Sebagai Ketua Apeksi, Bima akan memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya untuk pengendalian Covid-19 serta pemulihan ekonomi.
Oleh
AGUIDO ADRI/NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Wali Kota Bogor Bima Arya terpilih secara aklamasi menggantikan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany sebagai Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia atau Apeksi dalam Musyawarah Nasional VI Apeksi, Kamis (11/2/2021). Bima siap memperkuat sinergisitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya untuk pengendalian Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
”Karena memang semangat Apeksi ini adalah semangat kebersamaan. Sebagai bagian dari pemerintah pusat, tentunya pemerintah daerah memiliki kewajiban menyampaikan semua kebijakan pusat secara jelas kepada publik agar bisa berjalan baik. Satu hal yang menjadi mimpi kita semua, ketika semua kebijakan dari pemerintah pusat bisa dipahami dan diartikulasikan dengan baik oleh semua pemimpin daerah,” kata Bima, Jumat (12/2/2021).
Setelah terpilih, Bima meminta kesediaan Airin Rachmi Diany sebagai Ketua Dewan Pengawas Apeksi, didampingi Wali Kota Jambi Syarif Fasha dan Wali Kota Parepare Taufan Pawe. Menurut Bima, Airin merupakan pemimpin yang luar biasa karena merasa komunikasi para wali kota tersambung dengan pemerintah pusat dengan sangat intens.
”Yang sangat hebat dari Ibu Airin adalah beliau menjadi fasilitator yang baik antara aspirasi kami di daerah dan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat,” tuturnya.
Sementara itu, di jajaran dewan pengurus diisi Wali Kota Gorontalo Marten Taha sebagai Wakil Ketua Bidang Pemerintahan dan Otonomi; Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi sebagai Wakil Ketua Bidang Pembangunan dan Kerja Sama; Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina sebagai Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan Sosial dan Perkotaan; Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar sebagai Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan; Wali Kota Prabumulih Ridho Yahya sebagai Wakil Ketua Bidang Informasi, Advokasi, dan Hukum; serta Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko sebagai bendahara.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, sosok Bima Arya merupakan sosok yang tepat untuk menjadi Ketua Apeksi. Sebagai Wali Kota Bogor, secara intelektual Bima memiliki kualitas yang tidak diragukan, begitu pula dengan kualitas akademiknya.
”Secara intelektual luar biasa, kualitas akademik tidak diragukan, memiliki kemampuan emotional quotient, kemampuan berinteraksi, berkomunikasi dengan berbagai kalangan dan juga memiliki spiritual quotient yang baik. Tambah lagi dengan kreativitas inovasi yang banyak dibangun dalam berbagai kompetisi, dalam penilaian tingkat pusat. Mudah-mudahan ini menjadi modal besar bagi Apeksi untuk lebih maju di masa mendatang,” kata Tito.
Tito juga memberikan apresiasi kepada periode kepengurusan Apeksi di bawah komando Airin Rachmi Diany karena sudah memperjuangkan suara-suara dari anggota Apeksi kepada pemerintah pusat.
Tito mengingatkan pentingnya keselarasan dalam sistem desentralisasi. Peran kota menjadi sangat penting karena di Indonesia terdapat 98 kota. Kota-kota tersebut merupakan pusat dari kegiatan politik, ibu kota dari provinsi, kemudian menjadi pusat ekonomi, sentra-sentra ekonomi, dan menjadi pusat kegiatan sosial budaya serta hal-hal lain dalam sistem administrasi pemerintahan nasional.
”Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk menyukseskan kebijakan-kebijakan nasional. Dalam konteks ini ke depan dalam jangka pendek dan menengah yang harus kita hadapi bersama adalah pandemi Covid-19 dan dampak lainnya,” kata Tito.
Keberagaman kota
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, situasi perkotaan berbeda-beda jika dilihat dari jumlah penduduk dan kemajuan kotanya. Dari sisi jumlah penduduk, dari 93 kota, terdapat sekitar 10 kota yang berpenduduk di atas 1 juta orang, lalu 40 kota berpenduduk dari 400.000 hingga 1 juta orang, serta sisanya sekitar 40 kota berpenduduk di bawah 400.000 orang.
Karena itu, diperlukan aturan penataan kota yang lebih komprehensif dan tidak menyamaratakan kebijakan satu kota dengan kota lain. Dalam menata kota, menurut Djohermansyah, Apeksi harus memperjuangkan Undang-Undang Perkotaan. Sebab, yang paling mengetahui keadaan perkotaan adalah asosiasi perkotaan, selain juga Kemendagri.
”Kalau punya payung hukum itu, tinggal pengembangan perkotaan lebih bisa menyesuaikan dengan karakteristik dan keadaan perkotaan. Jadi, kota-kota itu biar ada pengaturan yang kuat, bagaimana penataan perkotaan di Indonesia yang baik. Itu tak bisa dijadikan satu dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Itu kalau asosiasi mau punya legacy yang panjang,” ujar Djohermansyah.
Sebab, ke depan, tantangan perkotaan tak hanya hal-hal yang bersifat pragmatis, seperti penanganan dampak pandemi Covid-19. Namun, tantangan itu bisa lebih maju dan beragam, seperti pengembangan kota-kota mandiri, serta kemajuan digitalisasi menuju kota cerdas (smart city).
”Ada beberapa kota yang di dalamnya tumbuh kota-kota mandiri, seperti Serpong, Karawaci, itu belum ada pengaturannya, bagaimana menata dan mengelolanya dengan baik. Jadi, perkotaan itu harus dibangun ke arah sistem smart city sesuai dengan level perkotaannya, kota besar, kota sedang, atau kota kecil,” ucap Djohermansyah.
Sistem pemerintahan kota berbasis digital atau kota cerdas ini, lanjut Djohermansyah, sangat dibutuhkan karena mobilitas penduduk perkotaan saat ini sangat tinggi dan mayoritas pekerja kantoran. Karena itu, mereka ingin segala urusan pelayanan publik dapat cepat selesai dan serba mudah.
Namun, itu semua tak akan tercapai jika lagi-lagi tidak dibarengi dengan kepemimpinan wali kotanya. Para wali kota harus memberikan perhatian penuh pada teknologi informasi. Jika mereka tidak menggandrungi teknologi, cita-cita menuju kota cerdas tak akan tercapai.
”Faktor kepemimpinan dari kepala daerah ini sangat krusial dalam konsep penataan kotanya. Jika tidak inovatif, kreatif, dan berpikiran global, penataan kota akan kacau. Jangankan bisa menjadi kota cerdas, yang ada malah menjadi kota kumuh yang tak terurus. Kan, masih banyak kota juga yang memiliki slam area di pinggir sungai dan lain-lain, itu juga menjadi tantangan. Jadi, banyak pekerjaan rumah bagi para wali kota ini,” tuturnya.