Insentif Khusus Menarik Warga Turut Membangun "Bank Air"
Insentif bisa berupa pengurangan beban pajak bumi dan bangunan.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Pelibatan warga dalam upaya mempercepat penambahan infrastruktur penahan air hujan, salah satunya lewat pembangunan sumur resapan atau drainase vertikal di setiap rumah sejalan dengan konsep bank air. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta didorong menyediakan insentif khusus agar banyak warga terlibat.
“Saya pribadi ingin setiap pemerintah daerah, misalkan Jakarta, memberikan insentif kepada setiap rumah yang bisa membangun sistem menahan hujan, bisa misalnya dengan dikurangi dari PBB (pajak bumi dan bangunan),” ucap Staf Khusus Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Daya Air, Firdaus Ali, dalam diskusi daring “Memuliakan Air dan Hutan Kota” pada Minggu (21/3/2021).
Diskusi dihelat Kemitraan Kota Hijau, Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia (IALI) DKI Jakarta, dan Ayo ke Taman. Selain Firdaus, pembicara lain pengajar pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB University Bogor Bambang Sulistyantara, pegiat Kemitraan Kota Hijau Nirwono Joga, serta Niken Larasati dari IALI DKI Jakarta.
Keterlibatan masyarakat bakal sangat membantu Pemprov DKI Jakarta menanggulangi banjir, selain juga karena tak perlu berurusan dengan pembebasan lahan guna pembangunan infrastruktur penampung air seperti waduk, embung, atau bendungan. Firdaus memberi gambaran, di Jakarta ada sekitar 2,2 juta rumah tapak.
Seandainya terdapat sistem penahan air hujan berkapasitas satu meter kubik saja per rumah, warga Jakarta berarti berkontribusi menampung 2,2 juta meter kubik air agar tidak melimpas ke permukaan dan menimbulkan genangan atau banjir. Volume itu setara 66,86 persen dari daya tampung Waduk Pluit di Jakarta Utara seluas 60 hektar (lebih dari 55 kali luas lapangan sepakbola) yang bisa menampung total 3,29 juta meter kubik air.
Firdaus menambahkan, selain berkontribusi pada pencegahan banjir, warga yang membangun sistem penahan air hujan di rumahnya akan mendapat manfaat dari air yang ditampungnya. Saat kemarau, mereka tidak akan didera kekeringan.
Teknik menahan air hujan tidak hanya dengan sumur resapan, karena tidak semua area di Jakarta cocok dengan jenis infrastruktur itu. Seperti diberitakan, Pemprov DKI memperkirakan provinsi ini membutuhkan 1,8 juta sumur resapan. Jumlah yang sudah terbangun masih dipastikan. Anggaran yang sudah disetujui sejak 2017 sejauh ini Rp 300 miliar (Kompas.id, 2/3).
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun sudah menyadari sumur resapan tidak bisa jadi solusi tunggal seprovinsi. Di Jakarta Utara, misalnya, sebagian wilayahnya adalah rawa dan cekungan. ”Begitu digali 1,5 meter saja sudah ketemu air. Jadi, di tempat yang seperti itu mau tidak mau harus dipompa dulu. Itu sebabnya, saya sering bilang, kalau di Jakarta ini tidak bisa one solution fits all,” kata dia (Kompas, 18/10/2019).
Terdapat alternatif teknik berupa pembuatan lubang biopori, polder, atau dengan penanaman pohon. Penentuan teknik mesti mempertimbangkan luas lahan dan karakteristik tanah, antara lain jenis tanah, porositas tanah, dan tinggi muka air tanah. “Prinsipnya, tahan air selama mungkin dan air diresapkan sebanyak mungkin, tertampung dalam reservoir kalau tidak di permukaan tanah, di bawah tanah,” ujar Firdaus.
Namun, Jakarta juga menghadapi tantangan dari sisi pemenuhan kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH). Pengendalian banjir jadi salah satu jasa penting dari RTH. DKI saat ini baru memiliki RTH seluas 9,98 persen luas wilayahnya. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan proporsi RTH minimal 30 persen dari luas kota.
Terkait itu, Nirwono Joga menuturkan, sejumlah rancangan di berbagai negara menunjukkan pengendalian banjir bisa berjalan beriringan upaya penambahan RTH lewat penataan sungai. Caranya, memadukan konsep normalisasi dan naturalisasi yang memicu pro-kontra di Jakarta.
Niken Larasati mencontohkan, perpaduan normalisasi dan naturalisasi diterapkan pada rancangan Chicago Riverwalk di bantaran Sungai Chicago, Amerika Serikat. Terdapat tema desain yang berbeda antara satu ruas dengan ruas lainnya, seperti marina, cove, river theater, water plaza, dan jetty.
Yang menarik, di Jetty, terdapat taman lahan basah terapung yang bisa jadi habitat sehat bagi ikan khas sungai tersebut. Niken mengatakan, saat muka air sungai naik, taman tetap bakal di permukaan karena teknologi memungkinkannya terapung.
Selain itu, material area publik di Chicago Riverwalk sudah dirancang tahan terendam ketika banjir. “Jadi, masyarakat juga sadar kalau banjir ya sudah mereka tidak bisa beraktivitas di sana, tetapi saat tidak banjir, jadi sebuah pusat aktivitas,” ucap Niken.