Tanggul Citarum Yang Jebol di Bekasi Sudah Rapuh sejak 2010
Ribuan warga masih mengungsi, sejumlah rumah di Sumber Urip hanyut tersapu limpasan air Sungai Citarum,
Oleh
STEFANUS ATO
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Tanggul penahan Sungai Citarum yang jebol di Desa Sumber Urip, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, menyebabkan 15 rumah warga hilang atau rusak. Tanggul sepanjang sekitar 50 meter yang jebol itu sudah diketahui rapuh sejak 2010.
Di lokasi tanggul jebol, tepatnya Kampung Babakan Banten, Desa Sumber Urip, sebanyak 15 rumah warga hilang tersapu air atau rusak. Sebagian rumah warga yang terbuat dari tembok juga terlihat rusak parah.
Samud (40), warga Kampung Babakan Banten, merupakan satu dari belasan warga yang rumahnya hanyut terbawa banjir. Saat tanggul jebol pada 20 Februari 2021 sekitar pukul 23.00, mereka hanya berupaya menyelamatkan diri. Tak ada satupun harta benda yang mereka selamatkan. Saat ini, makan, minum, dan pakaian bergantung bantuan dari pemerintah atau relawan.
"Semua barang saya di dalam rumah habis. Surat-surat penting, seperti kartu keluarga dan KTP juga hilang," katanya di Sumber Urip, Selasa (23/2/2021).
Lelaki tiga anak itu menambahkan, tanggul Citarum yang jebol itu sudah rapuh sejak 2010. Selama ini, upaya memperkuat tanggul Citarum dilakukan warga secara mandiri dengan karung-karung berisi pasir atau tanah.
"Kami berharap pemerintah membangun kembali tanggul ini dengan lebih kokoh. Kami juga berharap bantuan dari pemerintah agar rumah kami yang tergerus air bisa dibangun lagi," katanya.
Kepala Desa Sumber Urip Djajang Sujaib, menambahkan, musibah banjir akibat tanggul Sungai Citarum jebol berdampak pada seluruh warganya yang berjumlah 6.500 keluarga. Saat ini, warga di desa itu masih bertahan di lokasi pengungsian.
"Di sini, mata pencaharian warga seluruhnya petani. Banjir kemarin mengakibatkan 280 hektar lahan persawahan warga terendam," kata Djajang.
Secara keseluruhan, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bekasi (BPBD) hingga Selasa, genangan banjir masih ada di 45 titik. Banjir itu tersebar di 70 desa di 20 wilayah kecamatan. Banjir yang merendam puluhan desa itu disebabkan meluapnya Kali Ciherang, Sungai Citarum, Kali Ulu, Kali Cilemahabang, dan Kali Cibeet.
"Jumlah warga yang masih terdampak banjir sampai saat ini sebanyak 8.213 keluarga," kata Kepala BPBD Kabupaten Bekasi, Henri Lincoln.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, saat mengunjungi warga korban banjir, di Desa Sumber Urip, Pebayuran, pada Selasa siang, mengatakan, Sungai Citarum meluap dan jebol di tiga lokasi, salah satunya disebabkan oleh debit air yang melebih kapaistas normal sungai. Dalam keadaan normal, kapasitas tampung Sungai Citarum maksimal 800 meter kubik.
"Kemarin kelimpasan sampai 1.300 meter kubik. Jadi, melebih tinggi (kapasitas tampung) dan menjebol beberapa titik," kata Kamil.
Kamil saat mengunjungi warga korban bencana di Pebayuran didampingi Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja. Tak lama kemudian, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo didampingi Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran, juga berkunjung ke Desa Sumber Urip dan meninjau langsung tanggul yang jebol serta melihat kondisi warga yang terdampak banjir.
Kamil mengatakan, debit air yang melebihi kapasitas tampung Sungai Citarum tak semata-mata akibat curah hujan tinggi. Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, terjadi perubahan suhu secara global yang berdampak serius pada tingginya curah hujan di Indonesia. Dalam kurun waktu 100 tahun, terjadi curah hujan ekstrem di Indonesia selama 30 tahun terakhir.
"Artinya desain infrastruktur yang rata-rata ada di Indonesia mengalami tekanan berlipat-lipat dari desain awal. Misalnya, desainnya di zaman Orde Baru, maka itu semua harus kita kunjungi lagi. Sebab, kekuatan (tanggul) yang ada ini berbeda dengan global warming yang menyebabkan curah hujan ekstrim," katanya.
Adapun terkait tanggul Sungai Citarum yang jebol, lanjut Kamil, dalam jangka pendek, perbaikan akan dilakukan dengan metode geotextile. Sementara untuk pengendalian banjir jangka panjang, pemerintah sedang mengerjakan sejumlah proyek infrastruktur untuk meminimalisir banjir yang terjadi di Subang, Karawang, dan Bekasi.
Salah satu proyek infrastruktur itu, yakni mengubah aliran Sungai Citarum yang melintasi permukiman. Proyek itu dikerjakan selama dua tahun dan segera rampung pada 2021. Selain itu, ada beberapa bendungan yang saat ini sedang dibangun, misalnya Bendungan Sadawarna di Kecamatan Cibogo, Subang.
"Bendungan Sadawarna pengerjaannya sudah 50 persen. Itu kalau rampung akhir tahun, maka banjir Subang dan Karawang, berkurang. Ada juga Kali Bekasi, sedang lelang tahun ini," ucap Kamil.