Imlek, Perayaan Kebahagiaan bagi Semua
Imlek menjadi perayaan bagi semua orang. Mereka yang tak merayakan pun ikut sibuk menyiapkan aneka kebutuhan.
JAKARTA, KOMPAS — Perayaan tahun baru Imlek bukan hanya hajatan etnis Tionghoa. Warga dari berbagai suku dan agama turut menyibukkan diri untuk menyemarakkan perayaan Imlek dari tahun ke tahun.
Suasana Imlek terasa begitu kental di Wihara Dharma Sakti, Glodok, Tamansari, Jakarta Barat, pada Kamis (11/2/2021) siang. Lilin-lilin berwarna merah dengan berbagai ukuran hampir memenuhi seisi ruangan sembahyang. Wangi dari asap dupa menyeruak, menembus pori-pori masker. Suasana semakin semarak dengan adanya puluhan lampion yang menghiasi langit-langit wihara.
Kesiapan Wihara Dharma Sakti dalam menyambut tahun baru Imlek 2572 ini tidak terlepas dari kerja keras para karyawannya. Salah satunya Abi (17). Sudah dua tahun ini, remaja Muslim asal Glodok ini mendarmabaktikan dirinya menjadi karyawan di salah satu wihara tertua di Jakarta.
”Menyiapkan perayaan Imlek, kalau buat saya, sudah kayak mau nyiapin Lebaran saja,” ujarnya saat ditemui.
Baca juga : Kesederhanaan Warnai Perayaan Imlek Tahun Ini
Sehari-hari, Abi bertugas menjaga kebersihan salah satu kelenteng di Wihara Dharma Sakti, dari pagi hingga petang. Selain itu, dia juga harus siap melayani umat yang bersembahyang di sana.
Khusus untuk perayaan Imlek, Abi dan tiga karyawan lain otomatis menjadi lebih sibuk. Sejak tiga hari sebelum hari-H, mereka harus memastikan keramik-keramik di dinding dan kaca-kaca telah dilap hingga mengilat. Semua lilin dan lampion juga sudah harus tertata rapi.
”Paling sibuk memang pas Imlek. Banyak persiapannya. Pengunjung juga lebih ramai. Banyak yang dilayani,” katanya.
Menurut Awai (68), pengurus di Wihara Dharma Sakti, Abi adalah satu dari dua karyawan Muslim yang bekerja di sana. Sementara dua karyawan lain masing-masing beragama Katolik dan Khonghucu.
”Awalnya dia cuma bantu-bantu biasa pas perayaan-perayaan tertentu. Kami lihat dia melayani pengunjung dengan baik, akhirnya direkrut,” ungkapnya.
Menyiapkan perayaan Imlek, kalau buat saya, sudah kayak mau nyiapin Lebaran saja.
Awai, yang tinggal di Glodok sejak puluhan tahun lalu, menuturkan, hampir setiap tahun warga Glodok dari berbagai agama turut membantu sesama yang merayakan Imlek. Mereka biasanya menolong pengurus merias wihara, mengangkat perabotan, hingga menjaga keamanan. Motifnya bukan semata-mata karena ekonomi.
”Kalau cuma karena ekonomi, mana mungkin orang seperti Awai mau bantu-bantu di sini. Upahnya juga tidak besar,” ujarnya.
Sementara di depan Wihara Dharma Jaya Toa Se Bio yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Wihara Dharma Sakti, Dakrip terlihat sibuk mengurai kemacetan. Sudah dua hari ini, warga RT 004 RW 005 Kelurahan Tambora, Jakarta Barat, ini bertugas mengatur lalu lintas di depan wihara.
Menjaga wihara dalam perayaan Imlek sudah dilakoni Dakrip selama lebih dari sepuluh tahun. Selain mengatur lalu lintas, dia juga bertugas menjaga parkir, menjaga keamanan, hingga menertibkan para pengemis yang selalu memenuhi pelataran wihara saat Imlek.
”Sudah biasa kayak gini. Biasanya tiga hari sampai hari-H, saya jaga 24 jam. Kadang gantian tidur sama teman, tapi kadang juga enggak sempat tidur,” kata pria yang sehari-hari menjadi petugas keamanan di RW 003 Kelurahan Glodok ini.
Meski beragama Islam, Dakrip mengaku sangat hafal dengan suasana Imlek. Saking hafalnya, Dakrip merasa banyak hal yang berbeda dengan perayaan Imlek tahun ini. Kunjungan umat yang dibatasi selama pandemi Covid-19 membuat suasana Imlek kurang meriah.
”Jauh banget bedanya. Tahun ini juga sepertinya enggak ada arak-arakan pas Cap Go Meh. Jadi tambah sepi,” katanya.
Menurut Camat Tamansari Risan H Mustar, setiap tahun, warga Glodok yang bukan keturunan Tionghoa selalu aktif ikut menyemarakkan perayaan Imlek. Kontribusi mereka terlihat dari banyak hal, mulai dari membantu pengurus wihara menyiapkan kebutuhan Imlek hingga menjaga keamanan.
”Sebelumnya, pengelola wihara juga sempat membagi-bagikan sembako kepada para warga yang terdampak Covid-19. Semua warga tinggal berdampingan dengan baik,” ujarnya.
Ditunggu-tunggu
Tahun baru Imlek juga amat ditunggu-tunggu oleh Ari (55), penjual buah asal Sepatan Timur, Kota Tangerang, Banten. Setiap perayaan Imlek, dia selalu datang ke kawasan Wihara Dharma Bhakti dan berjualan buah di sana. Kenangan masa kecilnya bersama sang ayah saat perayaan Imlek selalu mendorong Ari berjualan di sana.
”Dulu pas kecil, saya ikut Ayah jualan buah di sini. Jadi, sudah hafal betul suasana Imlek. Pas dewasa, saya ngelanjutin sampai sekarang. Kira-kira sudah 20 tahun lebih,” katanya.
Buah yang dia jual juga bukan sembarang buah. Setidaknya ada tiga buah yang selalu dia bawa dari Tangerang, yakni srikaya, delima, dan jeruk bali. Menurut dia, ketiga jenis buah itu yang paling banyak dicari oleh mereka yang merayakan Imlek.
Untuk mendapatkan ketiga jenis buah tersebut, sepekan sebelum Imlek, Ari berkeliling ke rumah-rumah tetangganya yang memiliki pohon-pohon buah tersebut. Kebetulan, ketiga buah yang ia jual bukanlah buah musiman sehingga bisa didapatkan pada bulan apa pun, termasuk saat perayaan Imlek.
Setiap tahun, Ari membawa 150 buah delima, 200 srikaya, dan 50 jeruk bali untuk dipasarkan selama tiga hari. Jika semua laku terjual, Ari bisa mengantongi minimal Rp 3,7 juta hanya dalam tiga hari. ”Selama ini, sih, selalu habis. Kali ini saya prediksi juga habis,” kata pria yang sehari-hari berjualan buah di Tanah Tinggi, Tangerang, ini.
Baca juga : Bunga-bunga di Petak Sembilan Menanti Kemeriahan Imlek
Pada perayaan Imlek tahun ini, Ari mengatakan, jumlah pengunjung yang datang ke wihara menurun drastis. Meski begitu, barang dagangannya tetap laris terjual. Dia beruntung karena hanya dia satu-satunya penjual buah yang masih berjualan di sekitar Wihara Dharma Bhakti.
”Biasanya saya berangkat bareng sama teman tiga orang naik mobil dari Tangerang. Tapi, tahun ini cuma saya yang berangkat. Akhirnya pakai sepeda motor. Tiga hari dua malam saya di sini. Tidurnya, ya, di pasar (Petak Sembilan) saja,” tuturnya.
Di Jalan Pancoran, Glodok, pada Kamis siang, para penjual pernak-pernik Imlek terlihat bersemangat berjualan di kios masing-masing. Maklum, Kamis ini adalah hari terakhir mereka dapat berjualan di sana. Jumat (12/2/2021), kios-kios semipermanen mereka harus sudah dibongkar.
Menariknya, hampir tidak ada penjual pernak-pernik Imlek di kawasan tersebut yang merupakan warga keturunan Tionghoa. Kebanyakan dari mereka datang dari luar Jakarta, seperti Kuningan dan Cirebon, Jawa Barat.
Tanpa kehadiran penjual-penjual ini pada masa pandemi Covid-19, perayaan Imlek di kawasan Glodok barangkali kurang semarak.