Isolasi Mandiri di Rumah Rawan Picu Penularan Lebih Luas
Pasien Covid-19 bergejala ringan terganjal sulitnya isolasi mandiri karena hunian yang sempit. Kondisi itu memicu risiko penularan virus pada anggota keluarga yang sehat.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga yang terpapar Covid-19 dengan gejala ringan tidak punya pilihan selain mengisolasi mandiri di rumah. Masalahnya, proses isolasi kerap terganjal dengan sempitnya hunian yang rawan memicu penularan virus lebih luas.
Kondisi itu dialami sejumlah pasien dan penyintas Covid-19 di Jakarta selama menjalani isolasi mandiri. Faris Muhammad (27), penyintas di Johar Baru, Jakarta Pusat, melalui masa isolasi mandiri di rumah kontrakan seluas 4 meter persegi pada Januari 2021. Menurut puskesmas setempat, statusnya yang bergejala ringan dianggap tidak perlu ruang isolasi khusus.
Faris kemudian memisahkan diri dengan anak dan istrinya. Rumah kontrakan dia gunakan untuk fokus isolasi mandiri, sedangkan anak dan istri menginap di rumah tetangga. Masa isolasinya selama sepuluh hari berjalan dengan kendala keterbatasan ruang.
”Kendala paling utama adalah soal mengatur ruang. Sulit banget buat isolasi mandiri karena syaratnya waktu itu satu ruangan dan satu kamar mandi, tidak boleh bersama dengan anggota keluarga lain karena khawatir terjadi penularan. Sementara kita enggak kebagian fasilitas buat isolasi dari layanan kesehatan setempat,” ujarnya saat dihubungi, Senin (1/3/2021).
Kendala serupa juga dialami Hambali (39), warga Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lelaki ini berstatus positif Covid-19 seusai proses pengurusan kehamilan istrinya pada akhir Desember 2020. Keadaan menjadi rumit karena Hambali, istri, dan bayi yang baru lahir waktu itu diketahui positif Covid-19.
Kondisi tersebut membuat sulitnya proses isolasi berlangsung, terutama karena rumah kontrakannya berukuran 4 meter x 5 meter. Dia meminta rujukan ke rumah sakit dan rumah sakit darurat Covid-19 Wisma Atlet, tetapi saat itu semuanya penuh.
”Saya dan keluarga agak susah untuk isolasi mandiri dengan rumah kontrakan yang sempit. Rumah sakit juga bilang enggak ada ruangan lagi. Akhirnya dapat bantuan dari pengurus RT setempat untuk isolasi di ruang serbaguna milik warga setempat,” jelas Hambali.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mengingatkan, ada banyak celah penularan saat isolasi mandiri di rumah tangga. Sebab, kasus dengan gejala ringan tetap membawa risiko penularan ke lingkungan setempat.
Kardi (58), ketua RT setempat, turut kesulitan mencarikan fasilitas isolasi mandiri bagi warga. Saat Hambali berstatus positif, Kardi kelimpungan mencari ruangan untuk isolasi. Beruntung dia dapat pinjaman ruangan dari kelurahan setempat.
Kekurangan ruang isolasi mulai tertangani saat program Kampung Tangguh Jaya di Jakarta berjalan. Pengurus di RW 007 Johar Baru, Johar Baru, Jakarta Pusat, menggunakan posko warga untuk ruang isolasi mandiri darurat pasien Covid-19.
Meski begitu, fasilitas yang tersedia belum cukup memadai untuk isolasi. Posko di RW 007, misalnya, tidak memiliki kamar mandi di dalam ruangan.
”Posko isolasi mandiri di sini terbatas karena kamar mandi berada di luar. Sejauh ini kami gunakan dengan seadanya saja,” jawab Warsito (55), ketua RW setempat, Rabu (24/2/2021).
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mengingatkan, ada banyak celah penularan saat isolasi mandiri di rumah tangga. Sebab, kasus dengan gejala ringan tetap membawa risiko penularan ke lingkungan setempat.
Tri mencemaskan kewaspadaan warga yang berkurang karena pasien isolasi mandiri bergejala ringan. ”Karena dibiarkan isolasi mandiri di rumah, kemudian ada ketidakdisiplinan. Hal itu berisiko penularan di tingkat lingkungan skala mikro,” jelasnya.
Kondisi itu juga menyebabkan penularan kluster keluarga. Apabila tidak diantisipasi dengan ruang isolasi mandiri yang memadai, pembatasan kegiatan berskala mikro yang berjalan saat ini juga akan sia-sia.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dwi Oktavia menekankan, kluster keluarga masih mendominasi penularan Covid-19 di Jakarta. Kemungkinan penularan terjadi pada sebagian warga yang masih bepergian.
”Kami tekankan agar warga selalu menjaga pemakaian masker, menjaga jarak fisik, dan mencuci tangan saat pembatasan mikro berjalan,” tuturnya, 28 Januari silam.