Sejumlah Rute Transjakarta Kembali Aktif, Penumpang Tetap Waspada
Transjakarta mengaktifkan sejumlah rute agar pengguna kembali naik transportasi umum. Namun, sebagian pengguna masih diselimuti kekhawatiran terkait situasi pandemi Covid-19.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Diaktifkannya kembali sejumlah rute bus Transjakarta, sebagai implikasi dilonggarkannya pembatasan sosial belakangan ini, disambut baik oleh warga. Namun kekhawatiran tertular Covid-19 tetap menyelimuti warga, dan terlebih jika bus disesaki penumpang.
Setelah hampir setahun dihentikan, bus Transjakarta rute Ragunan-Blok M kembali dioperasikan pada Jumat (12/3/2021). Pengoperasian rute ini menambah jumlah rute bus transjakarta yang kembali dioperasikan selama pandemi. Bus ini menjadi rute ke-151 yang kembali beroperasi di tengah pandemi, dari total 243 rute bus Transjakarta.
Sebelumnya, pada masa awal pandemi tahun 2020 lalu sempat hanya 13 koridor bus rapid transit (BRT), bus Tranjakarta yang beroperasi di jalur busway, yang dioperasikan. Namun kemudian, secara berangsur-angsur rute yang sempat dihentikan pada masa awal pandemi, kembali dioperasikan pada November 2020 lalu. Rute itu meliputi bus 7C Cibubur-BKN, TR1 Stasiun Gondangdia-Senen, serta TR2 Stasiun Gondangdia-Balai Kota, dan semuanya jenis bus non-BRT.
Fathur (52), warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan, langsung menggunakan Bus 6N yang beroperasi sejak Jumat pagi. Dia yang bertolak dari Ragunan menuju kantor di bilangan Blok M terbantu dengan bus itu. Tetapi, dia juga khawatir apabila bus tiba-tiba dipadati penumpang karena melintas di halte-halte sarat penumpang seperti Kemang, Jakarta Selatan.
Sepanjang jalan, pegawai ini duduk di kursi belakang demi berjarak dengan penumpang lain. Dia menjaga jarak dan bertahan dengan tidak menyentuh benda apapun di dalam bus, sementara hanya ada tiga penumpang di barisan kursi depan.
"Sebenarnya naik bus ini agak dilematik karena di satu sisi murah dan nyaman, tetapi juga rawan kerumunan. Saya masih jaga-jaga kalau mendadak kondisi bus ramai, yang penting saya enggak berkerumun di dalam," jelas Fathur di Terminal Blok M, Jumat siang.
Sebagian pengguna lain juga mencemaskan risiko kerumunan saat antre bus. Kania (39), guru bahasa inggris sekolah swasta di Jakarta Timur, baru mencoba naik bus lagi hari ini dari Kampung Melayu. Dia sempat khawatir saat berbaris bersama belasan orang dengan jarak kurang dari satu meter untuk naik bus.
Meski kondisi di dalam bus masih lengang dan penumpang saling berjarak sekitar satu meter, Kania tetap waswas karena akan berada di dalam ruangan tanpa ventilasi cukup lama. Kegelisahannya itu beralasan lantaran ruang tertutup tanpa sirkulasi udara dapat memicu kemungkinan paparan Covid-19 lewat udara.
"Karena hampir enam bulan kemarin sudah terbiasa enggak naik bus. Bawaannya masih waswas kalau kumpul terlalu banyak orang. Saya usahakan enggak pegang apa-apa di bus dan enggak senderan," tutur ibu dua anak itu.
Situasi kerumunan rupanya sulit terhindarkan di moda angkutan umum. Selama Jumat, ditemukan antrean penumpang hingga 3 meter di tiap-tiap pintu menunggu bus di Halte Transjakarta Blok M. Antrean itu ditemukan pada pintu-pintu penantian bus rute Ciledug, Stasiun Manggarai, dan Ragunan.
Sebelumnya, pada Kamis (11/3/2021) kemarin, Direktur Operasional Transjakarta Prasetia Budi menyampaikan, protokol kesehatan di bus telah sesuai dengan arahan dari pemerintah. Sejak pandemi, pembatasan kuota penumpang sudah dikurangi setengah. Bus transjakarta jenis BRT dibatasi mengangkut 30 penumpang saja. Padahal bus itu dapat mengangkut hingga 60 penumpang.
Selain itu, menurut Prasetia, penumpang selalu diarahkan untuk berjarak seukuran tangan saat melakukan lencang depan. Jarak ini sudah dianggap memenuhi protokol kesehatan.
”Jumlah penumpang masih terbatas mengikuti aturan maksimal 50 persen dari kapasitas total karena bus sedang diisi maksimal oleh 30 orang,” kata Prasetia.
Prasetia pun menekankan, pembukaan rute Transjakarta akan seiring dengan pulihnya kegiatan masyarakat. Pembukaan rute juga menindaklanjuti masukan yang datang dari masyarakat, baik melalui call center di nomor 1500-102 maupun media sosial resmi Transjakarta.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menyebutkan pemulihan operasional pada bus Transjakarta itu mesti hati-hati. Sebab, keberadaan moda angkutan umum turut memunculkan kerumunan. Seperti diketahui dalam konsep persebaran pandemi, risiko penularan berjalan seiring dengan terjadinya mobilitas orang.
Menurut Djoko, kerumunan penumpang di titik perhentian angkutan perlu diantisipasi dengan manajemen yang tepat dan sesuai dengan protokol kesehatan. Upaya yang dilakukan tidak sekadar mengingatkan cuci tangan, jaga jarak, dan pakai masker kepada penumpang.
Harus ada pemantauan berbasis data, kapan dan di mana saja lokasi yang rawan kepadatan itu. Kepadatan itu mestinya bisa terukur dengan melihat data kepadatan harian selama pandemi.
"Dari sisi operasional, mestinya kepadatan di tiap halte dan bus itu bisa terukur. Setelah kita tahu sepadat apa, ya, bagaimana kemudian upaya pengelola untuk menangani itu. Kalau padat saat jam kerja, bagaimana caranya agar tidak menumpuk pada jam tersebut," jelas dia.