Revitalisasi Trotoar Terus Berlanjut di Ibu Kota, Mulai Mei 2021
Dinas Bina Marga DKI memastikan revitalisasi trotoar akan berlanjut. Lima ruas di Kebayoran Baru dan tujuh ruas lainnya akan dikerjakan tahun ini. Upaya itu dikritisi karena alasan pemilihan lokasi dan tujuannya.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas Bina Marga DKI Jakarta memastikan akan melanjutkan upaya revitalisasi trotoar, khususnya di 5 ruas jalan di kawasan cagar budaya Kebayoran Baru dan 7 ruas jalan di wilayah Jakarta lainnya, dimulai Mei 2021. Pengamat menilai revitalisasi di Kebayoran Baru bukan langkah mendesak karena sejauh ini penataan di kawasan itu sudah jauh lebih baik dengan adanya jalur MRT dan Transjakarta.
Hari Nugroho, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Rabu (3/3/2021), menjelaskan, untuk kawasan Kebayoran Baru, titik yang akan direvitalisasi ada di ruas Jalan Senopati, Jalan Suryo, Jalan Wolter Monginsidi, Jalan Trunojoyo, dan Jalan Gunawarman. Untuk kelima titik itu akan dikerjakan pada triwulan I-2021, tepatnya Mei-Desember 2021. Panjang seluruhnya lebih kurang 4,6 km.
Sementara lokasi rencana pembangunan trotoar di wilayah Jakarta lainnya tersebar di Jalan Duri Kosambi, Jalan Tebet CS, Jalan Tebet Raya (lanjutan), Jalan Kesehatan, Jalan Raden Saleh, Jalan Puri Wangi kawasan Puri, Jalan Layur, dan area sekitar Jakarta International Stadium, Jalan Sunter Permai Raya, serta Jalan Danau Sunter Barat.
Untuk kawasan Kebayoran Baru, Hari menjelaskan, kawasan Kebayoran Baru dikenal sebagai kawasan tempat tinggal, bisnis, pusat perbelanjaan, dan wisata dengan potensi pengembangan wisata kuliner. Untuk itu, kawasan tersebut perlu didukung fasilitas publik lainnya, seperti trotoar, dengan tidak menghilangkan identitasnya sebagai kawasan cagar budaya.
Apalagi ke depan, seiring adanya berbagai moda transportasi umum, kawasan Kebayoran Baru direncanakan sebagai kawasan berorientasi transit (TOD) baru. Dengan begitu, kemudahan aksesibilitas pejalan kaki dan kemudahan mengakses berbagai moda transportasi diperlukan.
Terkait kawasan Kebayoran Baru yang berstatus kawasan cagar budaya, Hari memastikan pihaknya berkolaborasi dengan berbagai pihak supaya revitalisasi bisa harmonis dengan kawasan. Dengan anggaran Rp 100 miliar, konsep yang diusung untuk revitaliasi adalah complete street.
”Konsep ini menata ulang ruang jalan sesuai dengan fungsinya untuk mengakomodasi seluruh kebutuhan pengguna jalan sesuai porsi yang tepat dengan memprioritaskan pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna transportasi umum,” ucap Hari.
Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki mengingatkan, aksesibilitas bagi pejalan kaki memang tidak bisa ditawar. Namun, melihat lokasi revitalisasi yang berada di kawasan cagar budaya, ia mengingatkan Bina Marga untuk melakukan koordinasi secara intensif.
Belajar dari revitalisasi trotoar di kawasan cagar budaya Gelora Bung Karno untuk keperluan Asian Games, sempat menimbulkan masalah. Utamanya dengan adanya penambahan lift atau elevator di sekitar jembatan penyeberangan orang (JPO). ”Belajar dari permasalahan yang muncul di kawasan GBK, koordinasi yang benar dengan semua pihak harus dilakukan,” ucapnya.
Nirwono Joga, peneliti pada Pusat Studi Perkotaan Universitas Tri Sakti, mempertanyakan pemilihan revitalisasi untuk kawasan Kebayoran Baru tersebut. Itu karena kawasan Kebayoran Baru secara teknis sudah cukup bagus. Apalagi kalau konteksnya untuk mendukung jalur pejalan kaki menuju dan dari titik angkutan umum, saat ini sudah sangat tertata bagus dengan adanya jalur MRT.
Ia menilai revitalisasi di DKI Jakarta masih sporadis. Bina Marga belum juga memiliki rencana induk jalur pejalan kaki. Dengan adanya rencana induk, itu menggambarkan kebutuhan trotoar di Jakarta dan alasannya, serta Bina Marga akan bisa menjelaskan alasan pembangunan atau revitalisasi.
”Adanya rencana induk juga akan menjelaskan kenapa penataan dilakukan di kawasan cagar budaya Kebayoran Baru lebih dahulu dan kenapa bukan di kawasan cagar budaya Condet,” ucap Nirwono.
Jika konteksnya untuk mendukung integrasi dengan angkutan umum, saat ini trotoar di Kebayoran Baru sudah sangat tertata rapi di kawasan itu. Bahkan, lebih bagus daripada kawasan Jakarta yang lainnya.
Sementara jika konteksnya untuk mendukung wisata kuliner, kata Nirwono, yang dibutuhkan di titik-titik itu adalah ruang parkir. Jangan sampai trotoar yang direvitalisasi malah menjadi lahan parkir.