Penertiban bangunan di bibir saluran Kali Baru di Tebet, Jakarta Selatan, menghadapi penolakan dari warga. Karena berstatus tanah negara, disebutkan tidak ada ganti rugi bagi warga yang semula menempati lahan itu.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Warga di sepanjang bantaran saluran Kali Baru Jalan Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan, meminta ganti rugi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas penggusuran yang mereka alami. Tanah yang awalnya menjadi tempat tinggal mereka akan digunakan untuk proyek pelebaran saluran air oleh Dinas Sumber Daya Air.
Warga masih bertahan di atas puing-puing bangunan pada hari Rabu (31/3/2021). Mereka menolak angkat kaki sampai pemerintah mau berdialog dengan mereka untuk membahas langkah ganti rugi ataupun relokasi secara benar.
Saya sudah generasi keempat yang tinggal di sini. Kakek buyut saya memiliki rumah ini sejak tahun 1937.
Menurut warga, penggusuran terjadi tiba-tiba. Jarak dari peringatan pertama hingga penggusuran pada tanggal 30 Maret pagi hanya sebelas hari.
”Saya sudah generasi keempat yang tinggal di sini. Kakek buyut saya memiliki rumah ini sejak tahun 1937,” kata Yuli, salah satu warga yang rumahnya diratakan dengan tanah.
Ia mengaku sudah beberapa kali mencoba mengurus sertifikat tanah dan rumahnya ke Kelurahan Menteng Dalam. Akan tetapi, pihak kelurahan tidak mau menindaklanjuti. Yuli mengatakan tidak mengetahui alasan permohonannya tidak diproses. Ia heran karena walaupun permintaan sertifikasi tanahnya ditolak, rumahnya tidak pernah diganggu gugat sampai dengan pertengahan Maret 2021.
”Tiba-tiba ada surat peringatan menyuruh kami mengosongkan bangunan. Sudah begitu enggak ada musyawarah dengan warga soal ganti rugi, ya kami tetap bertahan lah di rumah,” tuturnya.
Soleh, salah satu warga yang rumahnya juga dijadikan usaha bengkel, mengatakan, satuan polisi pamong praja, TNI, dan polisi datang membawa alat berat pada tanggal 30 Maret pagi. Pukul 07.30, bangunan-bangunan itu dihancurkan. Warga tidak sempat menyelamatkan harta benda. Peralatan bengkel milik soleh, peralatan menjahit milik tetangganya, peralatan warung makan, dan semua barang warga tertimbun reruntuhan bangunan.
”Bahkan, waktu aparat saya minta menunjukkan surat tugas penggusuran mereka tidak mau memperlihatkannya,” katanya. Bangunan yang digusur di Jalan Soepomo mulai dari titik simpang Jalan Catur sampai di depan gedung Meiji atau sekitar 200 meter.
Warga sudah mendapat dampingan dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia untuk memediasi diskusi mereka dengan pemerintah. Selain itu, Soleh mengatakan, warga juga sudah mengajukan laporan kepada Komisi Nasional HAM dan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan.
Aset pemerintah
Camat Tebet Dyan Airlangga ketika dihubungi mengatakan bahwa pemberitahuan kepada warga telah dilakukan sejak Januari. Tanah yang mereka jadikan tempat tinggal sesungguhnya milik pemerintah, di bawah pengelolaan Dinas Sumber Daya Air. Dalam data Badan Pertanahan Nasional, saluran air itu sudah berdiri sejak tahun 1800-an dan tercatat sebagai milik negara.
”Tanah aset pemerintah tidak boleh diberi sertifikat. Kalau kelurahan mengabulkan permohonan sertifikasi, justru mereka melakukan tindak kejahatan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pihak kecamatan tidak bisa menawarkan ganti rugi karena dasar dari kompensasi adalah kepemilikan sertifikat tanah dan bangunan. Kecamatan Tebet bisa menawarkan relokasi usaha ke lokasi-lokasi binaan Pemerintah Kota Jakarta Selatan. Khusus untuk tempat tinggal, Dyan mengatakan mau mengusahakan warga pindah ke rumah susun sewa.
”Sejak Januari hingga sekarang tidak ada warga yang mengemukakan tertarik dengan gagasan relokasi ini,” tuturnya.
Kampung Aquarium di Penjaringan, Jakarta Utara, yang sama-sama berada di tanah negara kini menjadi proyek percontohan penataan kampung di DKI.
Jika dilihat dari status lahan sesuai klaim Pemerintah Kota Jakarta Selatan, kasus di Kali Baru, Tebet, ini berbeda penanganan dengan kasus penataan kawasan Kampung Aquarium di Penjaringan, Jakarta Utara, yang sama-sama berada di tanah negara. Warga Kampung Aquarium kini menjadi proyek percontohan penataan kampung di DKI.
Di Kelurahan Pejaten Timur, Pasar Minggu, warga di selanjang bantaran Sungai Ciliwung mulai mengosongkan tempat tinggal. Lurah Pejaten Timur Moch Rasyid Darwis mengatakan, proses pembayaran ganti rugi sudah dimulai. Pembebasan lahan dilakukan di RW 003, 006, 007, 008, 009, dan 010. Total luas lahan yang dibebaskan ada 20 hektar.
”Kami menawarkan relokasi, tapi warga menolak. Mereka memilih mencari tempat tinggal baru sendiri,” katanya.