Warga Lansia Dibuat Bingung oleh Hoaks Seputar Vaksin Covid-19
Keraguan sebagian warga lansia terhadap vaksinasi Covid-19 dipengaruhi adanya hoaks. Hal ini mengancam capaian kekebalan komunitas untuk menangani situasi pandemi.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hoaks seputar vaksinasi Covid-19 membuat sebagian warga lansia di Jakarta menjadi bingung dan ragu menjalani vaksinasi. Keraguan itu mengancam capaian kekebalan komunitas yang telah ditargetkan pemerintah.
Sebagian warga lansia di Jakarta pun urung mengikuti program vaksinasi Covid-19. Abdurrohman (70), warga Johar Baru, Jakarta Pusat, misalnya, pada Rabu (3/3/2021), mengaku enggan mengikuti vaksinasi. Padahal, pada mulanya, ia antusias mengikuti vaksinasi setelah memperoleh pesan terkait vaksinasi gratis yang tersebar lewat pesan berantai melalui media sosial, beberapa hari lalu.
Abdurrohman pun sempat mendatangi puskesmas untuk mencari tahu info tentang vaksinasi. Namun, setelah mengetahui proses pendaftarannya harus melalui daring, dia justru mengurungkan niat tersebut.
”Saya awalnya tadi penasaran. Tetapi, setelah tahu pendaftarannya online dan ribet, saya kayaknya enggak dulu. Saya tahunya Covid-19 itu kayaknya cuma main-mainan bisnis orang besar saja,” katanya.
Keengganan sejumlah warga lansia mengikuti vaksinasi juga dibenarkan Warsito (55). Ketua RW 007 di Kelurahan Johar Baru, Kecamatan Johar Baru, ini mengaku, ada sebagian warga lansia yang enggan divaksinasi karena tidak percaya Covid-19.
Menurut Warsito, dari 32 orang lansia yang ada di lingkungan RW-nya, hanya 17 orang yang bersedia mengikuti vaksinasi. ”Saya bikin angket khusus buat warga sebelum mendaftarkan mereka (lansia). Hanya sedikit yang menyatakan siap (divaksinasi),” ujarnya.
Saya awalnya tadi penasaran. Tetapi, setelah tahu pendaftarannya online dan ribet, saya kayaknya enggak dulu. Saya tahunya Covid-19 itu kayaknya cuma main-mainan bisnis orang besar saja.
Menurut Ketua Forum RT/RW DKI Jakarta Mohammad Irsyad, hoaks soal Covid-19 menjadi kendala tersendiri bagi pengurus RT dan RW. Sebagian warga bilang pandemi ini adalah konspirasi dan tidak nyata meski sudah banyak orang meninggal karena terpapar Covid-19.
Padahal, total kasus Covid-19 di Indonesia per 3 Maret 2021 mencapai lebih dari 1,3 juta kasus dengan jumlah kematian 36.721 orang. Penambahan kasus kematian dalam status positif Covid-19 hari ini adalah 203 kasus.
Kurangnya kepercayaan sebagian orang agaknya mirip dengan hasil survei Litbang Kompas pada Januari 2021. Survei yang melibatkan 2.000 responden di 34 provinsi menyebutkan, 24 persen dari seluruh responden menolak divaksinasi Covid-19.
Dari responden yang menolak, 37,8 persen mengkhawatirkan efek samping atau keamanannya. Sementara 3,7 persen menolak karena menilai vaksin tidak halal dan 2,4 persen lain menolak vaksin buatan China.
Masyarakat Anti-fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat, ada 97 hoaks terkait vaksin Covid-19 sepanjang Maret 2020-Februari 2021. Hoaks menyebar di berbagai platform media sosial, di antaranya Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan Whatsapp. ”Dari segi komposisi, paling banyak tentang isu keamanan vaksin,” kata Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho, (Kompas, 2/3/2021).
Isu lain yang bertebaran di media sosial adalah soal kehalalan bahan penyusun vaksin. Menurut Septiaji, kluster isu ini ditujukan untuk kelompok keagamaan yang spesifik. Padahal, di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa halal.
Padahal, Indonesia tengah mengejar target kekebalan komunitas (herd immunity) 70 persen populasi atau sekitar 181 juta penduduk di Indonesia agar mendapat vaksin. Keberadaan hoaks turut mengurangi minat warga terhadap program vaksinasi.
Sosiolog Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Iim Halimatussa’diah, menyatakan, hoaks sebagai tantangan tersendiri di era banjir informasi. Menurut dia, hoaks jadi mudah dipercaya karena tidak ada pemeriksaan silang informasi dengan sumber lain.
Psikolog dan peneliti dampak media dari Universitas Indonesia, Laras Sekarasih, menyarankan agar seseorang lebih kritis dalam mengenali informasi yang belum jelas asal-usulnya. Segala informasi yang beredar lewat pesan berantai perlu diketahui sumbernya dari mana, apakah informasinya logis dan juga koheren (Kompas, 16/5/2020).