Normalisasi Sungai Tunggu Inventarisasi Lahan yang Dibebaskan DKI Jakarta
Normalisasi sungai tidak bisa dikerjakan apabila posisi lahan terpencar-pencar. Pemprov DKI Jakarta mengklaim sudh bebaskan 7,6 kilometer lahan.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan tetap berkomitmen menormalisasi sungai sebagai salah satu cara mengatasi banjir. Pemprov mengklaim sudah ada 7,6 kilometer lahan yang siap, tetapi Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane masih perlu melakukan inventarisasi lahan untuk bisa segera melakukan pekerjaan.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Bambang Heri Mulyono, Senin (8/3/2021), memastikan, terkait ketersediaan lahan di sepanjang Ciliwung itu, BBWSCC saat ini masih berkoordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta. Koordinasi untuk menginventarisasi ruas-ruas lahan yang dapat dinormalisasi.
Belajar dari eksekusi normalisasi pada tahun-tahun sebelumnya, normalisasi tidak bisa dikerjakan apabila posisi lahan terpencar-pencar. Lahan normalisasi diharapkan ada dalam bentangan sama supaya pemasangan sheet pile atau turap tidak terpencar-pencar.
”Kami bekerja sama dengan Dinas Sumber Daya Air menginventarisasi bidang per bidang. Kalau sudah ada ruas yang memenuhi syarat untuk normalisasi, kami akan usulkan penanganannya,” kata Bambang.
Dalam catatan Kompas, normalisasi sungai khususnya di Kali Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter terhenti karena masalah pembebasan lahan. Sampai akhir 2017, lahan yang berhasil dibebaskan merupakan bidang-bidang lahan terpencar sehingga pemasangan fondasi beton tidak akan saling tersambung lurus. BBWSCC juga tidak mengalokasikan anggaran normalisasi pada 2018 karena masalah ketersediaan lahan itu.
Normalisasi sungai merupakan kesepakatan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian PUPR. Sesuai kesepakatan itu, Dinas SDA DKI Jakarta bertugas membebaskan lahan di pinggir Kali Pesanggrahan, Sunter, dan Ciliwung. Sementara BBWSCC menyediakan dana dari APBN untuk menjalankan program itu.
Normalisasi dilakukan dengan melebarkan sungai menjadi 35-50 meter dari yang sekarang 15-20 meter. Program ini juga dilakukan dengan menambah kedalaman kali. BBWSCC menetapkan spesifikasi penataan kali itu agar daya tampung air di sejumlah sungai semakin besar.
Konsep pelebaran sungai itu membutuhkan pembebasan lahan di sekitar bantaran. Dalam catatan Kompas, sepanjang 2013-2017, normalisasi di Kali Ciliwung sudah dilakukan sepanjang 16,388 kilometer dari panjang kali 33,690 km. Pada 2018, sama sekali tidak ada normalisasi.
Gembong Warsono, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, menyatakan, apabila memang lahan yang bebas sudah siap, seharusnya Pemprov DKI Jakarta bisa segera melaporkannya kepada Kementerian PUPR. Itu supaya segera bisa dieksekusi pelaksanaan normalisasinya.
”Maka, di sini koordinasi dengan pemerintah pusat menjadi hal yang sangat penting untuk bisa menyinergikan kebijakan pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.
Rakyat Jakarta, menurut Gembong, membutuhkan kejelasan eksekusi, bukan hanya pernyataan, apalagi dalam hal penanganan banjir.
Anggaran normalisasi
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, secara terpisah, menjelaskan, untuk normalisasi sungai, Pemprov bekerja sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Terkait banjir, ia mengklaim anggaran yang dialokasikan kurang lebih 20 persen dari belanja modal.
”Tiap tahun belanja modal nilainya Rp 9 triliun hingga Rp 10 triliun. Untuk penanganan banjir sekitar Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun,” ujarnya.
Untuk penanganan banjir melalui normalisasi, diakui Ahmad Riza, yang harus dihadapi adalah pembebasan lahan. Itu tidak mudah dan tidak murah.
Dari pembebasan 2019-2020, Ahmad Riza mengklaim lahan yang sudah dibebaskan sepanjang 7,6 km. Rinciannya, sisi kiri 3,8 km dan sisi kanan 3,8 km. Dengan adanya lahan yang sudah dibebaskan di bantaran kali Ciliwung, BBWSCC bisa masuk dan memasang turap.
”DKI sudah berkoordinasi dengan BBWSC dengan PUPR, juga dengan pemerintah sekitarnya. Nanti kita akan minta dukungan dari teman-teman Komisi V DPR RI untuk memberikan penguatan dan dukungan anggaran bagi penanganan banjir di Jakarta dan sekitarnya,” ujarnya.
Ke depan, Ahmad Riza melanjutkan, supaya normalisasi-naturalisasi sungai dan waduk bisa berjalan, Pemprov DKI akan mempercepat pembebasan lahan. ”Kami arahkan dinas SDA membuat prioritas lahan-lahan yang harus dibebaskan untuk percepatan pengendalian banjir dan daerah mana yang paling cepat mengendalikan banjir itu sendiri,” ujarnya.