Merawat dan Menenangkan Pasien Covid-19 Kini Jadi Kewajiban Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan berhadapan dengan berbagai situasi kedaruratan pasien Covid-19 hampir setahun belakangan. Kondisi itu menuntut peran ganda, yakni sebagai perawat sekaligus penenang orang yang terpapar Covid-19.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama pandemi, tenaga kesehatan menjalankan peran ganda sebagai perawat sekaligus menguatkan mental pasien Covid-19 dan keluarganya. Peran itu kian menjadi beban seiring dengan masih tingginya penularan penyakit ini yang tidak kunjung mereda.
Hampir satu tahun pandemi di Indonesia, sejumlah tenaga kesehatan kian menyadari adanya kewajiban untuk menjadi penenang pasien Covid-19. Hal ini lantaran sebagian besar pasien yang baru terpapar kerap dilanda kepanikan serta menolak kenyataan ia terinfeksi virus korona.
Hendi Tri Ariatmoko (37), dokter umum di Puskesmas Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, menyebutkan, kerap ada situasi warga yang terpapar Covid-19 takut menjalani isolasi mandiri. Dalam kondisi tersebut, acap kali pihak keluarga pasien juga bingung harus berbuat apa di rumah.
”Menghadapi kepanikan itu, akhirnya rekan-rekan tenaga kesehatan pun mesti berperan sebagai penenang pasien. Saya selalu berusaha dengarkan segala keluhan mereka dan kasih saran saat isolasi tahap awal,” jelas Hendi saat dihubungi, Jumat (12/2/2021).
Sementara hampir setahun pandemi berlangsung, tak kurang dari 1,1 juta orang tertular Covid-19 dan 306.229 orang di antaranya dari DKI Jakarta. Meskipun tingkat kesembuhan mencapai 80 persen, jumlah yang meninggal secara nasional tetap banyak, yakni 32.381 jiwa.
Tingginya jumlah kasus penyakit ini terus mendorong tenaga kesehatan untuk bersikap tenang dalam menghadapi berbagai situasi kedaruratan. Hendi pun tak memungkiri kadang ia turut stres saat sulit mencarikan rumah sakit rujukan bagi pasien. Dokter yang tengah piket untuk layanan 24 jam ini mencontohkan, ia mesti terjaga sampai pagi demi memastikan seluruh orang sakit mendapat tempat di rumah sakit.
”Pada awal Januari kemarin, saya menelepon banyak rumah sakit hingga dini hari demi memastikan pasien dapat tempat. Di depan pasien, saya pikir semestinya saya tak boleh ikut panik dengan situasi itu,” ucapnya.
Beban pekerjaan serta psikologis adalah realitas yang mesti disadari terjadi pada tenaga kesehatan di kala pandemi Covid-19 saat ini. Mereka kini berusaha saling menyemangati agar tidak mengalami sindrom kelelahan di tempat kerja.
Risiko tertular Covid-19 juga harus dihadapi para tenaga kesehatan saat menjalani tugasnya mengawasi warga yang menjalani isolasi mandiri di rumah. Seperti diungkapkan Bahagia Susmono (35), dokter umum di Puskesmas Kelurahan Jati Pulo, Palmerah, kerap kali para tenaga kesehatan harus terjun ke permukiman padat penduduk untuk menyambangi pasien isolasi mandiri. Kondisi ini berpeluang besar menyebabkan paparan virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19, terhadap tenaga kesehatan yang bertugas.
Pada Desember 2020, Bahagia memberikan contoh, tiga tenaga kesehatan di puskesmas tempatnya bertugas terpapar Covid-19. Namun, kondisi itu, lanjut Bahagia, tidak membuat para tenaga kesehatan gentar dan tetap melayani pasien isolasi mandiri.
Ada kalanya pula, menurut Bahagia, pasien takut dirujuk ke rumah sakit darurat. Dia pun berusaha menjelaskan bahwa sebenarnya tujuan isolasi diri di rumah sakit adalah untuk menyehatkan pasien.
”Sering kali orang yang terpapar Covid-19 sudah takut dulu bakal dibawa paksa, disuruh diam di rumah sakit, dan lain-lain. Padahal, selama proses isolasi, mereka disehatkan, diberi penanganan yang tepat. Saya berusaha sampaikan hal itu ke mereka sebaik mungkin,” tutur Bahagia.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan, beban pekerjaan serta psikologis adalah realitas yang mesti disadari terjadi pada tenaga kesehatan di kala pandemi Covid-19 saat ini. Mereka kini berusaha saling menyemangati agar tidak mengalami sindrom kelelahan di tempat kerja.
IDI menekankan sikap kewaspadaan untuk menghindari paparan Covid-19. Adapun pandemi menyebabkan banyak tenaga kesehatan di Indonesia meninggal. Menurut catatan koalisi warga LaporCovid19 per 12 Februari 2021, sebanyak 735 tenaga kesehatan meninggal dengan status positif Covid-19.
Para tenaga kesehatan turut bersiasat dalam menghadapi beban berat pandemi. Zubairi bercerita, sudah menjadi kesepakatan di kalangan tenaga kesehatan untuk bekerja maksimal 40 jam sepekan. Kondisi itu untuk menghindari potensi keadaan terlampau lelah.
”Sudah ada kesepakatan itu, tetapi secara praktik tidak mudah karena pandemi belum reda. Sebagian tenaga kesehatan pun masih harus berkompromi dengan saran waktu kerja maksimal 40 jam itu,” ungkapnya.
Intinya, kami (tenaga kesehatan) juga manusia dan kami punya keluarga di rumah. Sebagian orang tidak kebal terhadap penularan Covid-19. Jadi, sebaiknya kita saling menjaga diri demi kebaikan bersama.
Begitu pula potensi kontak erat dengan pasien Covid-19 di fasilitas kesehatan kian tak terhindarkan. Dalam dua pekan terakhir, menurut Zubairi, ia kerap mendapati pasien sakit biasa yang ternyata juga positif Covid-19. Hal ini sangat berisiko bagi tenaga kesehatan, terlebih bagi tenaga kesehatan lansia seperti dirinya yang sudah menginjak usia 74 tahun.
”Seminggu lalu, pasien yang baru dua hari periksa ke saya bilang bahwa mereka terpapar Covid-19. Paparan Covid-19 itu kian dekat karena banyak saudara jauh saya yang turut terkena. Bayangkan, saya yang tidak merawat pasien di ruang khusus Covid-19 saja bisa berkontak erat dengan pasien positif (Covid-19),” terang Zubairi.
Kepala Subdirektorat Kekarantinaan Kesehatan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Benget S Turnip mengatakan, penularan Covid-19 yang semakin luas juga membuat tenaga kesehatan di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet lebih waspada. Sejak awal tahun 2021, tenaga kesehatan lebih fokus pada pasien yang punya penyakit penyerta atau komorbiditas. Pasien dengan penyakit hipertensi, diabetes melitus, gangguan jantung, dan kanker berisiko tinggi jika tertular Covid-19.
Dalam kondisi pandemi yang kian berat, para tenaga kesehatan ini pun mengharapkan pengertian dan empati warga agar tetap mengenakan masker dan menjaga jarak saat berinteraksi. Sebab, banyaknya kasus Covid-19 turut menyulitkan penanganan dari kalangan tenaga kesehatan.
”Intinya, kami (tenaga kesehatan) juga manusia dan kami punya keluarga di rumah. Sebagian orang tidak kebal terhadap penularan Covid-19. Jadi, sebaiknya kita saling menjaga diri demi kebaikan bersama,” ungkapnya.