) dan IPM di dua kawasan Indonesia belum menunjukkan hasil signifikan. Variabel PMA dan IPM di timur Indonesia bahkan menunjukkan korelasi sangat lemah.
Sektor penanaman modal dalam negeri (PMDN) juga menunjukkan korelasi lemah dengan IPM. Namun, kawasan timur mencatat nilai korelasi lebih kuat ketimbang wilayah barat Indonesia.
Hal tersebut sedikit banyak juga terkait karakteristik PMDN wilayah timur yang sebagian besar terpusat di sektor konstruksi, kawasan industri, atau pergudangan. Sektor-sektor ini berdampak lebih kuat menyerap tenaga kerja kerja.
Meski demikian, sejatinya kawasan timur Indonesia juga memiliki potensi ekonomi besar di sektor kelautan, pertanian, dan perkebunan. Sulawesi dan Maluku dikenal sebagai penghasil produk unggulan pasar, seperti kakao, pala, cengkeh, kelapa, dan kopi. Dua pulau ini juga unggul dengan produksi perikanan tangkap. Sektor-sektor ekonomi tersebut mempunyai peran strategis jangka panjang mengingat karakteristik produksinya yang ramah lingkungan dengan basis sumber alam terbarukan.
Selain investasi, akumulasi kapital dapat juga tumbuh melalui peran anggaran pemerintah. Sayangnya, variabel belanja pemerintah daerah dan IPM di wilayah timur belum menunjukkan korelasi bermakna, berkebalikan dengan hasil korelasi di kawasan barat Indonesia.
Hasil ini mencerminkan lemahnya peran anggaran daerah dalam perbaikan kesejahteraan. Anggaran belanja daerah idealnya juga dapat dialokasikan ke sektor-sektor yang mendorong perluasan produksi dan produktivitas ekonomi.
Bagaimanapun, pergeseran modal dan sumber daya manusia untuk memperbaiki ekonomi dan kesejahteraan di timur Indonesia memerlukan sinergi kuat pemerintah pusat dan daerah. Sinergi itu mencakup strategi anggaran, perbaikan kualitas manusia, dan dorongan investasi ke sektor-sektor ekonomi yang berkesinambungan bagi kesejahteraan jangka panjang.