Penodong "Senjata" ke Warga di Duren Sawit Berlanjut Ditahan Polisi
Berdasarkan alat-alat bukti yang cukup, MFA dijerat dengan pasal dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya menetapkan MFA (35), pengemudi mobil Fortuner sebagai tersangka dan menahannya. Tersangka mengacungkan airsoft gun ke warga di Duren Sawit, Jakarta Timur, saat terlibat kecelakaan dan membuat pesepeda motor terjatuh.
“Gelar perkara sudah kami lakukan pagi tadi (Sabtu, 3/4) dan hasilnya sudah kami tetapkan sebagai tersangka,” ucap Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, dalam keterangan tertulis hari Sabtu. Penyidik sedang menyiapkan surat penahanan terhadap MFA.
Seperti diberitakan, MFA mengancam warga dengan mengacungkan semacam senjata api di Duren Sawit, di Jalan Kolonel Sugiono, sekitar pukul 01.00 hari Jumat (2/4). Ia saat itu mengendarai Fortuner bernomor polisi B 1673 SJV dan melintas di persimpangan dalam kondisi lampu merah.
Mobil MFA sempat menyenggol sepeda motor yang dikendarai perempuan. Sejumlah warga menolong korban dan mencoba menghentikan Fortuner MFA agar ia bertanggungjawab. Namun, tersangka malah marah-marah dan dari dalam mobil mengeluarkan pistol yang lalu diketahui sebagai airsoft gun.
MFA secara arogan mengacungkan senjata itu dan berteriak dirinya tidak bersalah. Warga pun membiarkannya pergi. Namun, seseorang merekam video yang turut mendokumentasikan pelat nomor mobil dengan tujuan pihak berwajib menindaklanjutinya.
Yusri mengatakan, data identitas kendaraan mengarahkan petugas untuk datang ke salah satu rumah di Patal Senayan, Jakarta Selatan. Namun, di sana polisi hanya bertemu keluarga tersangka. Atas informasi pihak keluarga, MFA diketahui berada di salah satu mal di Jakarta Selatan. Polisi menangkapnya di tempat parkir.
Berdasar alat-alat bukti yang cukup, MFA dijerat pasal dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Namun, Yusri tidak menjelaskan lebih lanjut pasal mana yang dikenakan pada tersangka.
Meski demikian, Yusri pernah menyebut bahwa berdasarkan aturan, airsoft gun hanya bisa digunakan di lokasi perlombaan dan latihan (Kompas, 10/8/2020). Sebab, menurut Peraturan Kepala Polri Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api untuk Kepentingan Olahraga, airsoft gun tergolong senjata api olahraga. Dalam UU Darurat 12/1951, penyalahgunaan senjata api diancam dengan hukuman penjara 20 tahun berdasarkan Pasal 1 Ayat 1.
Menanggapi arogansi MFA di Duren Sawit, Humas Persatuan Olahraga Airsoft Seluruh Indonesia (Porgasi) Bandung Raya, Adam Setia Nugraha, masih ragu apakah pelaku membawa airsoft gun atau air gun. Dari foto kartu tanda anggota organisasi olahraga menembak milik MFA yang beredar di media sosial, ada kemungkinan MFA sebenarnya membawa air gun.
Adam menjelaskan, airsoft gun dan air gun sama-sama replika senjata api, tetapi berbeda dari sisi tenaga. Energi pada airsoft gun di bawah 2 joule, sedangkan pada air gun melebihi 2 joule. Selain itu, amunisi pada airsoft gun berbahan plastik dengan bobot 0,12 gram-0,4 gram per butir, sedangkan amunisi air gun berupa gotri berbahan logam yang lebih berat.
Dengan demikian, penyalahgunaan air gun lebih mengancam jiwa korban dibanding airsoft gun. Dari jarak lima meter, gotri yang ditembakkan dari air gun bisa menembus kulit.
Karena itu, bagi Adam, lebih masuk akal jika penyalahguna replika senjata api memakai jenis air gun. Kepercayaan diri penyalahguna lebih besar dibanding jika memakai air soft gun. “Kalau anak-anak airsoft bisa dibilang satu banding sejuta untuk melakukan hal-hal tersebut,” ujarnya.
Namun, Adam tidak memungkiri tetap terdapat potensi penyalahgunaan airsoft gun untuk mengancam, mengingat bentuk dan ukurannya sama dengan senjata asli. Jika terbukti ada pengguna yang memanfaatkan airsoft gun untuk tindak pidana, pihaknya sangat mendukung kepolisian memproses menggunakan hukum yang berlaku.
Sebelumnya, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto menuturkan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Senjata Api hanya mengatur mengenai senjata api taktis, yang tak lain senjata organik polisi dan tentara. “Khusus senjata api non taktis seperti airsoft gun dan senapan angin sudah waktunya diatur lebih ketat. Ekses dari senjata ini sudah cukup serius,” katanya.
Menurut Benny, dari segi bentuk dan penampilan sukar bagi masyarakat awam, bahkan polisi untuk cepat mengenali senjata api taktis dan non taktis. Karena itu, kecemasan yang ditimbulkan kepada masyarakat sipil akibat pengancaman menggunakan airsoft gun, meski tidak semembahayakan senjata taktis, tidak bisa diremehkan (Kompas.id, 2/4).