Menguak Pelaku Tabrak Lari Kelapa Gading dari 157 Kemungkinan
Saksi hanya mampu mengingat kode wilayah hukum Polda Metro Jaya, B, serta angka pertama dari empat angka nomor pelat, yakni 2. Sebanyak tiga angka sisanya samar antara 3 dan 8.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·6 menit baca
Layaknya mencari jarum di tumpukan jerami, petugas mampu menguak mobil yang dikemudikan pelaku tabrak lari di Kelapa Gading, Jakarta Utara, setelah berangkat dari 157 kemungkinan kombinasi angka dan huruf nomor polisi kendaraan. Ketekunan itu diharapkan berlaku pula saat polisi membantu para pencari keadilan lainnya.
Hari Minggu (21/3/2021), bocah J (9) olahraga pagi dengan berjalan kaki bersama ayahnya TS (41) dan ibunya EN (42) di Kelapa Gading Timur. Mereka menyusuri Jalan Cengkir Raya dari arah timur ke barat.
Tiba-tiba, tubuh ketiganya terpental dan terbanting di aspal jalan. TS dan EN beruntung karena hanya menderita luka ringan, tetapi sayangnya buah hati mereka mengalami perdarahan otak dan mesti dirawat intensif di rumah sakit. Rupanya, petaka itu bersumber dari serudukan mobil sedan hitam Mercedes-Benz yang kemudian langsung melesat meninggalkan tiga insan terkapar.
Ada petunjuk yang tampaknya sepele tetapi berperan besar untuk pengungkapan, yaitu tutup spion dan variasi kisi-kisi bagian depan mobil pelaku yang tertinggal di tempat kejadian. Pada tutup spion ada nomor seri.
Satuan Wilayah Lalu Lintas Jakarta Utara tidak mampu menanganinya sendiri. Sebab, pelat nomor mobil pelaku tidak terlihat jelas oleh para saksi mata. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya pun bergabung menyelidiki. “Tingkat kesulitannya lebih tinggi daripada kasus tabrak lari sepeda sebelumnya,” tutur Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus, dalam keterangan hari Rabu (24/3).
Pada Jumat (12/3), tabrak lari juga terjadi di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, pukul 06.37 dengan seorang pesepeda, Ivan Christopher, sebagai korbannya. Tulang rusuknya sampai patah dan dikabarkan menjalani perawatan di Singapura.
Secara kebetulan, mobil penabrak Ivan yang “ngacir” juga sedan hitam Mercy. Kebetulan lagi, pelaku yang berinisial MDA (19) berstatus sebagai mahasiswa, sama seperti tersangka tabrak lari di Kelapa Gading.
Bedanya, polisi langsung mendapat informasi nomor polisi sedan penubruk Ivan, yakni B 1728 SAQ, sesaat setelah kejadian. MDA pun ditangkap di Bintaro Tangerang Selatan pada malamnya, saat hari belum sempat berganti.
Di Kelapa Gading, lima saksi mata yang ditanyai polisi menyatakan tidak melihat pelat nomor mobil pelaku secara jelas. Mereka hanya menangkap kode wilayah hukum Polda Metro Jaya, B, serta angka pertama dari empat angka nomor pelat, yakni 2. Sebanyak tiga angka sisanya samar antara 3 dan 8.
“Angka 3 dan 8 ketika mobil melaju kencang itu mirip, jadi ada yang mengatakan 2833, 2338, dan sebagainya, dan semua tidak ada yang bisa memastikan tiga nomor yang belakang,” ucap Direktur Lantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo.
Berdasarkan basis data Ditlantas, terdapat 157 sedan hitam Mercy yang nomor polisinya menggunakan angka 3, 8, atau kombinasi keduanya untuk tiga nomor belakang. Data 157 kendaraan itu jadi titik berangkat petugas. Polisi kemudian mencari petunjuk lain untuk mengerucutkan jumlah kendaraan yang diduga dikemudikan pelaku.
Ada petunjuk yang tampaknya sepele tetapi berperan besar untuk pengungkapan, yaitu tutup spion dan variasi kisi-kisi bagian depan mobil pelaku yang tertinggal di tempat kejadian. Pada tutup spion ada nomor seri. Salah satu tim penyelidik lantas datang ke agen pemegang merek (APM) Mercy untuk menelusuri sedan hitam mana saja yang menggunakan tutup spion bernomor seri itu. Alhasil, polisi mengerucutkan angka mobil terduga pelaku, dari 157 menjadi 15 kendaraan.
Adapun tim lain bergerak mengumpulkan rekaman dari 10 kamera pengawas (CCTV) sampai mendapatkan rekaman yang mampu menangkap dengan jelas kombinasi nomor polisi mobil pelaku: B 2388 RFQ. Angkanya cocok dengan nomor polisi salah satu dari 15 kendaraan tadi.
Sambodo melanjutkan, setelah mengetahui nomor polisi mobil, petugas mencari tahu siapa yang ada di balik stir kemudi sewaktu tabrak lari. Polisi pun mencari riwayat perjalanan sedan B 2388 RFQ dari basis data tilang elektronik atau ETLE. Setelah ditemukan, wajah pelaku dicari menggunakan fitur pengenalan wajah kamera ETLE. Didapatkanlah identitas seorang mahasiswa berinisial MRK (21).
Semua petunjuk tersebut jadi bekal bagi polisi datang ke sebuah rumah di Cakung, Jakarta Timur. Di sana, mobil sedan dengan salah satu spion tak bertutup terparkir. Variasi kisi-kisi di bagian depan juga copot, dan cocok ketika dipasangkan dengan yang tertinggal di lokasi tabrak lari. Petugas kemudian mendapat informasi bahwa mobil merupakan milik orang tua MRK.
“Kami sebenarnya sudah tahu posisi si pelaku, tetapi kami kasih tahu keluarga agar yang bersangkutan sebelum jam 12.00 sudah menyerahkan diri,” ujar Sambodo. Petugas baru akan menangkap jika MRK nekat tidak datang ke kantor polisi.
MRK tidak kuasa mengelak. Rabu (24/3), ia diantar orang tuanya datang pukul 11.30 ke kantor Satuan Wilayah Lalu Lintas Jakarta Utara. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Sama seperti MDA, MRK dijerat dengan Pasal 310 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal tentang kelalaian saat mengemudi yang mengakibatkan kecelakaan dan korban luka berat itu bisa membuatnya dipenjara lima tahun. Ia juga dikenakan Pasal 312 UU yang sama karena sengaja lari dari tanggung jawab, dengan ancaman hukuman penjara tiga tahun.
Sambodo menginformasikan, hasil tes urine menunjukkan tersangka tidak mengonsumsi narkoba maupun alkohol. Pengakuan sementara, MRK kurang konsentrasi saat berkendara karena sedang mengatur posisi kursi dan sabuk pengaman sehingga berakibat menabrak tiga orang.
Dari seluruh drama pengungkapan itu, salah satu yang mencuat adalah peran penting kamera ETLE. Tujuan awal pengadaannya adalah untuk memaksa para pengemudi disiplin terhadap peraturan lalu lintas di jalan. Sebab, meski tanpa kehadiran polisi-polisi lalu lintas, uang bisa melayang ke kocek negara jika melanggar dan tertangkap kamera yang sekarang sudah berjumlah 98 unit di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Namun, penangkapan MRK—serta sebelumnya MDA—membuktikan, data ETLE bisa dimanfaatkan untuk mengungkapkan tindak pidana. Bukan hanya tindak pidana terkait kecelakaan, melainkan juga kriminalitas.
Analis Kebijakan Madya Bidang Penegakan Hukum Korps Lalu Lintas Polri Kombes Dodi Darjanto menuturkan, pemasangan kamera CCTV dan ETLE di berbagai titik jadi peringatan bahwa tidak ada pelaku kejahatan yang aman di jalan. “Jangankan kecelakaan lalu lintas. Kejahatan tabrak lari dan kejahatan lainnya terdeteksi dengan cepat,” katanya.
Sambodo mencontohkan, saat petugas reserse kriminal mengejar seorang pelaku penganiayaan, identitas kendaraan yang dicurigai bisa dimasukkan ke sistem ETLE, lalu saat kendaraan melewati titik tertentu, alarm bakal berbunyi.
Karena itu, Sambodo berharap “kesaktian” kamera ETLE untuk beragam pekerjaan tersebut membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak ragu lagi menambah jumlah kamera di Ibu Kota. Ditlantas Polda Metro Jaya mengusulkan DKI menghibahkan 60 kamera tambahan di 2021 agar makin banyak titik tercakup pengawasan “mata” ETLE.
Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria usai peluncuran ETLE Nasional di Jakarta, Selasa (23/3), menyatakan, pihaknya mendukung sepenuhnya pembiayaan ETLE. “Kami akan sesegera mungkin dengan dukungan Pak Gubernur (Anies Baswedan) dan DPRD DKI mewujudkan apa yang menjadi harapan Pak Kapolda (Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Fadil Imran) dan tentu masyarakat Jakarta,” kata dia.
Namun, yang paling penting, semoga ketekunan polisi membongkar kasus tabrak lari di Kelapa Gading dan Bundaran HI berlaku juga untuk membantu semua pencari keadilan.