Raih Peluang Setangguh Kerbau Logam
Pekan ini, dunia memasuki Tahun Baru China Kerbau Logam. Kerbau melambangkan pekerja keras, logis, bisa bekerjasama, membumi, setia, dan jujur. Karakter itu diperlukan warga dunia untuk menanggulangi pandemi Covid-19.
Tahun baru, sesuai keyakinan dan aliran masing-masing kepercayaan, menjadi salah satu kanal memompa kembali semangat-semangat baik. Asa dan rencana-rencana baru disusun, berbagai hal buruk diharapkan hilang.
Namun, seiring datangnya Tahun Baru Imlek 2572 Kongzili sesuai kalender China pada pekan ini, rasanya sulit memupuk harapan tinggi bahwa pandemi Covid-19 benar-benar berakhir. Pada pekan kedua Februari 2021, bertepatan dengan pergantian dari Tahun Tikus Logam menjadi Tahun Kerbau Logam, pagebluk masih mengurung hampir seluruh negara di dunia.
Di negeri ini, sebagian warga masih berpikir korona semata hoaks, jauh dari fakta di lapangan. Mereka yang terinfeksi tidak lain adalah tetangga dekat, teman dekat, keluarga, bahkan diri sendiri. Meskipun demikian, sikap abai pada protokol kesehatan tidak lalu berubah jelang satu tahun pandemi di Indonesia. Lihatlah survei Badan Pusat Statistik maupun riset Litbang Kompas.
Kebijakan penanganan wabah, mulai dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sepanjang 11 bulan terakhir, belum berdampak besar. Secara nasional, penambahan kasus baru positif Covid-19, kasus pasien ringan sampai berat, dan kematian akibat korona tetaplah tinggi.
Entah kurang apa lagi. Selama ini tak kurang saran dan kritik berdasar analisis data serta sains disampaikan para epidemiolog dan ahli-ahli lain, termasuk peneliti perkotaan maupun sosiolog. Mereka berseru-seru memperingatkan pemerintah sekaligus mendorong agar ada upaya lebih efektif lagi efisien untuk penanganan pandemi.
Baca juga : Menguatkan Upaya Penanganan Pandemi Covid-19 di Indonesia
Kritik yang selalu diberikan para ahli sejak kasus awal wabah terdeteksi muncul di Indonesia adalah ketidakjelasan pelacakan kontak erat dan pengetesan. Nyaris setahun berlalu, aturan pelacakan kontak erat minimal menyisir 30 orang terdekat dari satu kasus positif, sulit dibuktikan telah dilakukan secara benar di lapangan.
Lembu identik sebagai pekerja keras, rajin, taat, tangguh, bisa bekerjasama dan loyal. Hewan ini dikenal mampu berpikir logis, baik hati, dan berpeluang menjadi pemimpin besar nan bijak.
Di Kota Tangerang Selatan, Banten -sebagai contoh- baru Februari ini menegaskan akan menjalankan pengetatan kontak erat minimal 30 orang tersebut setelah dikritik berbagai pihak, termasuk dari pejabat di provinsi induknya sendiri.
Kritik lain menyoroti lemahnya kerja sama antarwilayah dalam penyelarasan kebijakan pengendalian wabah, semisal untuk Jabodetabek, sejak awal tidak terlaksana. Saat PSBB di Jakarta, kota-kota tetangganya memilih pembatasan di lingkungan RT/RW. Ketika semua daerah di Jabodetabek berstatus PSBB dengan pelonggaran sebagian aturan atau PSBB transisi, di lapangan yang terjadi adalah mobilitas warga begitu bebas dan kerumunan di sana sini dibiarkan saja.
Operasi yustisi, operasi masker, denda, dan sanksi kerja sosial diterapkan. Bahkan, mereka yang melanggar disanksi dibawa ke kuburan. Namun, karena penegakan hukum tidak masif dilakukan, pada akhirnya pelanggaran protokol kesehatan makin sulit dibendung.
Di sisi lain, beberapa kali pemerintah justru sepakat memberikan libur panjang di ujung pekan yang bertepatan dengan hari libur nasional. Setelah kasus positif melonjak berkali-kali lipat, barulah kebijakan libur panjang di pungkasan tahun 2020 digagalkan pemerintah.
Nasi sudah menjadi bubur, penularan wabah tak terbendung. Menjelang akhir 2020 sampai awal 2021 ini, publik dibombardir dengan laporan lahan makam yang terus ditambah hingga ratusan, bahkan ribuan hektar di Jakarta dan sekitarnya. Berita miris itu berselang seling dengan kisah pasien Covid-19 yang berdesakan di ruang perawatan intensif (ICU), bahkan sebagian terpaksa dirawat sambil duduk karena tidak lagi tersedia tempat tidur. Ada pula kesaksian pasien yang ditolak berbagai rumah sakit rujukan karena tak ada lagi ruang kosong, dan akhirnya meninggal.
Baca juga : Pertumbuhan 270,2 Juta Jiwa dan Tuntutan Perubahan Desain Perkotaan
Mencoba menarik rem darurat, pemerintah pusat dan daerah sepakat menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM se-Jawa dan Bali. Kebijakan yang sempat digadang-gadang supertegas membatasi gerak warga se-Jawa dan Bali, di lapangan selama satu bulan terakhir hampir tidak ada bedanya dengan PSBB longgar.
Memang ada pembatasan jam buka tempat usaha, tetapi mobilitas warga antarkota dan antarprovinsi tetap longgar. Bagi pengguna angkutan umum, memang ada tes cepat antigen maupun PCR, tetapi bagi pengguna kendaraan pribadi bebas ke manapun pergi. Padahal, pemerintah tahu betul, sebagian besar perjalanan di Jawa-Bali didominasi pelaku perjalanan dengan kendaraan pribadi.
Pembatasan yang dirasakan langsung publik adalah kebijakan setengah-setengah. Justru dampak negatif pembatasan tempat usaha, termasuk pengaturan jumlah dan jam karyawan masuk di perkantoran, ditambah redupnya dunia industri akibat kelesuan ekonomi internasional akibat pandemi, kian menggencet masyarakat.
Baca juga: Cara Medellin Menghapus Jejak Hitam Pablo Escobar
Dari pemberitaan di media ini saja, hunian hotel berbagai kelas turun 60-70 persen yang memicu sebagian pemilik atau pengelolanya memilih menjualnya. Setiap bulan, ada 125-150 restoran gulung tikar sejak Oktober 2020 sampai sekarang (Kompas.id, 7 Februari 2021). Di Kota dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, sebagai salah satu pusat industri terbesar di Indonesia, kasus pemutusan hubungan kerja buruh mulai naik.
Kondisi tersebut melengkapi data jumlah pengangguran di Nusantara yang bertambah 2,76 juta jiwa di sepanjang 2020 lalu. Total penduduk miskin mencapai 10 persen lebih dari penduduk negeri, yaitu sekitar 27 juta orang (Kompas.id, 13 Januari 2021).
Tahun ini, demi mendongkrak kembali ekonomi, berbagai regulasi usaha dan perijinan usaha akan dibuat lebih efektif serta efisien. Pemerintah pun berjanji mengoptimalkan pelayanan di bidang kesehatan untuk penanggulangan wabah, termasuk dengan meningkatkan 3T (pengetesan/testing, pelacakan/tracing, dan perawatan/treatment).
Akan tetapi, riset Bloomberg Vaccine Tracker yang dikutip The Straits Times pada 6 Februari 2021, menunjukkan bahwa negara-negara di dunia -karena berbagai alasan- membutuhkan waktu berbeda-beda untuk distribusi serta pemberian vaksin Covid-19 bagi 75 persen warganya demi meraih kekebalan komunitas. Israel dan United Arab Emirates disebut hanya butuh 2 bulan. Sementara, Amerika Serikat dengan 328,2 juta penduduk butuh 11 bulan.
Indonesia, dalam riset Bloomberg disebut butuh lebih dari 10 tahun untuk menuntaskan vaksinasi terhadai 75 persen dari total 270,2 juta warganya.
Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan laporan berbagai media telah menyatakan ada masalah kemampuan menyediakan anggaran untuk pembelian vaksin yang berbeda di tiap negara. Produk vaksin dari banyak perusahaan farmasi dunia telah lebih dulu dibeli oleh negara-negara kaya.
Indonesia setidaknya butuh sekitar 400 juta vial untuk menuntaskan dua kali suntikan kepada sekitar 200 juta penduduk. Dibutuhkan 80.000 lebih tenaga vaksinator. Belum lagi menghitung kendala akses ke sudut-sudut area Nusantara dan kebutuhan tempat penyimpanan.
Baca juga : Mulailah Jujur Mengakui Penyebab Bencana
Riset Bloomberg menuai pro kontra di negeri ini dan ditampik keras oleh pemerintah. Meskipun demikian, merujuk pada kejadian di China atau Inggris yang tetap memberlakukan pembatasan ketat di sebagian wilayahnya setiap ada kasus maupun varian baru Covid-19 -meskipun vaksin gencar diberikan- Indonesia sepatutnya meniru hal serupa.
Dengan luas Tanah Air yang begitu besar, pembatasan pun sulit diterapkan menyeluruh. Di negeri ini, ribuan pulau besar dan kecil terentang dari Sabang sampai Merauke. Ada pula pembagian berdasarkan provinsi, kota/kabupaten, dan pembagian wilayah terkecil seperti RT dan RW.
Selain itu, makin tumbuh dan berkembang aglomerasi area perkotaan besar, seperti Jabodetabek, Bandung Raya, Joglosemar (Yogyakarta, Solo, Semarang, dan sekitarnya), Gerbangkertosusilo (Gresik–Bangkalan–Mojokerto–Surabaya–
Seperti saran para ahli yang telah jauh-jauh hari diutarakan, usulan agar ada pembatasan ketat sesuai area aglomerasi perkotaan diyakini bakal lebih berdampak dalam memutus penularan wabah. Kawasan seperti Jabodetabek telah berkembang bersama dan sulit dipisahkan satu sama lain. Area metropolitan ini memiliki konsentrasi jumlah penduduk dan mobilitas warga yang tinggi, karena aktivitas kehidupan antarkota di area ini yang telah menyatu.
Jika diterapkan kebijakan penanganan pandemi bersama, maka pemenuhan kebutuhan rumah sakit, tempat isolasi mandiri, tenaga kesehatan, dan anggaran penanganan, pemerintah daerah dalam area aglomerasi yang sama dapat saling berbagi dan mendukung. Didukung aturan dari pusat yang melandasi dan memudahkan, disertai pendanaan, tentunya kebijakan ini bisa dilakukan.
Di tengah hantaman pandemi yang belum melandai dan dampak ekonomi yang makin menekan, pembatasan mobilitas warga secara ketat atau karantina (lockdown) dengan segala konsekuensinya patut dicoba. Sudah ada contoh dari berbagai negara, seperti China, Inggris, atau Australia. Inggris, misalnya, telah memberlakukan lockdown ketiga sejak Januari hingga pertengahan Februari ini.
Penyelamatan ekonomi jelas sangat penting, tetapi mencegah penambahan korban terjangkit dan korban meninggal akibat korona untuk saat ini lebih penting. Membiarkan kasus meluas demi ekonomi, justru seperti menggali lubang jebakan yang cepat atau lambat, kita semua akan sama-sama terjatuh di dalamnya. Pembatasan wilayah secara ketat ibarat bersakit-sakit dahulu untuk menimbun waktu, tenaga, dan syukur-syukur membenahi pondasi ekonomi agar dapat sama-sama sembuh dari sakit dan krisis sosial maupun ekonomi di kemudian hari.
Baca juga: Wahai Kota, Tangkaplah Peluang Tren Kebangkitan Beragama
Dorongan mau berkorban dan bekerjasama ini mengingatkan pada karakter lembu atau kerbau, ikon Tahun Baru China kali ini. Lembu lekat dengan kehidupan masyarakat agraris yang cukup banyak di China dan kawasan Asia, termasuk Indonesia. Lembu identik pekerja keras, rajin, taat, tangguh, bisa bekerjasama, dan loyal sehingga keberadaannya turut menentukan berhasil tidaknya panen raya yang menyejahterakan para petani. Hewan ini juga simbol berpikir logis, baik hati, dan bijak.
Sebagai rakyat maupun pemimpin, sekarang saatnya mempraktikkan karakter lembu demi menggapai peluang lebih besar segera terbebas dari pandemi. Asa dan rencana baik masih bisa dipahatkan di tahun kerbau logam ini untuk diraih bersama-sama. Di tengah cengkeraman masalah, memiliki harapan baik selalu menumbuhkan semangat dan membuat hidup lebih hidup.
Gong Xi Fa Cai.