Pengemudi Tak Risaukan Keberadaan Kamera ETLE Bergerak
Masih banyak pengemudi kendaraan bermotor yang nekat melanggar peraturan lalu lintas meskipun terdapat kamera ETLE yang memantau pergerakan mereka. Kamera ETLE dinilai belum efektif menekan pelanggaran lalu lintas.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para pengemudi kendaraan bermotor menilai keberadaan kamera tilang elektronik bergerak di Jakarta tidak terlalu efektif. Mereka juga menganggap keberadaan kamera tilang elektronik statis belum mampu menekan pelanggaran lalu lintas.
Sabtu (20/3/2021), Polda Metro Jaya telah meluncurkan kamera tilang elektronik (electronic traffic law enforcement/ETLE) bergerak. Kamera ini akan dipasang di dasbor mobil, helm, dan rompi petugas untuk mendeteksi pelanggaran lalu lintas. Total terdapat 30 unit.
Intan (21), pengemudi ojek daring asal Palmerah, Jakarta Barat, terlihat santai menyikapi aturan ini. Menurut dia, tanpa dibekali kamera ETLE, keberadaan polisi di jalan raya secara otomatis sudah membuat pengendara mematuhi lalu lintas.
”Kalau kita lihat polisi, pasti bawaannya tertib. Kalau sudah begitu, pelanggaran apa yang mau direkam,” katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/3/2021) siang.
Apalagi sejauh ini baru ada 30 unit kamera ETLE bergerak yang siap digunakan. Bagi Intan, jumlah tersebut belum cukup untuk mendisiplinkan banyaknya pelanggaran yang kerap disaksikannya di jalan protokol, termasuk di simpang-simpang jalan yang sudah terpasang kamera ETLE statis.
Intan tidak menampik bahwa dirinya juga pernah melanggar lalu lintas. Hal ini terpaksa dia lakukan untuk memenuhi permintaan penumpangnya. Beberapa dari mereka menolak memakai helm dengan alasan jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh. Dia bersyukur tidak pernah mendapatkan surat tilang sejauh ini.
”Yang bikin waswas kadang memang penumpang. Banyak yang enggak mau pakai helm, padahal melewati jalan protokol. Atau yang paling sering keburu lepas helm pas sudah mau dekat tujuan,” ungkapnya.
Sukardi (46), pengemudi ojek daring asal Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, bahkan sering diminta melawan arah oleh penumpangnya. Hal ini kerap membuatnya dilema. Di satu sisi dia enggan melanggar lalu lintas, tetapi di sisi lain dia khawatir penumpangnya kecewa dan memberikan penilaian buruk.
”Kalau kita, bawaannya ingin tertib. Tapi, ya itu, penumpang kadang inginnya yang cepet,” ujarnya.
Sukardi mengaku belum mengetahui tentang adanya kamera ETLE bergerak di Jakarta. Meski begitu, dia ragu hal itu dapat mengurangi tingkat pelanggaran lalu lintas. Sama halnya dengan Intan, dia berkaca pada keberadaan ETLE statis di Jakarta yang menurut dia tidak mampu memberi efek jera.
”ETLE yang saya tahu, ya, di Jalan Sudirman atau di Bundaran Senayan. Sampai sekarang masih banyak yang melanggar. Paling sering memang melewati marka jalan pas lampu pengatur lalu lintas berwarna merah,” ujarnya.
Hampir setiap hari Sukardi mengaku selalu berkendara di jalan-jalan protokol Jakarta tersebut. Sebab, sebagian besar penumpangnya adalah karyawan di pusat-pusat perkantoran Jakarta. Dia mengaku tidak pernah melanggar lalu lintas, termasuk melewati marka jalan, meskipun kerap didesak oleh pengendara lain lewat klakson.
Selain meluncurkan kamera ETLE bergerak, Polda Metro Jaya juga menambah kamera tilang elektronik atau ETLE statis di wilayah hukumnya. Jumlah kamera ETLE statis kini ditambah dari 57 unit menjadi 98 unit.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo menjelaskan, sebelumnya kamera-kamera ETLE mendeteksi enam macam pelanggaran, yakni melanggar peraturan ganjil genap, menggunakan telepon seluler, tidak memakai sabuk pengaman, menerobos jalan saat lampu pengatur lalu lintas berwarna merah, melanggar marka jalan, dan melewati jalur bus Transjakarta.
Ke depan, kamera juga bisa menangkap pelanggaran batas kecepatan, pelanggaran batas beban muatan, serta pelanggaran oleh pesepeda motor. ”Jadi, pelanggaran (tidak memakai) helm segala macam bisa ter-capture, melebihi batas penumpang kalau bonceng bertiga juga bisa,” katanya (Kompas, 18 Maret 2021).
Dahrian (28), pengemudi layanan pesan-antar, mengaku terbiasa dengan keberadaan kamera ETLE. Dia bahkan sudah mengenali beberapa titik yang terdapat kamera ETLE, seperti di Simpang Slipi Petamburan atau Simpang Grogol. Hal ini membuatnya lebih tenang saat melintasi area tersebut.
”Kalau kamera ETLE, sudah beberapa tempat saya hapal. Asal enggak nerobos lampu merah aja aman, sih, kayaknya,” katanya.
Pada Rabu sekitar pukul 10 WIB, pelanggaran lalu lintas masih jamak terlihat di kawasan Simpang Slipi Petamburan, Jakarta Barat. Berkali-kali pengendara sepeda motor dan mobil terlihat melewati marka jalan saat lampu pengatur lalu lintas berwarna merah. Beberapa sepeda motor dari Jalan Gatot Subroto ke Jalan S Parman bahkan nekat menerobos jalan saat lampu pengatur lalu lintas berwarna merah.
Padahal, di sana terdapat kamera ETLE yang memantau pergerakan mereka. Kamera tersebut terpasang pada ketinggian sekitar 3 meter di sebuah tiang dekat lampu pengatur lalu lintas. Bahkan, sebuah pos polisi berdiri tidak jauh dari pelanggaran terjadi, tepatnya di kolong jalan layang Slipi Petamburan.
Pelanggaran lebih ekstrem terjadi di beberapa putaran kolong jalan layang. Salah satunya terpantau pada Rabu sekitar pukul 09 WIB di putaran kolong jalan layang Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Para pengendara sepeda motor berbondong-bondong melawan arus dari arah utara menuju selatan.
Mereka menempuh jalan pintas untuk naik ke jalan layang Jatibaru karena enggan berputar di putaran kolong Slipi Kemanggisan yang berjarak sekitar 3 kilometer. Jumlah pelanggar yang lebih banyak bahkan membuat pengemudi yang melaju sesuai jalur harus mengalah untuk memberikan jalan.
Sebelumnya, Ditlantas Polda Metro Jaya mencatat, berdasarkan data dari lima titik kamera ETLE di Sudirman-Thamrin kurun waktu Agustus-Oktober 2020, jumlah pelanggaran lalu lintas menurun, dari 2.742 pelanggaran pada Agustus menjadi 1.239 pelanggaran pada Oktober atau merosot 54,8 persen. Titik pemantauan berada di Ratu Plaza Selatan, Ratu Plaza Utara, Sarinah Selatan, Setia Budi Selatan, dan Setia Budi Utara (Kompas, 23 Maret 2021).