Bendera Kuning Covid-19 Dikibarkan, Warga Tetap Abai
Warga masih kendur menjalankan protokol kesehatan meski berada di zona risiko penularan Covid-19. Kurangnya kewaspadaan memicu potensi penularan terus-menerus.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bendera berwarna kuning dan merah dipasang di sejumlah tempat di Jakarta sebagai penanda kawasan itu sedang masuk dalam zona rawan penularan Covid-19. Namun, alih-alih pemasangan bendera itu meningkatkan kewaspadaan, warga malah bersikap tidak peduli.
Protokol kesehatan terlihat kendur di sejumlah permukiman wilayah Jakarta pada Kamis (18/2/2021). Berdasarkan pantauan Kompas, sebagian warga berativitas tanpa masker dan menjaga jarak fisik meski wilayah mereka bertanda zona rawan. Zona rawan, antara lain, bertanda bendera kuning atau merah dengan tulisan ”Zona Penularan Covid-19”.
Bendera kuning sebagai penanda zona rawan penularan Covid-19 ini salah satunya ditemukan di lingkungan RW 006 Kelurahan Galur, Johar Baru, Jakarta Pusat. Bendera itu sama sekali tidak memengaruhi kewaspadaan warga. Warga di lingkungan itu malah asyik berkerumun dengan jarak fisik kurang dari 1 meter.
Pakai masker kalau dirasa perlu saja, misalkan ada inspeksi pas pagi-pagi.
Iyas (36), salah seorang warga, mengaku masih tetap merasa aman dari penularan Covid-19 meski ia mengetahui ada warga di tempat tinggalnya yang terpapar virus korona. Bahkan, ia mengaku hanya mengenakan masker jika ada inspeksi dari petugas kelurahan setempat.
”Kami tahu ada yang terpapar Covid-19 di sini, tetapi tidak tahu pasti tinggal di mana. Sebagian orang tetap merasa aman karena beraktivitas di sekitar rumah dan dekat pasar. Pakai masker kalau dirasa perlu saja, misalkan ada inspeksi pas pagi-pagi,” tutur Iyas yang ditemui sedang berada di Pasar Galur.
Dalam aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membagi zona menjadi hijau, kuning, oranye, dan merah. Wilayah hijau berarti tidak memiliki kasus aktif, sedangkan kuning berarti ada 1-5 rumah dengan kasus positif. Oranye berarti ada 6-10 rumah dengan kasus Covid-19, serta merah berarti lebih dari 10 rumah di RT itu yang terdapat kasus aktif.
Bebasnya kegiatan warga juga terlihat di RW 003 Kelurahan Paseban, Senen, Jakarta Pusat, yang masih berstatus zona merah. Akses menuju lingkungan itu sangat dekat dengan Jalan Raya Salemba Tengah sehingga sebagian warga masih lalu-lalang beraktivitas keluar rumah.
Di RW 008 Kelurahan Menteng, Menteng, Jakarta Pusat, warga juga kurang memedulikan instruksi memakai masker dan menjaga jarak. Padahal, menurut data situs resmi corona.jakarta.go.id, wilayah kelurahan itu tercatat sebagai zona merah dengan total 43 kasus positif aktif per 4 Februari 2021.
Sulit mendisiplinkan
Ketua RW 008 Menteng Achmad Amir menyampaikan, upaya mendisiplinkan protokol kesehatan di permukiman padat menjadi tantangan tersendiri karena cukup sulit dilaksanakan. Kondisi warga berkumpul saat siang dan malam hari tanpa masker tidak terhindarkan setiap hari.
Senin (15/2/2021), upaya sosialisasi kepada warga setempat pun berjalan. Banyak yang tidak langsung memakai masker meski telah memperoleh masker gratis.
Pelaksana Harian Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi menyampaikan, pemerintah kota bersama tim satuan tugas (satgas) penanganan Covid-19 terus memantau wilayah zona risiko penularan. Meski ada kondisi kurang kedisiplinan dari warga, jumlah zona merah di Jakarta Pusat berangsur turun.
”Kadang memang ada yang kurang kedisiplinan, tetapi kami berupaya mengawasi dan ingatkan terus. Karena upaya PPKM pula, zona merah di Jakarta Pusat sempat berkurang dari 16 lokasi kini menjadi 12 lokasi,” kata Irwandi.
Harus menyeluruh
Apabila memperluas lingkup se-DKI Jakarta, masih ada 82 wilayah RW yang berstatus zona merah Covid-19. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebutkan, upaya menekan jumlah zona merah masih akan berlangsung selama PPKM Mikro 9-22 Februari.
Anies mengutarakan sulitnya membatasi pergerakan warga Jakarta karena warga tak hanya beraktivitas di lingkungan tempat tinggalnya. Misalnya, seorang warga Ibu Kota bisa tinggal di Jakarta Utara, bekerja di Jakarta Pusat, dan bersosialisasi di Jakarta Selatan.
Apabila individu itu tertular Covid-19, proses pelacakan kontak eratnya harus menghitung Jakarta sebagai kesatuan wilayah, bukan cuma lingkungan tempat tinggal. Bahkan, kerap ditemukan bahwa orang yang terkena Covid-19 ini belum tentu berinteraksi dengan tetangga di sekitar rumahnya.
Anggota Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, berpendapat, sistem zonasi wilayah risiko sebenarnya sudah tidak relevan karena lingkup keseluruhan Jakarta mempunyai potensi penularan Covid-19. Masih banyak lokasi berisiko, seperti di pasar tradisional, atau tempat kerumunan lainnya.
Hermawan menilai, semestinya upaya pelacakan aktif atau active case finding harus lebih gencar. ”Hal yang bisa dilakukan saat ini adalah melaksanakan protokol kesehatan semampu warga walau pasti ada celah ketidakpatuhan. Selain itu, tes dan pelacakan kepada warga di zona berisiko harus terus berjalan,” ujarnya.
Dia menambahkan, sebaiknya vaksinasi kepada warga lansia juga segera dilakukan. Hal itu demi mengurangi potensi paparan Covid-19 di kalangan warga lansia yang memiliki penyakit komorbiditas.