Satu Warga Kota Bogor Terkonfirmasi Virus Varian B.1.1.7
Kementerian Kesehatan mencatat sudah ada tujuh kasus pasien terinfeksi varian virus B.1.1.7. Salah satu kasusnya berasal dari warga Kota Bogor yang memiliki riwayat perjalanan dari Afrika.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Satu warga Kota Bogor yang memiliki riwayat perjalanan dari Afrika terkonfirmasi virus varian B.1.1.7 setelah menjalani tes genome sequencing. Dari temuan kasus varian B.1.1.7, Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, akan meningkatkan test, tracing, dan treatment, terutama kepada 16 orang yang pernah kontak erat dengan pasien. Warga diimbau selalu menjalani protokol kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno mengatakan, dua hari yang lalu pihaknya mendapat informasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Subdirektorat Surveilans bahwa ada satu warga Kota Bogor terkonfirmasi virus varian B.1.1.7. Warga itu tiba di Indonesia pada 1 Febuari. Ia merupakan pria yang tinggal dan bekerja di Afrika.
Retno mengatakan, Kemenkes mendapat informasi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes). Satu warga Kota Bogor itu melakukan perjalanan ke Indonesia pada 31 Januari, lalu transit ke Dubai, dan tiba di Indonesia pada 1 Januari. Sesuai prosedur, warga dari luar negeri harus tes usap polymerase chain reaction (PCR) dan menjalani karantina di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta.
”Setelah menjalani tes PCR dan menunjukkan hasil positif, Litbangkes melakukan tes genom sequence kepada warga Kota Bogor itu. Pada 13 Maret hasil tesnya keluar, menunjukan varian B.1.1.7. Pada Senin (15/3/2021), Kemenkes melakukan surveilans penyidikan epidemiologi ke lokasi. Diketahui ada 16 orang yang kontak erat dengan pasien. Kemenkes sudah melakukan tes dan mengambil sempel kepada 16 orang itu. Nah, sementara mantan pasiennya sudah kembali ke Afrika pada 1 Maret lalu,” tutur Retno, Rabu (17/3/2021).
Retno menjelaskan, kondisi warga yang terkonfirmasi varian B.1.1.7 saat pulang kembali ke Afrika sudah terkonfirmasi negatif dan sembuh. Itu diketahui dari beberapa rangkaian kronologi serta catatan tes kesehatannya. Saat tiba di Indonesia, pada 1 Febuari silam, dan saat menjalani karantina di Wisma Atlet selama 10 hari, pria itu menjalani tes usap PCR dan hasilnya positif tanpa gejala atau OTG. Pada 13 Febuari, dia pulang ke Kota Bogor dan isolasi mandri.
”Saat isolasi mandiri, dia juga tes usap antigen, hasilnya negatif. Pada 27 Febuari tes usap PCR, hasilnya negatif. Pada 1 Maret, dia kembali ke Afrika. Sementara tes genom sequencing dari Litbangkes memerlukan waktu 1-2 minggu untuk mengetahui hasilnya. Menurut Kemenkes, ini merupakan kasus ketujuh di Indonesia. Jadi tidak semua hasil tes PCR positif dari warga luar diperiksa genom sequencing, ternyata hanya acak gitu,” tutur Retno.
Saat isolasi mandiri, pasien tes usap antigen, hasilnya negatif. Pada 27 Febuari tes usap PCR, hasilnya negatif. Pada 1 Maret, dia kembali ke Afrika. Sementara tes genom sequencing dari Litbangkes memerlukan waktu 1-2 minggu untuk mengetahui hasilnya.
Meskipun kasus warga Kota Bogor yang terkonfirmasi varian B.1.1.7 sudah cukup lama, kata Retno, pihaknya tetap akan semakin meningkatkan surveilans, pengamatan penyakit, dan pelacakan, terutama untuk 16 orang yang pernah kontak erat dengan terkonfirmasi B.1.1.7 akan ada pengawasan dan penelusuran lebih lanjut.
Menurut Retno, pengendalian, pencegahan, dan penanganan B.1.1.7 yang disinyalir penyebarannya lebih cepat tidak jauh berbeda dengan SARS-CoV-2. Kuncinya ada pada peningkatan 3T, kemudian yang kontak erat harus menjalani karantina. Hal terpenting adalah kewaspadaan dini masyarakat dengan kepatuhan protokol kesehatan.
Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, meski Kemenkes sudah menangani kasus temuan varian B.1.1.7, Pemerintah Kota Bogor tetap memiliki kewajiban untuk memonitor keluarga yang pernah kontak erat.
”Langkah yang diambil, keluarga itu sudah menjalani isolasi di Jakarta dan menjalani tes kesehatan. Jika negatif, boleh menjalani aktivitas kembali. Tracing tentu kami (lakukan) bersama Kemenkes. Kami pastikan untuk keluarga lainnya yang kontak erat harus di-tracing. Kami akan terus berkoordinasi dengan Kemenkes. 3T perlu terus ditingkatkan,” tutur Dedie.
Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, penambahan kasus varian baru B.1.1.7 memiliki riwayat perjalanan dari Ghana, Afrika Barat. Semua kontak erat pasien itu sudah diambil spesimennya.
Dengan penambahan ini, setidaknya telah ditemukan tujuh kasus dengan varian baru yang pertama kali diidentifikasi di Inggris ini. Sebelumnya dilaporkan enam sampel yang mengandung varian B.1.1.7.
Tiga spesimen diambil dari pekerja migran yang baru pulang dari Arab Saudi, masing-masing dua warga Kabupaten Karawang, Jawa Barat, dan satu lagi dari Kalimantan Timur. Sementara tiga sampel lainnya diambil dari pasien di rumah sakit yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke luar negeri, yaitu dari Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan.