RSDC Wisma Atlet yang Makin Lowong dan Potensi Lonjakan Pasien yang Terus Mengancam
Pemerintah pusat dan daerah tak memisahkan data hasil tes berdasarkan surveilans aktif atau pelacakan kontak erat dari yang terkonfirmasi positif dan surveilans pasif atau hasil pemeriksaan orang yang berinisiatif dites.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
Tingkat keterisian tempat tidur di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, semakin lowong dengan angka terakhir hanya 33,47 persen. Namun, pengelola RSDC tetap mewaspadai lonjakan kasus positif menjelang periode-periode libur panjang, salah satunya dengan memastikan jumlah sukarelawan tetap memadai.
Berdasarkan data pertengahan Januari, 2.600-an tenaga kesehatan bertugas di RSDC Wisma Atlet Kemayoran. Koordinator RSDC Wisma Atlet Mayor Jenderal TNI dokter Tugas Ratmono menuturkan, pihaknya mempertimbangkan untuk mengizinkan sebagian tenaga kesehatan yang sudah bekerja dalam waktu panjang pulang guna menekan risiko kelelahan karena tingkat keterisian di sana makin rendah.
”Namun, kami harus hitung betul untuk mengantisipasi (lonjakan kasus),” ucap Tugas Ratmono dalam gelar wicara yang disiarkan langsung dari Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Jika RSDC Wisma Atlet sudah memulangkan sebagian tenaga kesehatan kemudian tiba-tiba jumlah pasien yang dirujuk ke sana naik drastis, kebijakan relaksasi itu bakal menimbulkan masalah baru.
Namun, kami harus hitung betul untuk mengantisipasi (lonjakan kasus).
Karena itu, strategi jangka pendek pengurangan risiko kelelahan pada tenaga kesehatan adalah dengan menjaga beban kerja tidak terlampau berat. Pengelola mengatur penempatan pasien baru dengan memperhatikan rincian tingkat keterisian per menara agar jumlah pasien yang jadi tanggung jawab petugas di setiap menara sesuai komposisi ideal.
RSDC Wisma Atlet Kemayoran memiliki total 5.994 tempat tidur untuk pasien positif Covid-19 yang dirujuk ke sana, ditempatkan di Menara 4, 5, 6, dan 7. Tugas mengatakan, berdasarkan data Rabu pagi, jumlah pasien yang sedang dirawat 2.006 orang sehingga tingkat keterisian di Kemayoran hanya 33,47 persen. Tingkat kesembuhan di sana dari hari ke hari juga terus naik, kini mencapai 95,12 persen.
”Di sisi lain, ada program PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) skala mikro yang saya kira sangat efektif untuk menjaga tidak ada peningkatan penularan di masyarakat,” ujar Tugas.
Tugas menyebutkan, dinamika angka tingkat keterisian Wisma Atlet selaras dengan naik-turunnya jumlah kasus positif di tingkat nasional maupun pada level Provinsi DKI Jakarta. Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, pada Selasa (30/3/2021), menuturkan, jumlah daerah yang masuk zona merah atau berisiko tinggi terkait penularan Covid-19 menurun 50 persen, dari 10 menjadi 5 kabupaten/kota. Daerah yang masuk zona oranye atau risiko sedang juga berkurang dari 313 menjadi 301 kabupaten/kota.
Di DKI Jakarta, kasus aktif (masih dirawat atau isolasi) pada Selasa berjumlah 6.944 kasus. Sebagai perbandingan, pada 12 Februari terdapat 20.662 kasus aktif dan di 5 Maret ada 7.401 kasus aktif.
Kepadatan tingkat keterisian unit perawatan intensif (ICU) dan rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta juga berkurang. Pada 28 Maret, tingkat keterisian tempat tidur ICU 54 persen dan tempat tidur RS rujukan 49 persen. Adapun pada 28 Februari tingkat keterisian tempat tidur ICU 63 persen dan tempat tidur RS rujukan 69 persen.
Diragukan
Meski demikian, ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, meragukan data tersebut menggambarkan kondisi nyata penyebaran Covid-19 di masyarakat. Sebab, pemerintah dan pemerintah daerah belum memisahkan data hasil tes berdasarkan surveilans aktif (pelacakan kontak erat dari orang yang terkonfirmasi positif) dengan yang dari surveilans pasif (hasil pemeriksaan dari orang yang berinisiatif dites, misalnya karena akan bepergian).
DKI, misalnya, menginformasikan pada Selasa bahwa persentase kasus positif (jumlah kasus positif dibanding jumlah orang yang menjalani tes) berdasarkan hasil tes reaksi rantai polimerase (PCR) sebesar 11,1 persen, tetapi tidak ada rincian persentase kasus positif dari hasil pelacakan kontak erat.
Karena itu, Miko mendorong pemerintah dan pemerintah daerah memisahkan data hasil tes berdasarkan surveilans aktif dari yang hasil surveilans pasif. ”Jangan sampai (kasus positif hanya) seolah-olah turun,” tuturnya.
Jangan sampai (kasus positif hanya) seolah-olah turun.
Terkait akan adanya libur panjang karena tanggal merah Jumat Agung pada 2 April serta Idul Fitri pada Mei nanti, Tugas mengingatkan, ada pola lonjakan kasus terjadi dua pekan setelah adanya mobilitas yang tinggi dari periode-periode libur panjang tahun lalu. Karena itu, ia meminta masyarakat tetap bersabar dan memilih menikmati hari libur dengan bercengkerama bersama keluarga di rumah saja.
Pelaku perjalanan
Subkoordinator Karantina Kesehatan Wilayah dan Pos Lintas Batas Darat Kementerian Kesehatan dokter I Made Yosi Purbadi Wirentana menambahkan, terdapat peningkatan jumlah warga negara Indonesia yang pulang dari luar negeri menjelang Ramadhan tahun ini.
”Jadi mereka datang dalam rangka untuk Lebaran, makin bertambah kedatangan pelaku perjalanan internasional,” ujarnya.
Yosi mengatakan, pelaku perjalanan dari luar negeri yang masuk Indonesia rata-rata 700-1.200 orang per hari. Bahkan, dalam dua hari terakhir, rata-rata 1.800 orang datang per hari.
Yosi meminta baik WNI maupun warga negara asing yang baru tiba di Indonesia untuk memahami dan mematuhi protokol karantina serta tes usap PCR yang sudah ditentukan guna menekan risiko masuknya varian baru Covid-19. Pada hari pertama, mereka wajib tes PCR. Jika hasilnya negatif, mereka menjalani karantina di tempat yang disediakan hingga tes PCR lagi pada hari kelima. Jika kembali negatif, mereka boleh pergi ke tempat tujuan masing-masing keesokan harinya.