Tanpa Penanganan Menyeluruh, Dampak Banjir Bakal Makin Merusak
Penanggulangan banjir di Jakarta perlu dilakukan komprehensif. Selain revitalisasi sungai dan saluran air, tata kelola bantaran kali juga butuh diperbaiki.
Oleh
laraswati ariadne anwar dan Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Banjir di Jakarta masih berpotensi terjadi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, seusai memimpin apel operasi lalu lintas, Senin (22/1/2021), mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersiap menghadapi curah hujan ekstrem sesuai perkiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. Puncak hujan pekan ini kemungkinan adalah pada hari Selasa-Rabu tanggal 23-24 Februari.
Sebelumnya, Anies menjelaskan bahwa curah hujan yang terjadi beberapa hari terakhir ini di atas 150 milimeter per hari. Daya tampung saluran air Ibu Kota maksimal hanya 100 milimeter per hari. Untuk itu, wajar terjadi genangan. Hal terpenting ialah genangan bisa surut dalam enam jam meskipun saat ini susah akibat adanya air dari hulu sungai di kawasan Bogor dan Depok yang turut mengalir serta melimpas di hilir.
Banjir di Jakarta kali ini juga mengakibatkan lima orang tewas. Empat korban di antaranya masih anak-anak. Anies beserta Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria mendatangi rumah orangtua salah satu korban untuk menyampaikan belasungkawa. ”Warga dan petugas perhatikan anak-anak. Genangan air bukan kolam bermain karena berbahaya,” ujarnya.
Ada kekhawatiran jika tidak ada penanggulangan menyeluruh dan permanen, ancaman banjir akan memperburuk kondisi perekonomian warga di tengah pandemi Covid-19.
Banjir seusai hujan deras pada Sabtu menimbulkan genangan di Jalan Tol Jakarta-Cikampek arah Jakarta; Jalan Tol Jagorawi arah Jakarta; Jalan Tol Jakarta-Tangerang arah Tangerang; Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta Pondok Ranji-Serpong arah Serpong; terowongan simpang susun Cawang; Jalan Tol Dalam Kota Jakarta arah Tanjung Priok; dan dari Halim ke Tanjung Priok. Kondisi itu menyebabkan pengangkutan logistik menjadi terhambat.
Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Diana Dewi menyebutkan, gangguan pasokan mengakibatkan terjadi penurunan omzet harian dengan perkiraan Rp 30 miliar hingga Rp 40 miliar dari omzet harian sektor logistik Rp 45 miliar.
”Yang sangat memprihatinkan juga ada beberapa daerah yang terkonfirmasi banjir merupakan sentra usaha mikro, kecil, dan menengah, serta industri rumahan di wilayah Jakarta Timur. Para pelaku usaha di daerah sentra UMKM itu mengalami kerugian,” katanya.
Kendati menimbulkan kerugian tak sedikit, Kadin DKI tetap mengapresiasi penanganan banjir di Ibu Kota dan sekitarnya sehingga genangan di jalur utama logistik tertangani dalam hitungan jam. Namun, Diana mengingatkan agar pemerintah mengoptimalkan program penanggulangan banjir, seperti membenahi saluran drainase di permukiman.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, sejumlah pusat perdagangan tak bisa beroperasi akibat banjir. Ada kekhawatiran jika tidak ada penanggulangan menyeluruh dan permanen, ancaman banjir akan memperburuk kondisi perekonomian warga di tengah pandemi Covid-19.
Pada tahun 2020, banjir yang terjadi di awal bulan Januari mengakibatkan 312 korban banjir dari sejumlah wilayah Jakarta menggugat Pemprov DKI Jakarta. Kuasa hukum penggugat, Azas Tigor Nainggolan, mengatakan, perilaku ini menunjukkan pemerintah tidak memiliki itikad baik untuk membantu warga. Warga yang menggugat tidak bermaksud merugikan Pemprov DKI Jakarta. Mereka jutru mendorong pemerintah bersikap matang dan menyiapkan sistem mitigasi banjir yang optimal.
DPRD DKI pun mendukung desakan publik. Di akhir tahun 2020, DPRD DKI menyepakati rencana Pemprov DKI untuk membenahi masalah banjir. Terdapat alokasi anggaran dari pemerintah pusat melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Rp 552 miliar untuk pengadaan saluran air dan Rp 229,2 miliar untuk pembangunan waduk.
Di dalam dana PEN turut mencakup pembiayaan program pembebasan 630 lahan di sekitar lima sungai, Ciliwung, Jatikramat, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter. Adapun empat waduk yang akan diperluas dengan dana itu ialah Pondok Ranggon, Brigif, Ulujami, dan Lebak Bulus.
”Pada dasarnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tengah berjalan sudah memiliki program penanggulangan masalah banjir di Ibu Kota,” kata Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono, kemarin.
DPRD DKI menekankan bahwa jalan keluar permanen dari masalah banjir dan genangan, salah satunya, ialah memastikan semua saluran air, selain bebas sampah dan endapan lumpur, juga memiliki lebar yang ideal. Selain itu, penataan bantaran sungai juga mendesak dilakukan.
Gembong meminta Pemprov DKI Jakarta segera menggenjot berbagai program penanganan banjir. Menurut dia, penataan permukiman dengan relokasi warga bantaran sungai ke hunian layak bisa dipadankan dengan sejumlah program pemberdayaan masyarakat.
Selama ini Pemprov DKI Jakarta memiliki pendampingan untuk para pelaku usaha, mikro, kecil, dan menengah. Terdapat pula pelatihan bagi orang-orang yang hendak merintis usaha. Pada dasarnya, pemindahan warga memiliki banyak program yang bisa menopang mereka jika dilaksanakan dengan benar.
Pada awal Februari lalu, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna dan Nirwono Joga, diundang ke DPRD untuk memaparkan tentang sistem zonasi dan tata ruang yang benar. Keduanya menekankan, sungai-sungai utama idealnya selebar 15-30 meter dan saluran-saluran air harus saling tersambung, jangan ada yang buntu dan tidak berfungsi.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Juaini Jusuf sesuai bertemu Komisi D DPRD mengutarakan bahwa program pembebasan lahan di bantaran sungai dan waduk terus berjalan. Kegiatan ini agak lama karena Dinas SDA bermitra dengan Badan Pertanahan Nasional untuk memeriksa kelengkapan dan keabsahan setiap berkas yang dibawa warga. Hal ini untuk menghindari konflik sosial di masa depan.