Kota Bekasi Sekolah Tatap Muka, Ombudsman Ingatkan Kehati-hatian
Pembelajaran tatap muka di Kota Bekasi merupakan kebutuhan. Pemerintah daerah yakin potensi penularan di satuan pendidikan bisa dikendalikan.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Kebutuhan belajar tatap muka di sekolah karena pembelajaran daring yang dinilai tak efektif menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah Kota Bekasi membuka sekolah di tingkat SD dan SMP. Pertimbangan lain, wilayah RT zona hijau di Kota Bekasi juga sudah 92 persen.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, pembukaan kegiatan belajar tatap muka di 110 sekolah tingkat SD dan SMP merupakan kebutuhan. ”Kekhawatiran (penularan Covid-19) pasti ada karena itu perlu diantisipasi. Di Kota Bekasi sudah 92 persen RT yang zona hijau,” kata Rahmat, Selasa (23/3/2021), di Bekasi.
Ia menambahkan, pemerintah daerah yakin pengendalian potensi penularan Covid-19 di satuan pendidikan karena kasus Covid-19 di Kota Bekasi terus melandai. Dari 7.000 RT, wilayah zona kuning berkurang dari 647 RT menjadi 540 RT.
Selain itu, kata Rahmat, vaksinasi Covid-19 bagi guru di wilayah Kota Bekasi juga sudah berjalan. Namun, jika masih ada orangtua siswa yang khawatir, pemerintah daerah tetap memfasilitasi murid-murid tersebut untuk belajar secara daring.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah menambahkan, dengan dimulainya kegiatan belajar tatap muka di sekolah atau adaptasi tatanan hidup baru satuan pendidikan (ATHB SP), vaksinasi bagi guru akan mendapat prioritas khusus. Vaksinasi bagi guru selama ini sudah berjalan dan akan dipercepat.
”Total guru di Kota Bekasi hampir 11.000 guru. Sementara sudah dimulai dan 30 sampai 40 persen guru sudah menerima vaksin,” kata Inay.
Diminta berhati-hati
Menyikapi pembukaan sekolah di Kota Bekasi dan rencana pembukaan sekolah percontohan di Jakarta, Bogor, Depok, dan Kabupaten Bekasi, Kepala Ombudsman Jakarta Raya Teguh P Nugroho mengingatkan daerah-daerah tersebut untuk mempertimbangkan secara hati-hati pelaksanaan percontohan pembelajaran tatap muka (PTM).
Sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, serta Menteri Dalam Negeri, kewenangan untuk melakukan penilaian terhadap proses percontohan dan PTM berada di pemerintah daerah.
Namun, dalam instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2021 tentang PPKM Mikro dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Covid-19, ada kekhususan untuk Jawa Barat dan DKI Jakarta. Beberapa di antaranya, yakni di dua wilayah itu pembelajaran masih dilakukan secara daring. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dan lima daerah penyangga juga masih berstatus wilayah PSBB.
Dalam ketentuan PSBB yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 disebutkan bahwa setiap daerah yang masih berstatus PSBB tidak bisa melakukan pembelajaran tatap muka. Daerah yang masih berstatus PSBB dan mengambil kebijakan fundamental, salah satunya menggelar PTM yang berpotensi besar terhadap peningkatan transmisi Covid-19, harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan Kementerian Kesehatan.
Teguh menambahkan, setiap Satgas Covid-19 di daerah masing-masing juga perlu menyiapkan kajian lebih dulu sebagai dasar bagi kepala daerah membuat kebijakan. Kajian itu mencakup angka transmisi dan dampak Covid-19, wilayah sebaran, kemampuan sarana dan prasarana kesehatan, termasuk proyeksi kesiapan jika terjadi lonjakan penyebaran Covid-19, kesiapan anggaran, fungsi pengawasan, serta mekanisme pengaduan masyarakat.
”Kajian ini diperlukan agar kepala daerah memiliki kesiapan jika pelaksanaan PTM tidak sesuai harapan. Jangan sampai penetapan PTM hanya berdasarkan proposal dari satuan pendidikan terkait prasarana, verifikasi teknis kesiapan, dan persetujuan orangtua tanpa melihat gambaran besar secara keseluruhan,” kata Teguh dalam siaran pers.