Lara Korban ”Filler” Payudara: Suntik Sekali, Seumur Hidup Disesali
Permintaan terhadap layanan kecantikan murah tanpa peduli standar medis masih deras mengalir dan menjadi candu bagi para penjahat kesehatan itu.
Cukup sekali membayar layanan suntik filler di dada sudah membuat dunia Meicha Lee (25) runtuh. Payudaranya terancam rusak seumur hidup, ditambah ia harus menggelontorkan ratusan juta untuk operasi setelah menderita infeksi. Ini semua akibat ia termakan janji mendapatkan raga sempurna dengan harga amat miring dari klinik kecantikan abal-abal.
Akhir tahun lalu, Meicha lebih banyak mengurung diri di rumahnya di Jakarta. Bukan karena tuntutan masa pandemi, melainkan karena tekanan jiwa. Gelombang emosinya sulit dikendalikan. Ia kadang tiba-tiba marah, tiba-tiba menangis. ”Pokoknya mental aku benar-benar terganggu. Ngeliat orang aja aku kayak minder,” ucapnya saat dihubungi, Jumat (19/3/2021).
Itu semua akibat tindakan filler yang sudah merusak payudaranya. Dokter bahkan menyarankan kedua buah dadanya diangkat agar efek destruktif penyuntikan itu terhenti. Hatinya hancur.
Aku sudah siap dihujat, yang penting aku punya niat baik untuk bersuara supaya tidak ada korban lagi. (Meicha)
Namun, Meicha menolak berlama-lama terpuruk. Ia perlahan bangkit dan tergerak untuk menyelamatkan banyak perempuan agar tak perlu ada Meicha-Meicha lainnya. Pengusaha kafe ini mengunggah video efek jahat filler payudara disertai narasi tentang pengalamannya terjerat malapraktik layanan kecantikan lewat akun Instagram @meicha_lee04.
”Aku sudah siap dihujat, yang penting aku punya niat baik untuk bersuara supaya tidak ada korban lagi,” ujar pemilik 47.700-an pengikut di Instagram itu.
Petaka berawal dari rasa penasarannya tentang pencapaian kesempurnaan tubuh lewat filler payudara. Ia sebenarnya sudah cukup puas dengan bentuk buah dadanya, tetapi muncul godaan ”mengapa tidak jika bisa lebih menawan?”. Dari sanalah semua berawal. Klinik kecantikan resmi ia tanyai, tetapi mereka menyatakan tidak sanggup menjalankan prosedur itu.
Awal November 2020, saat sedang berselancar di Instagram, ia menemukan salah satu akun klinik yang menawarkan jasa filler payudara. Meicha cermati foto-foto akun itu hingga bawah. Bentuk payudara klien-klien sentuhan klinik itu memikat berikut ulasan-ulasan yang muncul menyatakan kepuasan. Meyakinkan baginya!
Lebih menarik, karena klinik menyediakan layanan di rumah (home service) sehingga Meicha tak perlu jauh-jauh ke Tangerang, Banten, alamat lokasi klinik itu. Biayanya pun murah meriah, Rp 6,5 juta untuk memasukkan total 500-an cc bahan filler ke payudara. Biaya itu setara suntik 1 cc bahan filler ke area wajah di klinik legal. Akhirnya, ia menghubungi pengelola klinik dan membuat janji penyuntikan filler pada 12 November sore di rumahnya.
Meicha langsung dilayani pemilik klinik. Ia datang sendiri membawa antara lain cairan bahan filler, suntikan filler, serta krim dan suntikan bius.
Meicha sempat curiga karena wadah bahan filler berupa botol tanpa merek. Pengalamannya saat suntik filler pada wajah di klinik resmi, dokter menunjukkan merek pada wadah zat. Ia kembali bertanya aman tidaknya tindakan ini.
”Lihat nih payudara aku gede. Aku bertahun-tahun pakai ini aman-aman aja,” tutur Meicha menirukan perkataan pemilik klinik kala itu. Sertifikat keahlian juga diklaim ada.
Keraguannya luntur meski sebenarnya belum yakin sepenuhnya. Namun, sudah kepalang tanggung. Di dalam kamar, pemilik klinik total menusuk enam titik per buah dada dengan suntikan sebesar sedotan untuk memasukkan bahan filler. Meicha yang dalam keadaan sadar tetap merasakan sakit meski dadanya telah dibius. Hampir dua jam ia bertahan sebelum pelaku menuntaskan kerjanya.
Layanan filler payudara pada Meicha tersiar ke tiga kenalannya. Menurut mereka, hasil pada Meicha bagus sehingga ketiganya turut meminta penyuntikan filler dari klinik yang sama.
Namun, sekitar akhir November, ketiga temannya menghubungi Meicha dan bertanya, apakah dia menderita demam dan nyeri di dada. Ia menjawab belum merasakannya, tetapi tiga hari kemudian ia demam hingga suhunya 38 derajat celsius dan nyeri di payudara juga terjadi. ”Sampai menggigil, sampai nyut-nyutan luar biasa. Minum obat pereda nyeri enggak mempan,” ucap Meicha.
Meski demikian, ia merasa lebih beruntung dibandingkan teman-temannya. Payudara ketiga temannya sudah sampai pecah dan mengeluarkan nanah.
Mereka semua berkonsultasi ke dokter. Menurut dokter, operasi penyedotan cairan filler tidak akan efektif. Cara paling jitu adalah mengangkat kedua payudara. Meicha dan kawan-kawannya pun lemas.
”Akhirnya kami bilang, ya sudah deh Dok keluarin cairannya sedikit dulu enggak apa apa, yang penting mengurangi sakit. Daripada diangkat semua, kita kan enggak mau langsung diangkat,” kata Meicha.
Mereka semua sudah melalui satu kali operasi penyedotan cairan. Meicha merogoh lebih dari Rp 100 juta untuk tindakan itu. Bahkan, temannya sampai habis Rp 200 juta. Namun, itu semua belum cukup. Tindakan belum tuntas dan mereka harus menjalani operasi penyedotan cairan filler lagi, entah berapa kali.
Kualitas hidup mereka menurun dengan payudara yang tak lagi normal, serta dibayangi terus tergerusnya harta mereka untuk tindakan pemulihan. Sungguh tidak sebanding dengan biaya suntik filler yang hanya Rp 6,5 juta.
Meicha dan kawan-kawan mencoba meminta pertanggungjawaban pemilik klinik. Jangankan ganti rugi, si perusak masa depan itu malah terkesan menantang. Meicha pun memilih melaporkan dia ke polisi.
Baca juga: Dokter Palsu Jalankan Klinik Kecantikan, Dua Korban Keluhkan Efek Samping
Infeksi
Dokter spesialis kulit dan kelamin yang berpraktik di Yogyakarta, Listya Paramita, berujar, ia dan rekan sejawatnya sudah sejak lama menyebarkan edukasi tentang berbahayanya layanan klinik-klinik kecantikan abal-abal. Ini bukan tentang persaingan bisnis, melainkan tentang efek buruk yang membayangi pasien. Pengalaman Meicha jadi bukti.
Mita menegaskan, dokter resmi tidak akan bersedia menyuntikkan bahan filler ke payudara atau bokong. ”Filler pantat, filler payudara itu tidak betul. Tidak ada ilmunya. Sesat banget, ilegal,” tegasnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US Food and Drug Administration/USDA) tidak merekomendasikan filler untuk beberapa tindakan, dua di antaranya membesarkan payudara dan bokong. Sebagian besar penyuntikan filler yang dibolehkan FDA adalah untuk bagian wajah, seperti menyamarkan garis nasolabial (garis yang menghubungkan tepi hidung dan sisi mulut) atau meningkatkan volume bibir, pipi, dan dagu.
Mita mengatakan, jika hendak memperbesar payudara dan bokong, cara yang benar adalah operasi implan serta transfer lemak. Namun, pasien juga harus memastikan operasi-operasi itu dalam kendali dokter yang kompeten, yakni dokter spesialis bedah plastik.
Dokter Beta Subakti, spesialis bedah plastik rekonstruksi dan estetik pada Rumah Sakit Onkologi Surabaya, Jawa Timur, menuturkan, klinik-klinik ilegal tidak hanya memberikan layanan yang secara medis sudah ditiadakan. Prosedur yang dijalankan pun barbar jika mendengarkan kisah dari para korban. Kebarbaran itu diyakini memicu infeksi.
Contohnya, cairan filler diwadahi secara serampangan pada botol bening tak beridentitas, yang kemungkinan digunakan untuk banyak konsumen. Pada layanan resmi, setiap pasien mendapat bahan filler dari wadah khusus.
Layanan tindakan invasif di rumah, hotel, atau tempat-tempat selain fasilitas kesehatan resmi juga memperbesar risiko infeksi karena tempat-tempat itu belum melalui pemeriksaan kelayakan dari dinas kesehatan setempat seperti pada klinik dan rumah sakit. Apalagi, pelaku kemungkinan besar bukan dokter. Bahkan, bisa jadi tidak punya latar belakang tenaga kesehatan sehingga abai pada risiko infeksi dari kegiatan menembus kulit.
Semua itu bermuara pada infeksi yang menyiksa Meicha dan korban lain. Keluhannya antara lain payudara memerah, terasa ada cairan saat dipencet, nyeri, terasa hangat, dan jika sampai pecah keluar semacam nanah. Infeksi merupakan faktor utama perusak buah dada dari tindakan serampangan suntik filler. ”Bukan karena filler-nya merusak, melainkan karena infeksinya yang meluas hebat akhirnya merusak kulit sekitarnya,” ujar Beta.
Di luar masalah infeksi, payudara merupakan bagian tubuh dengan pembuluh-pembuluh darah yang cukup besar. Jika salah teknik memasukkan, bahan filler bisa masuk ke pembuluh darah hingga terjadi emboli atau penyumbatan. Makin berbahaya jika pembuluh darah yang membuntu berlokasi di paru-paru, otak, atau jantung. Kematian bukan sesuatu yang mustahil.
Selain itu, Beta menyoroti harga penyuntikan filler payudara yang relatif sama dengan filler wajah sehingga mestinya sudah membuat curiga para konsumen. Sebab, filler pada muka hanya menggunakan 1-2 cc, sedangkan pada payudara berarti harus ratusan cc agar buah dada berisi. Bahan yang digunakan dengan demikian tidak jelas karena tidak masuk akal murahnya sehingga bisa saja turut menimbulkan masalah di kemudian hari.
Beta menyebutkan, bahan filler yang secara umum diterima di dunia medis dan bisa dipertanggungjawabkan adalah asam hialuronat. Pengisian dengan bahan ini bersifat temporer agar suatu saat bisa dikoreksi jika tidak sesuai. ”Misalnya salah, berlebihan, atau tidak disukai, itu bisa dihilangkan dengan enzim bernama hialuronidase, dia akan terserap tubuh sehingga aman,” ujarnya.
Sementara itu, Beta belum tahu kandungan kimia cairan filler yang disuntikkan ke payudara Meicha dan lainnya. Namun, dari pengalamannya menangani infeksi korban filler payudara, wujud fisik cairan yang digunakan berbeda dengan yang dipakai klinik dan rumah sakit resmi. Asam hialuronat berupa gel jernih, sedangkan cairan filler klinik ilegal seperti cairan kental berminyak yang juga jernih.
Permintaan pasar
Polisi bukan tanpa tindakan. Personel Kepolisian Daerah Metro Jaya, misalnya, pada 14 Februari menangkap perempuan berinisial SW alias ”dokter” Y karena menjalankan klinik kecantikan abal-abal. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan kedokteran, tetapi menjalankan tindakan medis invasif dan berisiko tinggi. Akibatnya, dua pasiennya melapor telah mengalami efek samping.
Keduanya, yaitu RN dan DM. RN membayar untuk tindakan filler di payudara, kemudian menderita infeksi sehingga mesti dioperasi guna mengeluarkan bahan filler tersebut. Adapun DM menerima suntikan filler di pipi, lantas muncul benjolan di pipi pasca tindakan.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, SW nekat membuka klinik kecantikan bernama Zevmine Pure Beauty Skin Care and Medical Spa sejak 2017. Klinik berlokasi di salah satu ruko di Jalan Simatupang, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, dengan penghasilan terbesar berasal dari layanan langsung di rumah pasien. Modus yang mirip dengan penyuntik bahan filler pada Meicha.
Guna menggaet konsumen, SW mempromosikan Zevmine Pure Beauty lewat Instagram lalu mengarahkan mereka yang tertarik untuk menghubunginya via Whatsapp di nomor tertera. ”Sebelum pandemi, jumlah pasien mencapai 100 orang per bulan, tetapi selama pandemi berkurang menjadi sekitar 30 orang per bulan,” ujar Yusri.
Salah satu strategi petugas meringkus SW adalah mengandalkan dua polisi wanita, Inspektur Satu YN dan Brigadir Satu AM, yang mengambil risiko dengan menyamar sebagai pasien. Iptu YN datang ke klinik SW dan mendapat suntikan botoks guna mendapatkan bukti sahih keserampangan tindakannya. Petugas pun punya dasar kuat untuk menangkapny (Kompas.id, 23/2/2021).
Namun, butuh berapa Iptu YN untuk memberangus semua klinik kecantikan bodong? Permintaan terhadap layanan kecantikan murah tanpa peduli standar medis masih deras mengalir dan menjadi candu bagi para penjahat kesehatan itu. Mirip dengan pengedar narkoba yang terus menyelundupkan meski banyak kawan mereka telah ditangkap dan diancam hukuman mati.
Beta mengatakan, permintaan terhadap layanan pembesaran payudara bakal tetap subur karena penurunan payudara wajar dialami setiap perempuan seiring bertambahnya usia. Proses menyusui juga berkontribusi pada penurunan tersebut.
Karena itu, cara terbaik adalah tidak menjadi pelanggan klinik-klinik ilegal. Semakin sepi konsumen, semakin cepat mereka bertumbangan. ”Yang enggak benar jangan dilarisin. Sudah biarkan aja,” ujar Mita.
Sayangnya, efek merusak dari layanan klinik abal-abal belum banyak diketahui masyarakat. Apalagi, banyak korban yang memilih tidak membuka pengalaman mereka karena malu atau takut. Beta mencontohkan, dalam setahun terakhir ia sudah menangani kasus infeksi pada tiga korban filler payudara.
Meicha yang prihatin dengan keadaan itu menangkis malu dan gentar menyuarakan kenyataan pahitnya sebagai pendobrak kesadaran bersama. ”Jangan tergiur harga murah. Jangan sampai melakukan hal bodoh kayak aku. Cukup aku aja,” pesan Meicha.
Baca juga: Risiko-risiko Tak Terkendali dari Klinik Kecantikan Abal-abal