PPKM Lanjut hingga 22 Maret, DKI Waspadai Dua Hari Libur
Secara garis besar, kasus positif Covid-19 di Jakarta tampak menurun.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di Ibu Kota diperpanjang hingga 22 Maret. Secara garis besar, kasus positif Covid-19 di Jakarta tampak menurun. Akan tetapi, masyarakat belum bisa menarik napas lega sampai pandemi benar-benar bisa terkendali dan kuncinya ada di penegakan protokol kesehatan.
”Akhir pekan ini adalah long weekend. Makanya kita masih agak khawatir,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ketika dihubungi pada Senin (8/3/2021). Dari pihak pemerintah pusat tidak ada keterangan mengenai cuti bersama. Tetap saja pemerintah daerah menyiapkan diri menghadapi kemungkinan pergerakan warga secara masif.
Berkaca pada pengalaman libur Tahun Baru Imlek pada Februari lalu, tidak ada lonjakan jumlah kasus positif Covid-19. Namun, harus ada kepastian pergerakan masyarakat dari Jakarta ke luar kota bisa ditekan di akhir pekan Isra Miraj dan Hari Raya Nyepi ini agar tidak ada penambahan kasus secara drastis.
Perpanjangan PPKM ini diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta 213/2021 tentang Perpanjangan Pemberlakuan Jangka Waktu dan Pembatasan Aktivitas Luar Rumah. Menurut Anies, adanya PPKM di Pulau Jawa dan Bali berhasil menurunkan perkembangan kasus Covid-19 di Ibu Kota. Sebelumnya, pengendalian kasus sukar karena meskipun Jakarta menjalankan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kabupaten/kota satelit tidak menerapkan pembatasan yang ketat.
Di tempat berbeda, Kepala Dinas Kesehatan Jakarta Widyastuti menjelaskan, saat ini ada 7.209 kasus Covid-19 aktif atau pasiennya tengah menjalani pengobatan ataupun isolasi. Persentase kasus positif pada Maret juga menunjukkan penurunan cukup menggembirakan, menjadi 11,6 persen.
Pada Februari, persentase kasus positif sempat mencapai 18 persen. Namun, tingkat ini masih dua kali lipat di atas batas aman 5 persen yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Tingkat penularan virus juga turun dari 1,04 pada Februari kini menjadi 1,02,” tutur Widyastuti. Para ahli epidemiologi dan kesehatan masyarakat menyatakan bahwa pandemi bisa dikategorikan terkendali apabila tingkat penularan virus korona baru di bawah 1.
Evaluasi akar rumput
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia wilayah Jakarta Baequni Boerman mengatakan, kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan sudah lebih baik dibandingkan tahun 2020. Akan tetapi, kesadaran ini belum menyeluruh karena masih banyak masyarakat, terutama ditemukan di wilayah akar rumput seperti kampung kota dan pasar tradisional, yang belum tekun menerapkannya.
”Masih adanya penambahan kasus baru harian, walaupun bisa dikatakan secara relatif jumlahnya tidak membeludak, membuktikan pelanggaran protokol kesehatan masih terjadi,” paparnya.
Menurut Baequni, setahun pandemi Covid-19, secara umum di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tidak ada gerakan berarti dalam mendidik komunitas akar rumput. Pola informasi tetap kaku dari atas ke bawah, yaitu dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, rukun warga (RW), dan terakhir baru diturunkan ke rukun tetangga (RT). Pembentukan satuan tugas juga masih berupa arahan dari atas.
”Sejauh ini belum ada evaluasi untuk melihat benarkah informasi itu sampai, diterima, dan dipahami oleh masyarakat. Sesudah itu harus ada pula evaluasi jika informasi diterima masyarakat, mereka mau melakukan protokol kesehatan. Bukan sekadar tahu bentuk protokolnya, risiko penularan Covid-19, tetapi ternyata tetap malas bermasker,” ujarnya.
Ia mengingatkan, jika tetap ada masyarakat tidak bermasker dan menjaga jarak, kasus positif terus bertambah. Mungkin jumlahnya semakin sedikit, tetapi pengidapnya akan terus ada dan fasilitas kesehatan akan terus diisi pasien positif Covid-19.
Evaluasi ini harus rutin dilakukan agar pola pendidikan masyarakat juga adaptif dengan perkembangan zaman ataupun dinamika di akar rumput. Aktor-aktor yang terlibat juga bisa ditambah dari pengurus RT, RW, dasawisma, tokoh agama, sampai anak-anak muda yang memiliki pengaruh di lingkungan masing-masing.
Baequni menuturkan, takaran keberhasilan jangan sebatas menurunnya kasus positif Covid-19, melainkan juga pada tingkat kepatuhan masyarakat menerapkan protokol kesehatan tanpa harus disuruh ataupun ditegur. Kluster Covid-19 terbanyak saat ini adalah kluster keluarga yang salah satu anggota tertular di luar, misalnya di kantor atau tempat lain dan membawanya ketika pulang ke rumah. Artinya, ada momen individu tersebut lalai menerapkan protokol kesehatan.