DKI dan Sekitarnya Menunggu Aturan Resmi Larangan Mudik
Apabila pemerintah pusat ingin menekan penyebaran Covid-19, harus ada kebijakan terintegrasi. Sejauh ini, Jakarta masih menjalankan pemberlakuan pembatakan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro hingga 5 April.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama tetangganya Pemerintah Kota Bekasi dan Pemerintah Kota Bogor di Jawa Barat menantikan pemerintah pusat membuat aturan resmi pelarangan mudik untuk Idul Fitri 2021 yang jatuh pada tanggal 13 Mei. Tanpa aturan dari pusat, daerah tidak bisa berkoordinasi memastikan pelarangan pergerakan manusia berjalan dengan baik.
”Bentuk aturannya masih dibahas. Ditunggu saja,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat dihubungi di Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Bentuk aturannya masih dibahas. Ditunggu saja
Sebelumnya, ia mengumumkan bahwa untuk Idul Fitri tahun ini masyarakat tidak diperkenankan mudik. Pengalaman sepanjang tahun 2020 sampai dengan Tahun Baru 2021 menunjukkan bahwa angka penularan Covid-19 dan angka kematian selalu melonjak setelah libur panjang ataupun cuti bersama.
Menurut Muhadjir, walaupun program vaksinasi terus digencarkan, masyarakat hendaknya jangan mengambil risiko melakukan kegiatan yang meningkatkan kemungkinan terpapar virus korona jenis baru. Jika aturan sudah disahkan, aparat penegak hukum, seperti kepolisian dan TNI, akan turun tangan memastikan penerapannya di lapangan.
Dalam kesempatan yang berbeda, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengutarakan akan menunggu terbitnya aturan dari pusat. Keberadaan acuan, baik berupa peraturan menteri maupun kebijakan lain dari pemerintah pusat, akan berguna menjadi tolak ukur pembuatan kebijakan di daerah.
Skala nasional
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan bahwa kunci keberhasilan Ibu Kota mencegah lonjakan kasus sesudah libur Idul Fitri 2020 ialah dengan membatasi pergerakan manusia secara besar-besaran. Selain pembatasan sosial berskala besar (PSBB), juga ada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 47/2020 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi DKI Jakarta dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.
“Waktu itu cuma kita (Jakarta) yang membuat aturan resmi, bukan cuma imbauan atau larangan melalui media massa. Semoga untuk Lebaran kali ini juga ada aturan resmi berskala nasional,” kata Anies.
Menurut dia, tidak bisa hanya Jakarta yang menerapkan aturan keluar-masuk wilayah. Apabila pemerintah pusat ingin menekan penyebaran Covid-19, harus ada kebijakan terintegrasi. Sejauh ini, Jakarta masih menjalankan pemberlakuan pembatalan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro hingga tanggal 5 April.
Aturan ini mewajibkan semua orang dari luar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang hendak memasuki wilayah Ibu Kota harus mengurus surat izin keluar masuk (SIKM) secara daring. Permohonan untuk SIKM melonjak drastis beberapa hari sebelum Lebaran. Meskipun begitu, kenyataan di lapangan menunjukkan masih ada celah pelanggaran karena ada beberapa titik pengawasan di perbatasan yang lemah (Kompas, 26 Mei 2020).
Akan tetapi, secara umum, dua pekan setelah PSBB dan pemberlakuan SIKM menunjukkan Jakarta tidak mengalami ledakan kasus. Berdasarkan akumulasi kasus mingguan di laman corona.jakarta.go.id, jumlah kasus Covid-19 aktif di tanggal 25 Mei 2020 adalah 4.503 kasus. Dua pekan kemudian, tanggal 12 Juni, ada 4.287 kasus. Pada saat itu, warga Ibu Kota menahan diri bepergian dan bersilaturahim hari raya ilakukan secara virtual melalui beberapa media sosial.
Kelonggaran dalam pergerakan di hari raya mulai tampak pada Idul Adha 2020, yaitu pada 30 Juli 2020 ada 7.147 kasus. Kemudian pada 16 Agustus 2020 meningkat menjadi 8.851 kasus. Adapun puncak ledakan kasus ialah ketika libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021. Tercatat pada 29 Desember 2020 jumlah kasus Covid-19 yang aktif ada 15.077 dan pada 14 Januari 2021 jumlahnya meningkat drastis menjadi 20.449 kasus.
Penurunan kasus di Jakarta mulai berangsur stabil sejak akhir Februari. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jakarta tanggal 26 Maret, ada 7.009 kasus aktif, yaitu pasien yang masih dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri.