Risiko-risiko Tak Terkendali dari Klinik Kecantikan Abal-abal
Kematian bisa terjadi jika ada syok anafilaktik atau syok neurogenik.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memanfaatkan hasrat para pemburu penampilan menarik, klinik kecantikan ilegal menggaet konsumen hingga menjalani prosedur-prosedur berisiko tinggi yang hanya dilegalkan bagi dokter spesialis. Tanpa kompetensi memadai, pengelola klinik abal-abal menempatkan para pasiennya dalam tubir berisiko kematian.
Salah satu klinik itu ada di wilayah Ciracas, Jakarta Timur. Personel Kepolisian Daerah Metro Jaya, Minggu (14/2/2021), menangkap perempuan berinisial SW alias ”dokter” Y karena menjalankan klinik kecantikan abal-abal. Kepada para pasiennya, ia mengaku sebagai dokter meskipun tak pernah mengenyam pendidikan kedokteran dan hanya berbekal pengalaman sebagai perawat pada dokter estetik di salah satu rumah sakit.
”Klinik yang tidak jelas tentu sangat merugikan masyarakat. Kualitas pelayanan pasti substandar, bahkan dapat membahayakan kesehatan,” ujar Mayor Jenderal TNI dokter Abraham Arimuko, Ketua Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia, melalui pesan singkat pada Selasa (23/2/2021) malam.
Seperti diberitakan, SW antara lain melayani suntik botulinum toxin (botoks) dan filler. Ia menyuntikkan botoks atau filler dengan dosis yang hanya dikira-kira. Sebelum menjalankan tindakan, tersangka tidak menanyakan apakah pasien punya riwayat penyakit yang berpotensi memicu komplikasi atau efek samping. Selain itu, ia tidak membuat surat persetujuan untuk ditandatangani pasien yang wajib disodorkan sebelum tindakan medis berisiko tinggi tersebut.
Abraham menjelaskan, tindakan semacam itu berpotensi memicu dampak jangka pendek dan panjang. Efek jangka pendek, antara lain kulit iritasi, merah, hiperpigmentasi (kondisi kulit menggelap dengan muncul bintik-bintik hitam, bercak kecil, hingga melasma atau bercak kecoklatan), kulit terbakar, melepuh, infeksi, wajah tidak simetris, hingga kebutaan.
Adapun dampak jangka panjang, antara lain kulit menjadi sensitif, tipis, dan kering, mengalami bengkak yang terasa nyeri sebagai reaksi terhadap benda asing, dan filler bermigrasi sehingga menimbulkan benjolan. Yang paling fatal, suntik botoks atau filler secara serampangan bisa mengantarkan pasien pada kematian.
”Kematian bisa terjadi jika ada syok anafilaktik atau syok neurogenik,” ujar Abraham. Syok anafilaktik adalah reaksi alergi berat yang muncul hanya dalam hitungan menit setelah terkena alergen (benda yang menyebabkan syok tersebut). Gejala umum pada penderitanya, yakni rasa mual dan sakit di area perut.
Adapun syok neurogenik terjadi akibat sirkulasi darah tidak normal. Kondisi ini membahayakan karena bisa membuat tekanan darah dalam tubuh turun secara drastis sehingga memicu kerusakan berbagai jaringan tubuh.
Tips keamanan
Karena itu, Abraham menyarankan kepada masyarakat yang hendak mengakses layanan klinik kecantikan agar betul-betul mempelajari klinik yang akan didatangi. Saat pengelola klinik menjual jasanya, mesti diperhatikan cara pemasarannya, apakah terlalu memaksa dalam membujuk pasien atau memberikan pertimbangan-pertimbangan medis yang memadai, termasuk risikonya.
Di klinik, sertifikat dan surat izin praktik biasanya ditempel di dinding dan itu perlu dicermati. Waktu berkonsultasi dengan dokter sebaiknya dimanfaatkan sebaik mungkin, termasuk memastikan kompetensinya.
”Tanyakan tentang kelainannya, sejauh mana dokternya dapat mengobati, hasil maksimalnya seperti apa, komplikasi yang dapat terjadi bagaimana, bagaimana proses treatment-nya, berapa lama treatment-nya, dan berapa lama bisa melihat hasilnya,” kata Abraham.
Sebelumnya, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyebutkan, dua pasien SW sudah melaporkan mengalami efek samping, yaitu RN dan DM. RN membayar untuk tindakan filler di payudara, kemudian mengalami infeksi sehingga mesti dioperasi guna mengeluarkan filler tersebut. Adapun DM menerima suntikan filler di pipi, lantas muncul benjolan di pipi pasca-tindakan.
SW tidak hanya melayani pasien di Jakarta. Ia bahkan bisa datang ke Bandung, Jawa Barat, hingga ke Aceh. Guna menggaet konsumen, ia mempromosikan Zevmine Pure Beauty lewat Instagram, lalu mengarahkan mereka yang tertarik untuk menghubunginya via Whatsapp di nomor yang tertera. ”Sebelum pandemi, jumlah pasien mencapai 100 orang per bulan. Namun, selama pandemi, jumlahnya berkurang menjadi sekitar 30 orang per bulan,” ujar Yusri.
Sulung Mulia Putra, Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Krisis Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta, mengatakan, pihaknya sudah mengecek ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI. Hasilnya, SW terbukti tidak memiliki izin praktik dokter dan kliniknya juga tidak punya izin beroperasi.
Tindakan-tindakan SW merupakan tindakan medis invasif yang tidak boleh dilakukan, termasuk oleh dokter yang tidak terlatih. ”Dalam standar kompetensi kedokteran Indonesia, yang dilakukan tersangka merupakan kompetensi dokter spesialis,” ujar Sulung.
SW dijerat dengan Pasal 77 juncto Pasal 73 Ayat 1 dan atau Pasal 78 juncto Pasal 73 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Ia terancam dipenjara hingga 5 tahun dan didenda sampai Rp 150 juta.