DKI Jakarta Perpanjang PPKM Mikro, Ombudsman Sarankan Belajar Tatap Muka Dikonsultasikan ke Kemenkes
Meski ada penurunan kasus aktif, Pemprov DKI Jakarta memperpanjang PPKM Mikro hingga 5 April 2021. Bahkan untuk pelaksanaan PTM, DKI masih mengkaji, sementara Ombudsman minta DKI konsultasi ke Kemenkes untuk PTM.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat ada penurunan kasus aktif pada 8-16 Maret 2020. Meski begitu, Pemprov DKI Jakarta memilih memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat mikro hingga 5 April 2021 untuk konsistensi penurunan kasus aktif Covid-19 dan masih mempertimbangkan kemungkinan pembelajaran tatap muka.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Selasa (23/3/2021), di Balai Kota DKI Jakarta membenarkan, Pemprov DKI Jakarta memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro. Keputusan itu diambil karena PPKM mikro menunjukkan hasil signifikan terhadap penurunan jumlah kasus aktif di DKI Jakarta.
Secara detail, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti menjelaskan, periode penurunan kasus dilihat pada 8 Maret dan 16 Maret 2021. Pada 8 Maret, jumlah kasus aktif ada 7.439 kasus, lalu pada 16 Maret jumlah kasus aktif menjadi 5.747 kasus. Artinya, ada penurunan hingga 1.692 kasus dengan diterapkannya PPKM Mikro.
”Namun, periode setelah libur hari besar keagamaan (Isra Miraj dan Nyepi), kurvanya kembali naik, meskipun tetap terkontrol menjadi 7.322 kasus aktif pada 21 Maret 2021,” jelas Widyastuti.
Penurunan kasus aktif tentu saja berkorelasi signifikan pada turunnya keterpakaian tempat tidur ruang isolasi Covid-19 dan ruang unit perawatan intensif (ICU). Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan, jumlah kapasitas tempat tidur isolasi per 7 Maret tercatat 8.256 tempat tidur dan terpakai 4.922 tempat tidur atau 60 persen dari jumlah yang ada. Sementara jumlah kapasitas ICU per 7 Maret sebesar 1.148 dan terpakai 755 ICU atau sebesar 66 persen yang terpakai.
Meski ada penurunan, Pemprov DKI memilih memperpanjang PPKM mikro. Tujuannya untuk menekan laju persebaran dan menjaga penurunan kasus. Bahkan untuk kebijakan pembelajaran tatap muka, Pemprov DKI belum mengambil keputusan apa pun.
Nahdiana, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, menjelaskan, untuk penerapan pembelajaran tatap muka itu, dinas masih dalam proses finalisasi. ”Ini sedang kita verifikasi jumlah sekolah untuk percontohan pembelajaran tatap muka. Setiap wilayah pasti ada percontohan,” jelasnya.
Untuk pembelajaran tatap muka itu, jelas Nahdiana, yang jelas harus menerapkan protokol kesehatan. ”Nanti kalau sudah selesai finalisasi, kita akan sosialisasi,” jelas Nahdiana.
Adapun finalisasi untuk percontohan pembelajaran tatap muka ditargetkan selesai April 2021. Untuk percontohan itu pun direncanakan dilakukan terbatas.
Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, meminta Pemprov DKI Jakarta berhati-hati mempertimbangkan pelaksanaan percontohan pembelajaran tatap muka. ”Percontohan pembelajaran tatap muka jangan jadi sumber kluster Covid-19 baru,” tegas Teguh.
Menurut Teguh, memang, sesuai Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 04/KB/2020, No 737 Tahun 2020, Nomor HK.01.08/Menkes/7093/2020, dan Nomor 420-3987 Tahun 2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemik
Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), kewenangan untuk melakukan penilaian terhadap proses percontohan dan PTM berada di Pemerintah Daerah.
Namun, Ombudsman Jakarta Raya mengingatkan bahwa ada Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmedagri) Nomor 6 Tahun 2021 tentang PPKM dan Mengoptimalkan Posko Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Covid-19. Dalam diktum kesatu poin a dan b ada pengkhususan tersendiri bagi Gubernur DKI dan Gubernur Jawa Barat berikut lima wilayah Penyangga DKI Jakarta.
Dalam Inmedagri itu, pemerintah pusat menggarisbawahi proses pembelajaran di sekolah masih dilakukan secara daring, percontohan atau modeling tatap muka baru bisa dilaksanakan oleh universitas atau akademi. Sementara untuk pendidikan tingkat menengah atas ke bawah masih dilakukan secara daring.
Teguh melanjutkan, selain itu, DKI Jakarta dan Jawa Barat, khususnya lima wilayah penyangga hingga saat ini statusnya sebagai wilayah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belum dicabut oleh Kementerian Kesehatan sebagai pemberi izin pelaksanaan PSBB.
Di dalam ketentuan PSBB sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus (Covid-19), setiap daerah yang telah mendapat status PSBB tidak bisa melakukan pembelajaran secara tatap muka.
Untuk itu, pembelajaran tatap muka (PTM) yang berpotensi besar terhadap peningkatan transmisi Covid-19 harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai ujung tombak penanganan pandemi Covid-19 dan sebagai pihak yang memantau perkembangan penanganan Covid-19 dalam kawasan bukan per daerah.
Selain harus berkonsultasi dengan Kemenkes, Ombudsman Jakarta Raya meminta para Satgas Covid-19 setiap wilayah menyiapkan kajian terlebih dahulu sebagai dasar para Kepala Daerah dalam mengambil kebijakan.
”Kajian tersebut bersifat makro ketimbang masalah teknis kesiapan sekolah dalam penyiapan sarana dan prasarana dalam persiapan PTM,” kata Teguh.