Mobilitas Warga Jakarta Meningkat, Membuka Celah Penularan
Ada kecenderungan kepadatan mobilitas yang naik meski tidak signifikan dari pantauan daring ataupun secara langsung di beberapa lokasi. Kondisi ini berisiko membawa paparan pandemi Covid-19.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah ruas jalan di Jakarta selama sebulan terakhir ini mulai dipadati kendaraan di jam berangkat dan pulang kerja. Mobilitas warga juga tampak meningkat di tempat kerja hingga pusat ritel.
Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengendurkan kewaspadaan orang terhadap penularan Covid-19.
Pantauan Kompas pada Senin (8/3/2021) sore, saat jam pulang kerja, ditemukan kemacetan di sejumlah ruas jalan protokol. Arus kendaraan di Jalan Gatot Subroto dan sepanjang Jalan Jenderal Sudirman terpantau padat merayap. Di Jalan Jenderal Sudirman antrean kendaraan tampak mengular sepanjang 100 meter lebih, dari Halte Transjakarta Bendungan Hilir hingga Mayapada Building.
Sejumlah pekerja di Jakarta mengakui makin meningkat intensitas bepergian sejak awal 2021. Ardian (32), pegawai gerai ritel di pusat perbelanjaan di Kembangan, Jakarta Barat, mengakui kini ia harus masuk kerja empat hari dalam sepekan. Hal itu menggantikan jadwal sebelumnya yang masuk dua hari dalam sepekan.
Kebijakan perusahaannya itu lantaran pengurangan sejumlah pegawai pada awal tahun ini. ”Sekarang pola kerja masih bergantian, tapi jadi lebih sering masuk. Otomatis mondar-mandir jadi makin sering,” ucap Ardian, ayah dua anak ini.
Sekarang pola kerja masih bergantian, tapi jadi lebih sering masuk. Otomatis mondar-mandir jadi makin sering. (Ardian)
Indra Anugrah (26), pekerja bidang periklanan yang berkantor di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, juga mengakui masih sering bepergian untuk keperluan pekerjaan. Meski tidak selalu ke kantor, Indra beberapa kali pergi ke sejumlah tempat untuk urusan perizinan lokasi pengambilan gambar iklan.
”Masih pergi-pergi untuk urusan perizinan semacam itu. Seringnya bepergian naik angkutan umum agar lebih murah,” kata warga Tebet, Jakarta Selatan, itu.
Meningkatnya aktivitas warga di ruang publik juga tampak di stasiun-stasiun kereta rel listrik (KRL). Jumlah penumpang KRL selama sepekan ini pun terpantau meningkat.
Vice President Corporate Secretary PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Erni Sylviane Purba mengatakan, jumlah penumpang pada Senin pukul 09.00 ini 139.759 penumpang. Jumlah tersebut meningkat sekitar 10 persen dibandingkan dengan jumlah penumpang pada Senin (1/3/2021) pekan lalu sebanyak 126.278 penumpang.
Meski ada peningkatan penumpang, Erni menjamin mobilitas di kereta benar-benar diatur agar tidak terjadi kerumunan. Petugas mewaspadai mobilitas yang terpusat pada jam sibuk pagi dan sore hari.
Erni berharap penumpang memiliki kesadaran untuk tidak memaksakan diri dalam kereta yang sudah terisi sesuai dengan protokol kesehatan. Pekan ini ada 986 perjalanan KRL yang tersedia dan semestinya mencukupi kepadatan dalam sehari.
Salah satu situs indeks lalu lintas kendaraan, Tomtom Traffic Index, menyebutkan, berdasarkan pantauan selama 1-7 Maret 2021, tingkat kemacetan pada Januari sebesar 20 persen dan pada Maret naik menjadi 38 persen. Meski begitu, kemacetan tersebut masih tergolong sedang (average) menurut kategorisasi Tomtom.
Sementara itu, laporan Google Community Mobility Report juga menunjukkan peningkatan mobilitas warga selama awal Maret. Peningkatan itu ditunjukkan pada laporan mobilitas warga pada 2 Maret 2021 yang lebih tinggi dibandingkan dengan 9 Februari 2021.
Mobilitas warga ke tempat kerja, salah satunya, naik 4 persen. Pada 9 Februari, Google mencatat tingkat mobilitas warga sebesar minus 32 persen, tetapi pada 2 Maret menjadi minus 28 persen. Persentase dalam besaran minus itu adalah perbandingan situasi dengan sebelum pandemi.
Google juga melaporkan pergerakan orang ke pusat ritel dan rekreasi meningkat 3 persen. Pada 9 Februari, pergerakkan warga ke pusat ritel dan rekreasi sebesar minus 21 persen, dan pada 2 Maret menjadi minus 18 persen. Sementara pergerakan orang pada simpul transportasi massal, pertemuan halte bus dan stasiun kereta juga meningkat 2 persen, dari minus 34 persen ke minus 32 persen.
Menanggapi adanya peningkatan mobilitas warga yang terpantau oleh beberapa situs indeks pergerakkan kendaraan dan warga, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengaku belum dapat menanggapinya. Namun, Syafrin juga menyampaikan, kenaikan mobilitas warga sangat mungkin terjadi karena adanya sejumlah pelonggaran kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro.
Kebijakan PPKM mikro yang berlaku saat ini melonggarkan sejumlah kegiatan, seperti izin pembukaan sektor perkantoran hingga 50 persen. Selain itu, pusat perbelanjaan diizinkan buka hingga pukul 21.00.
”Saya belum berani ngomong apa-apa karena PPKM sedang dievaluasi. Tetapi, sangat mungkin ada peningkatan mobilitas meski tidak terlalu melonjak,” ujar Syafrin melalui pesan singkat, Senin siang.
Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, menekankan kepadatan mobilitas adalah faktor yang memicu penularan. Saat mobilitas berlangsung, seseorang bisa saja terpapar Covid-19 dari kantor, simpul transportasi massal, atau bahkan di lingkungan rumah sendiri.
”Kondisi tingginya penularan, terutama pada kluster keluarga, tidak akan terjadi jika mobilitas bisa dicegah atau setidaknya dibatasi lebih ketat. Pemerintah sebaiknya fokus mengkaji pembatasan yang lebih ketat khusus untuk aspek mobilitas. Karena mobilitas itu yang memicu risiko penularan,” katanya.