Pembatasan Dilonggarkan, Pegawai Kantoran Kian Waspadai Penularan Covid-19
Karyawan tetap mewaspadai potensi paparan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di kantor meskipun ada pelonggaran pembatasan sosial.
JAKARTA, KOMPAS — Pelonggaran pembatasan sosial tak mengendurkan penerapan protokol kesehatan di kalangan pegawai perkantoran. Mereka tetap mewaspadai risiko terpapar SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, terutama sejak karyawan yang bekerja di kantor diperbolehkan hingga 50 persen.
Sebagian pegawai di perkantoran ini pun berharap dapat memperoleh vaksin Covid-19 seperti para pekerja di sektor pelayanan publik.
Sejak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro pada Februari lalu, jumlah karyawan yang bekerja di kantor pun meningkat. Sesuai Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 213 Tahun 2021, perkantoran dapat diisi oleh 50 persen karyawan. Sebelumnya, di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB), perkantoran hanya diperbolehkan terisi 25 persen karyawan.
Baca Juga: Mobilitas Warga Jakarta Meningkat, Membuka Celah Penularan
Paramita (23), karyawan swasta di Jakarta Pusat ini, kian waspada terhadap penularan Covid-19. Apalagi, menurut dia, kantor tempatnya bekerja malah menerapkan kebijakan 80 persen karyawan bekerja di kantor, melampaui batasan yang ditetapkan dalam PPKM oleh Pemprov DKI.
”Sekarang masuk kantor tiga kali dalam seminggu. Sebelumnya, dalam seminggu dua kali masuk kantor,” ujarnya, saat dijumpai pada Jumat (12/3/2021).
Diakui Paramita, meskipun kantor tempatnya bekerja menerapkan 80 persen karyawan bekerja di kantor, pihak perusahaan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Sekali dalam sebulan diakukan tes usap antigen kepada setiap karyawan, dan karyawan wajib melalui bilik disinfeksi dan pengukuran suhu tubuh sebelum masuk ke kantor.
Menyadari kini ada lebih banyak karyawan yang bekerja di kantor dibandingkan masa PSBB, Paramita pun meningkatkan perlindungan pada dirinya. Selama di dalam kantor, ia memakai masker dua lapis dan selalu membawa masker cadangan. Untuk menghindari kerumunan di kantin, ia selalu membawa bekal makan siang dan minum dari rumah. Ia juga selalu membawa cairan antiseptik untuk disemprotkan di meja kerjanya dan tempat yang akan disentuh.
”Tempat-tempat yang akan saya sentuh biasanya disemprot dulu dengan antiseptik dari botol kecil,” ucap Paramita.
Baca Juga: PPKM Mikro Beriringan dengan Peningkatan Kapasitas Pemeriksaan
Faricha (27), karyawan perusahaan swasta yang berkantor di kawasan Tanah Abang, juga tak pernah mengendurkan protokol kesehatan. Ia mengatakan, kewaspadaannya terhadap penularan Covid-19 didukung pula oleh kebijakan perusahaan yang mengutamakan keselamatan karyawan.
Menurut Faricha, meskipun kebijakan PPKM dari Pemprov DKI memperbolehkan 50 persen karyawan bekerja di kantor, pihak perusahaan membatasi karyawan bekerja di kantor maksimal 30 persen. Rapat dan pertemuan juga tetap dilakukan secara daring.
Apabila ada rapat yang harus berlangsung di kantor, lanjutnya, karyawan wajib mengisi formulir asesmen terkait kegiatannya sepekan terakhir, terutama jika kontak langsung dengan orang positif Covid-19. ”Yang masuk kantor tidak boleh banyak-banyak. Di timku sehari maksimal dua orang yang bekerja di kantor,” ujar Faricha.
Budi (41), karyawan swasta di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ini juga semakin ketat menerapkan protokol kesehatan. Bukan hanya karena pelonggaran aktivitas yang diterapkan belakangan ini di perkantoran, tetapi kewaspadaannya juga tumbuh dari pengalamannya tertular Covid-19 pada Desember lalu.
Selama menjalani aktivitasnya bekerja sehari-hari, ia dengan tertib mengenakan masker hingga dua lapis. Ia juga meningkatkan kekuatan imunitas tubuhnya dengan mengonsumsi vitamin dan suplemen. Menurut dia, upaya ini sebagai pencegahan dari penularan Covid-19. Apalagi, lanjutnya, ia kerap melakukan perjalanan dinas ke luar kota dengan menumpang pesawat.
Sebulan pascaperawatan di rumah sakit swasta di Cikarang, Jawa Barat, penyintas Covid-19 ini sudah kembali bekerja seperti biasa. Budi pun kembali melakukan perjalanan dinas ke Batam, Palembang, Bali, Medan, dan Makassar. Bahkan, akhir pekan ini akan bertemu klien di Banjarmasin.
”Sejak April 2020, saya sudah banyak bekerja di luar kantor (di luar kota). Sepertinya saya tertular (Covid-19) saat bekerja di luar (kota). Setelah tertular, istri dan anak wanti-wanti supaya sekarang saya semakin tertib terapkan protokol kesehatan karena masih harus bekerja di luar,” tutur Budi.
Baca Juga: PKL Masih Menjerit meskipun Pembatasan Sosial Dilonggarkan
Harapkan vaksinasi
Para pegawai kantor ini pun berharap dapat memperoleh vaksinasi Covid-19 seperti kalangan pekerja pelayanan publik. Seperti diungkapkan Faricha, ia bersama pegawai kantoran lainnya juga berisiko terpapar Covid-19 karena harus bekerja di luar rumah.
Awal tahun kemarin sempat ada informasi perusahaan bakal adakan vaksinasi mandiri, tetapi sekarang malah perusahaan tidak bisa memberikan kepastian.
Faricha pun mengaku sudah bertanya tentang vaksinasi kepada departemen sumber daya manusia di tempatnya bekerja. Namun, pihak perusahaan tidak dapat memberikan kepastian terkait vaksinasi tersebut. Sebaliknya, karyawan diminta bersabar hingga ada informasi lanjutan dari pemerintah.
”Belum ada informasi lagi. Awal tahun kemarin sempat ada informasi perusahaan bakal adakan vaksinasi mandiri, tetapi sekarang malah perusahaan tidak bisa memberikan kepastian,” ujar Faricha.
Baca Juga: Penumpang KRL Mulai Waswas
Sementara Paramita sama sekali belum mendapatkan informasi tentang vaksinasi dari tempatnya bekerja. Ia pun akhirnya memilih berpasrah diri. ”Saya pikir saat ini vaksinasi masih untuk tenaga kesehatan dan jajaran penting saja,” ujarnya.
Sementara itu, Ainur (20), pegawai negeri sipil di salah satu kantor kementerian di Jakarta, tengah menunggu antrean memperoleh vaksin. Sama halnya dengan perkantoran lainnya di Jakarta, aktivitas di kantor tempatnya bekerja juga berangsur-angsur meningkat. Dari sebelumnya hanya 25 persen pegawai yang kerja di kantor, sekarang menjadi 40 persen.
Ainur pun mengaku cukup memperoleh rasa aman karena dia menjadi bagian dari kalangan pekerja di layanan publik yang masuk prioritas memperoleh vaksin. Kini, ia pun tengah menunggu gilirannya divaksinasi.
”Saya sudah daftar sejak pekan lalu. Sekarang tinggal menunggu giliran divaksin. Vaksinasi juga bertahap sehingga kami pun harus bersabar menunggu,” ucapnya.