Masih Ditemukan Malfungsi Kelistrikan, Rawan Sebabkan Bus Terbakar
Malfungsi sistem kelistrikan kendaraan umum yang membahayakan keselamatan transportasi masih menjadi pekerjaan rumah.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Nasional Keselamatan Transportasi masih menemukan malfungsi pada sistem kelistrikan yang dapat menyebabkan bus umum terbakar. Dibutuhkan komitmen pemerintah, pemegang merek kendaraan, karoseri, dan perusahaan otobus untuk mengatasinya.
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono pun meminta agar pembenahan malfungsi itu dapat segera diatasi. Permasalahan ini perlu menjadi perhatian karena Indonesia saat ini tengah mendorong penggunaan kendaraan listrik.
”Malfungsi kelistrikan ini ditemukan mulai dari karoseri hingga perusahaan otobus sebagai pengguna kendaraan. Salah satu contoh temuan, kelistrikan tidak memenuhi standar keamanan, kabel yang semerawut, dan kabel tanpa pelindung sehingga rentan terbakar akibat gesekan dengan pelat,” katanya.
Selama 2017 hingga 2021, KNKT mencatat ada 7 bus terbakar. Hasil investigasi menunjukkan kebakaran pada bus-bus itu disebabkan adanya kesalahan pada desain, perawatan, dan operasional.
Hal itu disampaikan Soerjanto dalam diskusi daring tentang Keselamatan Kelistrikan Mobil Bus, Kamis (18/3/2021).
Diskusi itu turut dihadiri senior investigator KNKT, Achmad Wildan; Kasubdit Angkutan Massal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hadi Setyabudi SP; BodyMakers Dept Technical Service Division Hino Motors Sales Indonesia Heri Komala; Technical Director CV Laksana Stefan Arman; dan perwakilan dinas perhubungan dari sejumlah daerah.
Soerjanto kemudian mengungkapkan, KNKT juga menemukan kabel yang ditekuk dan bergesekan dengan pelat pada bus listrik di Terminal Pulogadung, Jakarta Timur. Bus itu berasal dari salah satu pemegang merek kendaraan.
”Dari temuan itu diketahui pembuatan dan perawatan kelistrikan (pada bus) yang kurang baik sehingga membahayakan keselamatan. Bagaimana dengan kendaraan listrik yang tegangannya sekitar 600 volt, kalau terjadi kecelakaan (maka orang di bus) bisa tersengat listrik hingga meninggal,” katanya.
Pengujian kelistrikan
Ia pun meminta perlu adanya pengecekan kelistrikan dalam uji kelayakan kendaraan atau uji kir. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Emisi, uji kir baru meliputi uji gas buang kendaraan bermotor, tingkat kebisingan, kemampuan rem utama, kemampuan rem parkir, kincup roda depan, kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama, akurasi alat penunjuk kecepatan, serta kedalaman alur ban.
”Harusnya masalah kelistrikan jadi bagian uji berkala. Harus ada mekanik yang memahami kelistrikan. Tidak asal pasang instalasi kelistrikan,” ujarnya.
Selama 2017 hingga 2021, KNKT mencatat ada 7 bus terbakar. Hasil investigasi menunjukkan kebakaran pada bus-bus itu disebabkan adanya kesalahan pada desain, perawatan, dan operasional.
Achmad Wildan, senior investigator KNKT, menyebutkan, malfungsi kelistrikan terjadi karena transfer pengetahuan belum berjalan dengan baik mulai dari pemegang merek kendaraan hingga perusahaan otobus. Akibatnya, terjadi kekeliruan pemasangan bodi, instalasi kelistrikan, dan pemeliharaan kendaraan.
”Seharusnya pemegang merek kendaraan menyerahkan manual pemasangan bodi supaya (perusahaan) karoseri membuat bus dan instalasi kelistrikan mengacu pada manual itu. Lalu diagram kelistrikan dan manual pemeliharaan diserahkan kepada perusahaan otobus,” kata Wildan.
Di sisi lain, katanya, perlu juga peningkatan kapasitas untuk memahami potensi risiko dan bahaya dari malfungsi pada kendaraan. Caranya dengan mengidentifikasi malfungsi, mencatatnya, lalu memitigasi. Bukan sebaliknya, menunggu hingga terjadinya kebakaran atau kecelakaan.
Pembenahan
Hadi Setyabudi dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menegaskan, pihaknya telah mengupayakan sejumlah pembenahan malfungsi kelistrikan. Dalam paparannya, ia menyebutkan, upaya itu antara lain bus wajib punya fasilitas tanggap darurat, seperti alat pemadam kebakaran ringan, pemecah kaca, dan jendela darurat.
Menurut Hadi, Kementerian Perhubungan juga telah menambahkan persyaratan dalam permohonan Surat Keputusan Rancang Bangun Bus. Syarat itu ialah hasil analisis beban kelistrikan, sudut stabilitas putaran, hasil analisis keseimbangan dan ketahanan guling, penghitungan berat kendaraan, serta distribusi beban.
Syarat itu, katanya, sebelumnya juga pernah disampaikan kepada pemegang merek dan karoseri dalam sebuah diskusi daring. Diskusi itu juga membahas analisis masalah kelistrikan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di bidang uji kir.
Sementara itu, Heri Komala dari BodyMakers Dept Technical Service Division Hino Motors Sales Indonesia menyampaikan, pemegang merek kendaraan kini juga berkomitmen melakukan pembenahan, antara lain melaksanakan program standardisasi karoseri.
”Standardisasi karoseri itu meliputi desain, pemasangan bodi, kelistrikan, inspeksi sebelum pengiriman, dan penanganan masalah setelah kendaraan beroperasi,” katanya.