Revitalisasi Trotoar Ibu Kota Masih Dibayangi PKL dan Parkir Liar
Sejumlah ruas rotoar yang makin bagus dan luas berhadapan dengan okupasi untuk parkir dan lapak pedagang kaki lima. Perlu pengawasan tegas agar trotoar tidak terus disalahgunakan.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Masih sulit mewujudkan trotoar yang ramah bagi pejalan kaki di Ibu Kota. Perluasan sejumlah trotoar di Jakarta lewat program revitalisasi, yang sejatinya untuk kepentingan pejalan kaki, justru menambah okupasi lahan untuk berdagang dan parkir liar di atasnya.
Selama 2020-2021 Dinas Bina Marga DKI Jakarta terus menambah target perluasan dan perbaikan trotoar, termasuk trotoar di Simpang Senen, Jakarta Pusat, yang rampung pada 2020. Tahun 2021, revitalisasi trotoar akan fokus pada lima ruas jalan di kawasan cagar budaya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, serta tujuh ruas di berbagai wilayah kota administrasi lainnya.
Alih-alih menjadi sarana bagi pejalan kaki, pantauan Kompas, Jumat (5/3/2021), sebagian trotoar yang sudah rampung direvitalisasi justru dikuasai untuk berdagang dan parkir kendaraan.
Dwi Murti (32), warga Kelurahan Galur, Johar Baru, Jakarta Pusat, memanfaatkan parkir di sana saat mampir ke sebuah apotek. Meski terdapat tanda dilarang parkir di sana, dia tetap parkir karena alasan darurat.
"Saya parkir bukan untuk keperluan berlama-lama sih, beli masker dan obat saja, lalu pulang," kata Dwi memberikan alasan.
Pemandangan serupa juga ditemukan di trotoar sekitar Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Trotoar yang kini lebih luas setelah direvitalisasi dan terintegrasi dengan halte bus Transjakarta, dikuasai pedagang kaki lima (PKL), parkir liar, serta pengojek daring. Akibat okupasi itu, lebar trotoar sekitar tiga meter itu hanya menyisakan ruang bagi pejalan kaki sekitar satu meter.
Hariman (29), pekerja yang berkantor di Jalan Jatibaru, Jakarta Pusat, ini mengeluhkan kondisi trotoar yang malah dikuasai pedagang dan digunakan sebagai tempat parkir sepeda motor. Sebab, penuhnya trotoar oleh lapak PKL dan parkir liar itu menghambat perjalanannya ke stasiun saat ia harus mengejar kereta.
"Kalau lagi jam padat, orang, kan, semuanya buru-buru ngejar kereta. Ini sudah tahu orang terburu-buru, mereka tetap ada di sana menghalangi jalan," jelasnya.
Sementara Hafidz (31), pekerja lainnya, juga mengeluhkan ojek yang sembarangan lewat di atas trotoar saat jam-jam sibuk. Sebagian pengendara sepeda motor juga kadang nekat naik ke trotoar hingga membahayakan pejalan kaki.
Koordinator Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus menuturkan, okupasi trotoar telah menjadi keluhan menahun warga Jakarta. Dalam akun media sosial resmi milik Koalisi Pejalan Kaki, ada puluhan aduan terkait okupasi trotoar di Jakarta yang masuk setiap hari. Dari berbagai aduan, salah satu yang paling sering disebut adalah trotoar di kawasan Tanah Abang.
Meski terdapat banyak petugas serta aparat kepolisian yang berjaga, kawasan trotoar Tanah Abang tetap tidak teratur. "Di Tanah Abang dan banyak tempat lain, pengawasan itu juga kurang tegas. Tidak heran kalau pelanggaran selalu ada," ucap Alfred.
Trotoar di kawasan Tanah Abang, misalnya, sepertinya perlu diawasi secara ketat agar lebih tertib. Kepadatan di trotoar itu menggangu mobilitas orang yang bepergian, terutama orang-orang yang naik kereta.
Gerakan Koalisi Pejalan Kaki memandang fasilitas bagi pejalan kaki di Jakarta saat ini masih belum ramah bagi penggunanya, terutama bagi kalangan lansia dan disabilitas. Dalam survei rapor trotoar 2020 yang melibatkan sekitar 280 responden dari 34 kota dan 26 kabupaten, skor rata-rata rapor trotoar se-Indonesia adalah 4,9 dari skala 10.
Skor itu menandakan kalau responden beranggapan fasilitas pejalan kaki sudah baik, tetapi masih belum cukup ramah pengguna. Pengawasan terhadap trotoar agar tidak disalahgunakan, juga termasuk dalam catatan tersebut.
Meski begitu, responden menyatakan cukup optimistis dengan perkembangan fasilitas pejalan kaki di Indonesia. Alfred menyebutkan, optimisme ini menandakan kepercayaan warga terhadap pengelolaan fasilitas publik dari pemerintah.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan, pemerintah akan terus fokus menuntaskan revitalisasi trotoar dengan konsep complete street. Pembangunan tersebut memprioritaskan kebutuhan seluruh pengguna saat mengakses jalan.
”Konsep ini menata ulang ruang jalan sesuai dengan fungsinya untuk mengakomodasi seluruh kebutuhan pengguna jalan sesuai porsi yang tepat dengan memprioritaskan pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transportasi umum,” jelas Hari, Rabu (3/3/2021).
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho menilai, pembangunan fasilitas tanpa pengawasan akan berujung percuma. Untuk kawasan revitalisasi yang kerap diokupasi, sebaiknya ada penertiban agar pelanggaran tidak menjadi biasa.
"Trotoar di kawasan Tanah Abang, misalnya, sepertinya perlu diawasi secara ketat agar lebih tertib. Kepadatan di trotoar itu menggangu mobilitas orang yang bepergian, terutama orang-orang yang naik kereta," kata dia.