Ajakan pemerintah agar orang mulai memilah sampah di rumah sulit menjadi kebiasaan rutin. Sebagian warga mengeluhkan tidak punya cukup waktu dan tenaga dalam melakukan pemilahan di rumah.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Ajakan pemerintah agar warga memilah sampah sejak dari rumah belum menjadi kebiasaan sehari-hari. Meski sebagian besar memahami sampah sebagai masalah bersama, tetapi tidak banyak warga yang punya waktu serta menyempatkan diri untuk pemilahan di rumah.
Sejumlah warga menyadari masalah sampah kian pelik di Jakarta, terutama sampah masker bekas pakai selama pandemi Covid-19. Mereka juga memiliki kebingungan saat harus menangani beragam jenis sampah itu di rumah.
Prawestri Yuni (26), warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, mengakui belum mampu mempraktikkan pemilahan sampah domestik sejak dari rumah, karena orang tuanya terbiasa membakarnya. Kebiasaan membakar sampah itu pun dilakukan sebagian besar tetangga di tempat tinggalnya.
"Aku kadang berselisih paham dengan orang tua kalau sampah itu semestinya enggak dibakar. Ada penanganan sendiri, seperti sampah botol plastik, kan, lumayan kalau bisa dipisah terus dijual ke pengepul sampah. Karena enggak ada yang ngurusin (sampah), akhirnya malah dibakar," kata guru honorer di sekolah dasar negeri ini, Senin (22/2/2021).
Suhartini (66), warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat, juga sangat jarang memilah sampah lantaran kesibukan bekerja. Dia sepenuhnya mengandalkan layanan pengangkutan sampah dari rumah karena keterbatasan waktu dan tenaga.
Karyawati ini menyadari persoalan sampah sebenarnya sudah pelik sejak dari rumah. Terutama di masa pandemi, dia terkadang dilematik saat membuang masker medis sekali pakai. Untuk mengurangi sampah masker, kadang ia menggunakannya dua hingga tiga kali saat keluar rumah.
"Saya sudah pernah coba memilah sampah itu dan butuh tenaga lebih setiap hari. Sementara, selama pandemi ini saya masih dikaryakan untuk bekerja meski sudah masuk waktu pensiun. Kondisi itu akhirnya membuat saya bergantung penuh untuk penanganan sampah dari tenaga kebersihan," tuturnya.
Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 mencatat, sebanyak 72 persen masyarakat Indonesia masih tidak peduli sampah.
Pendapat warga itu sejalan dengan survei Kompas akhir Oktober 2020 silam. Dari total 522 responden berusia minimal 17 tahun di 34 provinsi, hampir separuhnya tidak pernah memilah sampah organik dan anorganik. Begitu pula dua pertiga dari total responden mengaku tidak pernah mengolah sampah menjadi produk yang bernilai ekonomi.
Indeks Perilaku Ketidakpedulian Lingkungan Hidup dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 mencatat, sebanyak 72 persen masyarakat Indonesia masih tidak peduli sampah. Persoalan pengelolaan sampah ini masih sulit berjalan karena kurangnya penanganan dari hulu. Masyarakat belum terbiasa memilah dan mengolah sampah.
Keberadaan limbah masker dari rumah selama pandemi kini juga menjadi kewaspadaan pemerintah. Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta selama 27 April 2020 hingga 17 Januari 2021, limbah yang tergolong bahan berbahaya dan beracun (B3) dari rumah tangga mencapai 1.538 kg atau 1,5 ton, salah satunya masker.
Yogi Ikhwan dari Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengatakan, limbah B3 dari rumah tangga perlahan bertambah meski belum ada perbandingan angka secara menahun. Pemerintah provinsi menangani limbah medis dari rumah tangga bersama dengan pihak ketiga.
"Dari awal pandemi sejak April 2020, Jakarta sudah melakukan penanganan limbah infeksius dari rumah tangga secara rutin hingga saat ini. Ini dilakukan agar limbah infeksius bisa ditangani dengan baik dan menghindari potensi penularan Covid-19,” ujar Yogi.
Yogi berharap kesadaran publik dalam memilah sampah selama pandemi, terutama jenis limbah B3 yang kini punya risiko paparan Covid-19. Ibu rumah tangga diharapkan bisa memilah sampah masker, disemprot disinfektan dan dikemas khusus.
Secara umum, pemilahan sampah adalah bagian dari upaya penanganan yang tertera dalam regulasi pemerintah. Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah mensyaratkan penanganan sampah sejak di lingkup RW.
Kesadaran publik perlu ditingkatkan lantaran jumlah limbah B3 yang kian memadati sungai serta Teluk Jakarta. Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkap sampah berupa masker medis, sarung tangan, baju hazmat, pelindung wajah, serta jas hujan, yang lebih sering terlihat dibandingkan sebelum pandemi.
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Reza Cordova menuturkan, jenis sampah B3 menyumbang 15 sampai 16 persen dari total sampah di muara sungai Marunda dan Cilincing. Jumlah itu tercatat sebanyak 0,13 ton per hari.
Kolaborator peneliti LIPI, Intan Suci Nurhati, menyebut lonjakan limbah medis menjadi tantangan baru dalam komitmen menekan sampah plastik baik di darat dan laut. Dari sisi kesehatan, hal tersebut juga menjadi potensi paparan virus meski perlu dibuktikan dengan riset lanjutan.