Pakaian Pasien Covid-19 Harus Ditangani Hati-hati untuk Cegah Penularan
Kebocoran laundry atau penatu pakaian pasien Covid-19 maupun alat pelindung diri tenaga kesehatan bisa menjadi sumber penyebaran virus yang tak terduga.
JAKARTA, KOMPAS -- Penanganan pakaian yang bekas digunakan pasien Covid-19 membutuhkan kehati-hatian. Cacat prosedur dalam penerimaan hingga distribusinya berpotensi menyebarkan virus korona.
Sebagian warga Jakarta yang pernah tertular Covid-19 dan dirawat di rumah sakit pun mengungkapkan, tak sembarangan memperlakukan baju bekas pakai mereka selama dirawat di rumah sakit.
Alida Susanti (40), penyintas Covid-19 ini, Kamis (11/2/2021), membagikan pengalamannya terkait layanan penatu selama ia dirawat di rumah sakit swasta di Jakarta Selatan pada November 2020 lalu. Menurutnya, pihak rumah sakit menyediakan baju ganti sehingga pasien hanya membawa baju seperlunya dari rumah.
"Beberapa kali sempat kirim pulang baju ke rumah untuk dicuci. Semuanya (baju) direndam pakai air panas terlebih dulu, baru dicuci seperti biasa," ucap Alida.
Untuk mencegah penularan, Dhini (23), warga Jakarta lainnya, ini bahkan mencuci sendiri pakaiannya selama menjalani perawatan di Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit, Jakarta Timur, pada November 2020. Pasien Covid-19 dengan komorbid ini sampai membawa detergen dari rumah dan mencuci baju setiap kali mandi.
"Di sana (RSKD Duren Sawit) banyak gantungan pakaian untuk jemur baju. Digantung di jendela. Namun ada pula pasien yang bajunya diambil setiap hari oleh keluarga untuk dicuci di rumah," kata Dhini.
Baca Juga:
Timbunan Limbah Medis Selama Pandemi Semakin Melebihi Kapasitas
Alida dan Dhini pun mengaku, setelah selesai menjalani perawatan, pihak rumah sakit mewajibkan para pasien berganti baju terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah. Mereka diwajibkan mengenakan baju yang baru dibawa dari rumah atau baru selesai dicuci.
Proses mengganti baju itu juga tak dilakukan di ruangan tempat mereka dirawat, melainkan di ruangan yang terpisah dari ruang rawat inap. Sebelum mengganti pakaian, mereka diwajibkan membersihkan diri, kemudian baru mengenakan pakaian yang dibawa dari rumah. Setelah itu, mereka baru diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.
Selama hampir setahun pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, tak kurang dari 1,19 juta orang tertular virus ini, dan 306.229 orang di antaranya berasal dari Jakarta. Sementara tingkat kematian penyakit ini secara nasional sebesar 2,7 persen.
Tingginya penularan penyakit ini menyebabkan penanganan pasien Covid-19, khususnya orang tanpa gejala, tak dilaksanakan di rumah sakit, melainkan di hotel. Limbah medis yang berasal dari penginapan ini pun rawan bocor.
Sebelumnya, pada akhir Januari lalu, dua sopir perusahaan laundry atau penatu berinisial WD (37) dan IP (21) menjadi tersangka karena membuang limbah medis pasien Covid-19 di kawasan Bogor, Jawa Barat. Kompas.com dalam pemberitaannya menyebutkan keduanya mengangkut 120 kantong plastik limbah infeksius dari hotel yang digunakan sebagai tempat isolasi orang tanpa gejala di Kota Tangerang, dan membuang limbah itu di Bogor.
Baca Juga:
Memusnahkan Limbah Covid-19 dengan Insinerator Skala Kecil
Ketua Perkumpulan Instalasi Laundry Rumah Sakit, Udarto, yang dihubungi terpisah menyampaikan, tim pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit perlu mewaspadai kebocoran penatu rumah sakit.
"Itu tugas pencegahan dan pengendalian infeksi internal rumah sakit yang mengawasi secara rutin," ujar Udarto.
Selama ini rumah sakit berpedoman pada Petunjuk Teknis Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam Menghadapi Wabah Covid-19 dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan pada 8 April 2020.
Mitigasi
Petugas penatu dalam petunjuk teknis wajib mengenakan alat pelindung diri atau APD di ruang penerimaan linen infeksius dan mesin infeksius. APD terdiri dari masker bedah, gaun, sarung tangan panjang, pelindung mata atau pelindung wajah, pelindung kepala, celemek, dan sepatu pelindung.
APD akan dimusnahkan atau dipakai ulang setelah penggunaan. Untuk pemusnahan, APD ditampung dalam kantong plastik sampah infeksius berwarna kuning sebelum dimusnahkan di mesin. Sementara APD yang dipakai ulang, dimasukan ke tempat linen infeksius dan dicuci sesuai ketentuan.
Baca Juga:
Limbah Medis B3 Masker Sekali Pakai di DKI Tembus 12,785 Ton
Dalam prosesnya, ada petugas yang memeriksa suhu tanpa menyentuh dengan thermo gun atau thermal imaging cameras serta obeservasi atau wawancara terbatas dengan jarak minimal 1 meter.
Menurut Udarto, linen rumah sakit merupakan semua produk tenun yang digunakan dalam pelayanan rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit. Contohnya laken, boven kaken, steik laken, sarung bantal dan guling, selimut baju perawat, linen, doek, gorden, wash lap, dan barang lainnya.
Linen infeksius adalah semua linen yang terkena cairan tubuh pasien, seperti darah, nanah, air seni, feses. Sementara linen non-infeksius adalah semua linen kotor yang tidak terkena cairan tubuh pasien/kotoran pasien.
Proses pencucian kain linen rumah sakit terdiri dari penerimaan dan pemilahan, pencucian, pemerasan, pengeringan, dan penyelesaian (penyetrikaan, pelipatan, penyimpanan, dan distribusi). Semua proses seharusnya berlangsung terpisah di ruang penerimaan, ruang pemisahan, ruang pencucian dan pengeringan, ruang penyeterikaan, ruang penyimpanan, dan ruang distribusi.
"Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam kantong atau wadah yang tidak rusak saat diangkut (plastik kuning, hitam atau putih). Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan," ucapnya.
Udarto menyarankan linen habis pakai dibawa dengan hati-hati supaya tidak ada kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang di sekitarnya. Jangan pula memilah linen di tempat perawatan pasien, melainkan masukkan linen terkontaminasi ke kantong cucian dan tidak mengibaskannya, kemudian cuci dan keringkan sesuai standar dan prosedur.
Udarto menyarankan linen habis pakai dibawa dengan hati-hati supaya tidak ada kontaminasi permukaan lingkungan atau orang-orang di sekitarnya.
Sementara itu, Universitas Trisakti dalam Desain Instrumen Sterilisasi Alat Pelindung Diri Terintegrasi memaparkan empat tahap mencegah kebocoran. Desain terdiri atas desinfectant chamber sebagai tempat berganti APD dengan bak penampung cairan disinfeksi sehingga limbah bisa dimanfaatkan dengan mengalirkan cairan ke tabung penyimpan APD sekali pakai.
Kemudian ada ozon atau ultraviolet chamber. Ruang penyemprotan larutan ozon dan UV ini tertutup sehingga ruang tetap steril dan dimanfaatkan untuk sterilisasi.
Tahap akhir sterilisasi, menyediakan kontainer atau almari yang bisa dibuka dari dua arah. Arah pertama menjadi tempat petugas memasukan pakaian ganti sebelum masuk ke rumah sakit. Sementara arah kedua untuk mengambil pakaian sebelum mandi sehingga pakaian terlindungi dan tersentuh ketika sudah melalui tahapan instrumen sterilisasi.
Universitas Trisakti dalam desain itu menyebutkan tahapan sterilisasi dapat menyesuaikan dengan ruang yang tersedia di rumah sakit.